April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

PMI Korban TPPO Sering Kandas Di Jalur Hukum Karena Hal Ini

2 min read

JAKARTA – Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Hermono mengatakan, banyak kasus pekerja migran Indonesia (PMI) atau yang sebelumnya disebut TKI  yang jadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) berujung buntu alias tidak diteruskan ke proses hukum.

Alasannya, karena pelaku yang terlibat TPPO itu mayoritas merupakan orang dekat PM itu sendiri. Hal ini membuat para PMI yang menjadi korban enggan meneruskan laporannya kepada penegak hukum.

Hal tersebut disampaikan Hermono dalam jumpa pers “Pengiriman TKI ke Luar Negeri, Peluang Sejahtera Bertaruh Nyawa” bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), yang diselenggarakan di Kantor LPSK, di Cijantung, Jakarta Timur, Kamis (5/4/2018).

“Hampir seluruhnya kasus-kasus yang pemberangkatan secara non-prosedural, yang potensial ada unsur TPPO, yang melakukan perekrutan orang dekat. Ada orangtua, paman, kepala desanya. Jadi waktu didorong buat laporan, dia nolak. Karena pelakunya banyak orang dekat,” kata Hermono.

Padahal, korban TPPO berpeluang dieksploitasi atau terjerumus bekerja di dunia terlarang seperti prostitusi.

Dengan keterlibatan orang dekat, PMI yang jadi korban lebih memilih untuk dipulangkan ke tempat asal daripada melanjutkan kasusnya ke jalur hukum. Contohnya, Hermono mengungkapkan, kasus prostitusi yang menimpa dua perempuan bersaudara asal Kendal, Jawa Tengah.

Kedua PMI itu menjadi korban perdagangan orang. Diduga, yang “menjual” mereka adalah tantenya sendiri.

“Tante sendiri yang jual. Masuk safe house Bambu Apus dia minta pulang. Prosesnya (hukum) dia (korban) enggak tahan,” ujar Hermono.

Dia mengatakan, tenaga kerja wanita Indonesia memang rentan menjadi korban perdagangan orang. Khususnya, mereka yang hendak bekerja menjadi asisten rumah tangga di luar negeri.

Pelaku yang merekrut korban memanfaatkan faktor kemiskinan keluarga PMI. Biasanya, korban berangkat karena orangtuanya telah diberi uang oleh pelaku. Kisaran uang yang diberikan perekrut kepada keluarga korban bervariasi mulai dari Rp 500.000, Rp 5 juta, hingga Rp 10 juta.

“Ini persoalannya adalah korban tahu kalau dia diproses hukum, akan terseret keluarga sendiri. Makanya dia, ‘Sudah, Pak’ (tidak melapor)'” ujar Hermono.

BNP2TKI tidak memiliki data PMI non-prosedural karena memang mereka berangkat melalui cara ilegal. Diperkirakan, dari sekitar 2,7 juta PMI di Malaysia, 54 persennya ilegal. Sementara, dari 700.000 PMI yang diperkirakan ada di Arab Saudi, sekitar 400.000 di antaranya ilegal.

“TKI yang berangkat non-prosedural ini sangat mungkin memenuhi syarat TPPO. Bahkan, yang berangkat secara prosedural pun, bisa nyerempet-nyerempet ke (kasus) TPPO,” ujar Hermono. [Robertus Belarminus]

Advertisement
Advertisement