April 24, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

DINASTI BUNG KARNO DI PILKADA JATIM

7 min read

Puti Guntur Soekarnoputri, cucu presiden pertama RI Bung Karno, akhirnya didorong maju menjadi calon wakil gubernur Jawa Timur, menggantikan Abdullah Azwar Anas yang mundur pada menit-menit terakhir. Kehadiran Puti semakin memperkuat fenomena politik dinasti di Pilkada 2018.

Rumah di Jalan Sutan Syahrir 12, Menteng, Jakarta Pusat, menjadi saksi penunjukan Puti Guntur Soekarnoputri sebagai calon wakil gubernur Jawa Timur. Rabu (10/1) lalu, ia ditugaskan mendampingi Saifullah Yusuf alias Gus Ipul sebagai calon gubernur, yang sempat ”jomblo” setelah calon pasangan sebelumnya, Abdullah Azwar Anas, memutuskan mengundurkan diri dari pencalonan dalam hajatan Pilkada Jawa Timur, Juni 2018.

Usai menerima penugasan dari Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, yang juga tantenya, Megawati Soekarnoputri, Puti langsung mulai menjalani prosedur sebagai calon wagub. Perempuan berusia 46 tahun itu setidaknya menyisihkan lima kader PDI Perjuangan lain, yang sebelumnya masuk bursa menjadi pengganti Azwar Anas. Mereka adalah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (yang memang tidak bersedia dicalonkan), Bupati Ponorogo Ipong Muchlisoni, Bupati Ngawi Budi Sulistyono, Wakil Sekjen DPP PDI-P Ahmad Basarah, Said Abdullah, dan Bambang Dwi Hartono.

Munculnya nama Puti sempat menjadi sorotan, bukan hanya karena ditunjuk oleh tantenya sendiri, tetapi juga karena penunjukan tersebut diawali dengan beredarnya foto viral di media sosial yang menggembosi sosok Azwar Anas. Foto tak pantas yang menggambarkan sosok mirip Anas bersama perempuan dan sebotol anggur (wine) itu langsung menjatuhkan nama Bupati Banyuwangi dua periode tersebut.

Spekulasi tentang kemungkinan terjadi perubahan pasangan pendamping Gus Ipul itu mula-mula dilatarbelakangi oleh cuitan Pramono Anung, kader PDI-P yang kini menjabat menteri sekretaris kabinet, sehari sebelum Anas memutuskan mundur. Lewat akun Twitter resminya @pramonoanung, Jumat (5/1), ia menulis: ”Bagi siapa pun yg pengen jabatan politik, dan harus berkompetisi dlm pilihan, hati2 dengan sampah digital yg berkaitan dgn tindakan moralitas, akan tersimpan dengan rapi dan akan dikeluarkan pada saat yg tepat #BOMSampahDigital #SekedarInfo.”

Namun, saat dihubungi awak media pada Senin (15/1), Pramono tak bersedia menanggapi isu yang mengiringi munculnya nama Puti dan mundurnya Bupati Anas itu. ”Maaf saya tidak mengurusi pilkada,” tulis Pramono lewat WA.

 

Perintah Ketua Umum

Bersama Cagub Saifullah Yusuf, Puti Guntur Soekarno mengambil Surat Keputusan (SK) pencalonan dirinya di kantor DPP PDI-P di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (10/1). ”Ibu Ketua Umum memerintahkan saya sebagai petugas partai untuk mendampingi Gus Ipul di Jatim. Mau enggak mau saya harus mengikuti perintah. Tidak cuma saya, ini berlaku untuk semua anggota partai. Ini amanah yang harus diperjuangkan,” ujarnya.

Lahir di Jakarta, 26 Juni 2971, perempuan bernama lengkap Puti Pramathana Puspa Seruni Paundrinagari Guntur Soekarnoputri itu adalah anak semata wayang dari pasangan Guntur Soekarnoputra-Henny Emilia Handayani. Guntur, kita tahu, adalah anak sulung dari Presiden Soekarno (Bung Karno), yang berarti kakak kandung dari Megawati.

Berbeda dengan ayahnya yang lebih menekuni dunia bisnis, Puti sejak belia sudah memilih terjun ke politik. Bergabung dengan PDI Perjuangan, Puti terpilih menjadi anggota DPR RI dua periode: 2009-2014 dan 2014-2019 dari daerah pemilihan Jawa Barat X. Sebelum menjadi wakil rakyat, ibu dua anak itu tercatat sebagai Wakil Ketua Yayasan Fatmawati dan Ketua Yayasan Wildan.

