April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Ahmad Bahar, Bocah Yatim Piatu Sebatang Kara di Saudi Yang Berhasil Pulang ke Cilacap

3 min read

Di usianya yang ke-10, Ahmad Bahar terpaksa menjalani kerasnya hidup sebatang kara di negeri rantau. Kedua orang tuanya, tak sempat melihat Ahmad tumbuh dewasa karena telah lebih dahulu dipanggil Yang Maha Kuasa. Saudara pun dia tak punya. Sungguh malang!

Sepeninggal kedua orang tuanya, bocah kelahiran 7 Juli 2008 itu diasuh keluarga Arab di Mekkah.  Pengasuhan di keluarga itu tak berlangsung lama. Ahmad kemudian diserahkan ke pihak kepolisian agar bisa dimasukkan ke karantina imigrasi atau yang dikenal dengan sebutan “Tarhil”.

Bocah ini akhirnya dibawa seorang petugas polisi ke daerah Kudai yang berjarak sekitar empat kilometer dari Masjidil Haram.  Di daerah ini, terdapat lapangan parkir kendaraan yang sangat luas dan belakangan oleh para WNI ilegal dijadikan tempat menyerahkan diri kepada pihak yang berwajib untuk kemudian dibawa ke Tarhil.

Di kalangan masyarakat setempat dan mukimin, lapangan ini populer dengan sebutan “Kudai.” Ahmad kemudian diserahkan oleh petugas polisi yang membawanya kepada seorang ibu berinisial HM yang saat itu bersama puteranya sedang menyerahkan diri untuk diangkut ke Tarhil.

Ibu yang bersuamikan seorang pria Yaman ini semula menolak karena takut bermasalah di kemudian hari.  Namun, polisi yang menitipkan Ahmad tadi memaksa dia untuk membawa serta bocah malang itu ke Tarhil dan mengakuinya sebagai anak kandungnya.

Hal itu perlu dilakukan agar Ahmad bisa diperoses dan dimasukkan dalam satu mahdlar (berita acara pemeriksaan) di sistem keimigrasian, kemudian dipulangkan bersama-sama. HM bersikukuh tidak mau membawa serta anak itu karena memang bukan anaknya dan tidak mengetahui latar belakangnya. Ia khawatir terjadi apa-apa saat diperiksa petugas dalam karantina dan merepotkan dia nanti setibanya di Tanah Air.

Akan tetapi, polisi tadi tetap memaksa HM agar membawa Ahmad sehingga bisa dimasukkan ke dalam satu manifest untuk memudahkan pengurusan “exit-nya” dan pemulangannya ke Indonesia. Bocah yatim-piatu ini dijumpai oleh petugas KJRI Jeddah di sebuah ruang tahanan imigrasi atau Tarhil Shumaisi bersama HM dan anak kandungnya.

Saat ditanya petugas, Ahmad hanya menunjukkan beberapa helai kertas, salah satunya fotokopi surat perjalanan laksana paspor (SPLP). Dalam fotokopi SPLP tersebut tertera nama Sarijah Nuryamin yang beralamat di Desa Sikanco, Nasawungu, Cilacap, Jawa Tengah.

Bersama fotokopi SPLP itu, ditemukan pula surat keterangan. Rupanya almarhumah sempat mengajukan permohonan SPLP kepada KJRI Jeddah. Belakangan terungkap bahwa almarhumah Sarijah Nuryamin merupakan peserta amnesti 2017 yang hendak pulang ke Tanah Air. Dari hasil BAP oleh petugas ketika itu, diperoleh keterangan bahwa almarhumah mengeluh menderita tumor mata.

Berdasarkan penelusuran imigrasi KJRI Jeddah, almarhumah Sarijah telah memperoleh “exit permit” namun belum sempat pulang karena lebih dulu meninggal. Teknis Imigrasi KJRI Jeddah akhirnya mengirimkan pesan singkat kepada Kantor Imigrasi Kelas II Cilacap untuk menelusuri kebenaran data atas nama Sarijah.

Dari surat balasan pihak Imigrasi Cilacap diperoleh keterangan pihak keluarga almarhumah mengakui bahwa Sarijah berasal dari Dusun Gunung Jaya, Desa Sikanco, Kecamatan Nusawungu, Cilacap.

Pihak keluarga juga mengakui bahwa almarhumah mempunyai seorang anak laki-laki yang lahir di Arab Saudi, atas hasil perkawinannya dengan seorang warga negara Bangladesh bernama Ahmad Bahardin. Oleh karena itu, mereka berharap agar Ahmad dipulangkan ke kampung halaman ibunya di Cilacap.

Atas upaya pendekatan KJRI Jeddah kepada pihak Imigrasi Arab Saudi di Tarhil Shumaisi, bocah malang ini akhirnya diberikan kemudahan memperoleh “exit permit” dan dipulangkan pada Rabu (27/03), bersama HM dan anak laki-lakinya.

Berdasarkan catatan KJRI Jeddah, selama melayani pemulangan WNI “overstayer”, kasus Ahmad Bahar bukanlah yang pertama. Nasib serupa dialami juga oleh anak-anak tak berdosa lainnya hasil perkawinan tidak resmi secara administratif dari orang tua WNI dengan warga negara asing di Arab Saudi.

Ahmad terbilang beruntung karena berbekal dokumen petunjuk sebagai identitas, meskipun hal itu hanya selembar fotokopi SPLP. Tidak jarang petugas KJRI Jeddah dihadapkan kepada kasus anak “keturunan” WNI yang tidak diketahui kewarganegaraan ayah-ibunya karena tidak ada bukti petunjuk identitas sama sekali.

Melihat banyaknya kasus semacam ini, Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah mengimbau seluruh WNI, terutama yang tinggal secara tidak resmi di Arab Saudi, agar menyimpan bukti identitas, apapun bentuknya, baik itu paspor, SPLP, KTP, SIM, maupun bukti lainnya yang bisa menunjukkan diri sebagai WNI.

“Tidak sulit menyelipkan fotokopi dokumen identitas kewarganegaraan Indonesia dalam dompet. Sudah pasti akan membantu banyak kalau terjadi hal yang tidak diinginkan, seperti kecelakaan atau meninggal dunia, menimpa,” kata Konjen Mohamad Hery Saripudin.

Sebelum Ahmad dipulangkan, KJRI Jeddah mengirimkan berita kepada Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri RI dan pihak-pihak terkait lainnya di Indonesia untuk melakukan penjemputan di Bandara.

KJRI Jeddah juga memohon agar dilakukan pendampingan atau mengantar Ahmad hingga kampung halaman ibunya guna memastikan bahwa bocah yatim-piatu itu diterima oleh keluarga ibunya. [Antara]

Advertisement
Advertisement