Satu hal, kehadiran Puti sebagai calon wakil gubernur Jatim telah menambah panjang daftar calon peserta pilkada serentak 2018 yang memiliki hubungan darah atau kekerabatan dengan petahana (incumbent) maupun elite partai politik. Hal itu setidaknya terekam di lima provinsi lain: Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, dan Sulawesi Selatan.

Gambaran tersebut menyeruak dari tampilnya pasangan Dodi Reza Alex Noerdin dan M. Giri Ramanda Nazaputra Kiemas yang bertarung di Pilkada Sumsel. Dodi Reza adalah putra dari Gubernur Sumsel saat ini, Alex Noerdin. Sedangkan pasangannya, Giri Ramanda Kiemas, tak lain adalah keponakan Megawati.

Hal serupa terjadi di Kalbar dalam pencalonan Karolin Margret Natasha sebagai cagub dan Suryatman Gidot sebagai cawagub. Karolin adalah putri gubernur Kalbar saat ini, Cornelis MH. Lalu di Sulsel, Ichsan Yasin Limpo yang mendaftar lewat jalur perseorangan (tidak melalui jalur partai politik) merupakan adik kandung dari gubernur Sulsel saat ini, Syahrul Yasin Limpo.

Begitu juga di NTB, calon wakil gubernur Sitti Rohmi Djalillah adalah kakak kandung dari gubernur NTB saat ini, Muhammad Zainul Majdi. Sitti Rohmi akan mendampingi Zulkieflimansyah di Pilkada NTB. Sementara itu, di Maluku Utara, wakil gubernur saat ini Abdul Ghani Kasuba yang berpasangan dengan Al Yasin Ali akan bertarung dengan Muhammad Kasuba, mantan bupati Halmahera Selatan yang berpasangan dengan A. Madjid Husen. Kedua calon gubernur itu memiliki hubungan kakak-adik.

 

Dari Suami ke Istri

Pola kekerabatan semacam itu seolah mengukuhkan pepatah lama, bahwa kekuasaan politik memang melenakan. Yang menarik, sirkulasi kekuasaan tidak cuma diputar di lingkungan kerabat, tetapi merambah dari suami ke istri. Realitas ini setidaknya muncul pada pencalonan Anne Ratna Mustika, istri Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi saat ini. Berpasangan dengan Aming, Kepala Desa Tajursindang, Kecamatan Sukatani, mereka mendaftar ke KPU Purwakarta, Jawa Barat, Rabu (10/1).

Fenomena paling gres muncul dari Kota Padang, Sumatera Barat. Pasangan suami-istri Syamsuar Syam-Misliza mendaftar sebagai calon wali kota dan calon wakil wali kota. Meski sangat mungkin terganjal prasyarat dukungan minimal dalam tahap verifikasi oleh KPU setempat, munculnya pasangan suami-istri itu akan menjadi catatan tersendiri yang mewarnai pilkada serentak 2018.

Di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, ceritanya lain lagi. Calon bupati Ade Munawaroh Yasin, adik dari mantan bupati Bogor Rachmat Yasin, sengaja mengubah namanya menjadi Ade Yasin. Ia beralasan, dengan nama barunya masyarakat lebih mudah mengingat sehingga mempengaruhi hasil survei. Menurut Ade Munawaroh, eh, Ade Yasin, pergantian nama tersebut sudah diputuskan oleh pengadilan. Ia tinggal menunggu hasil verifikasi KPU.

 

Politik Dinasti   

Sejauh ini, memang tidak ada aturan hukum yang melarang pencalonan istri atau kerabat dari petahana. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mencabut pasal larangan keluarga petahana mencalonkan diri dalam pilkada, semakin melegitimasi praktek dinasti politik – istilah untuk menyebut kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih terkait dalam hubungan keluarga.

Mengutip Stephen Hess, America’s Political Dynasties from Adams to Kennedy (1966), dinasti politik didefinisikan sebagai ”keluarga yang memiliki setidaknya empat anggota bernama (belakang) sama, terpilih menduduki jabatan federal.” Di Amerika Serikat sendiri, dinasti politik memang hal yang lumrah juga terjadi dan berlangsung di hampir setiap masa. Terakhir, selain Presiden George Bush Senior dan Bush Junior, ada Hillary Clinton (istri dari Presiden Bill Clinton) yang sempat bertarung di hajatan pilpres 2016 versus Donald Trump.

Puti Soekarno tak menampik jika ada yang menilai kemunculannya di Pilkada Jatim sebagai upaya memelihara politik dinasti Bung Karno. Ia mengaku mempunyai janji untuk menjaga marwah perjuangan presiden pertama RI itu. Puti juga menyebut nama Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani, Muhammad Prananda Prabowo (putra kedua Megawati dari suami pertama, Surindro Supjarso), dan Guruh Soekarnoputra. ”Kami semua berada di PDI Perjuangan. Itu merupakan bentuk komitmen dan gotong royong kami untuk menjaga Pancasila dan arah perjuangan Bung Karno,” tegasnya.

 

 

Puti Guntur Soekarnoputri

”SAYA HARUS MENGIKUTI PERINTAH IBU MEGAWATI.”

 

Bagaimana sebenarnya Anda menyikapi pencalonan sebagai wakil gubernur Jawa Timur?

Tentu, saya sangat menghormati penunjukan yang sudah diputuskan oleh Ibu Megawati selaku Ketua Umum PDI Perjuangan. Beliau menugaskan saya sebagai petugas partai (PDI-P) untuk mengikuti pilkada di Jawa Timur. Ini merupakan suatu kehormatan bagi saya.

Pencalonan Anda sempat memunculkan reaksi karena terkesan mendadak. Tanggapan Anda?

Iya, memang terkesan cepat dan mendadak. Tapi sebagai petugas partai, di mana Ibu Ketua Umum memberikan mandat atau perintah, ya, kami semua (anggota partai) harus siap. Saya tahu pertama kali penunjukan itu pada Selasa, 9 Januari 2018. Sehari sebelum penutupan pendaftaran di KPU.

Sempat mempertimbangkan tawaran itu?

Sekali lagi, itu bukan tawaran, tetapi perintah Ibu Ketua Umum kepada saya sebagai petugas partai untuk mengikuti dan mendampingi Gus Ipul (Saifullah Yusuf) di Jatim. Mau enggak mau saya harus mengikuti perintah itu. Enggak cuma saya. Ini juga berlaku untuk semua anggota partai. Buat saya, enggak masalah mau ditempatkan di Jabar atau Jatim. Itu perintah. Kami semua harus menjalankan. Ini amanah yang harus diperjuangkan.

Dalam konteks Jawa Timur, apa saja yang perlu diperjuangkan?

Di antaranya masalah ekonomi kerakyatan. Lalu, pemberdayaan perempuan dan pendidikan. Terakhir, bagaimana badan ekonomi kreatif di Jatim bisa lebih maju lagi. Itu semua nantinya akan dikolaborasikan dengan visi misi dari Gus Ipul.

Konkretnya?

Pastinya, meningkatkan perekonomian daerah karena tingkat kemiskinan di Jatim masih agak jauh dari harapan. Jadi, intinya adalah bagaimana perekonomian bertumbuh dan bisa memberdayakan masyarakat. Selain itu, kaum perempuan di sana juga tinggi harapannya, bagaimana memberdayakan potensi perempuan sebagai penunjang ekonomi di dalam keluarga.

Strategi Anda?

Nanti akan ada strategi kampanye. Kami baru akan bicara lagi setelah ada penetapan dari KPU, juga nanti setelah masuk masa kampanye. Saat ini saya belum bisa bicara banyak.

Oh ya, mengapa Anda memilih jalur politik?

Saya memang ambil jalur politik sejak dulu. Ada beberapa (anggota keluarga Soekarno) yang enggak berpolitik. Seperti Om Guruh, memang dari dulu mengambil dan memilih jalur kebudayaan dan kesenian. Kalau pun berpolitik, Om Guruh mengembangkan kebudayaan-kebudayaan di Indonesia lewat jalur politik.

Kemunculan Anda dianggap memelihara dinasti politik Bung Karno.

Kami, keluarga besar, mempunyai janji untuk menjaga marwah perjuangan dari Bung Karno. Kebetulan, saya berada di PDI-P, tentunya nanti akan dielaborasi ke dalam janji dan program kerja untuk membangun Jatim melalui ide-ide dan gagasan yang lahir dari cita-cita Bung Karno.

Buat kami, kita semua sekeluarga, sudah bersepakat untuk saling gotong royong. Ada Mbak Puan Maharani, Mas Muhammad Prananda Prabowo yang adalah putra kedua Ibu Megawati dari suami pertama, ada saya, lalu Ibu Ketua Umum sendiri dan Om Guruh. Kami semua yang berada di PDI Perjuangan sudah berkomitmen dan siap bergotong royong untuk menjaga Pancasila dan arah perjuangan dari Bung Karno. (CEP/CRI)

Advertisement
Advertisement