April 19, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Ada Tebang Pilih Penuntasan Kasus Hoaks [?]

7 min read
Wartawan mengambil gambar mobil ambulans milik Pemprov DKI Jakarta yang ditahan di Halaman Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (26/09/2019) | ANTARAFOTO/Reno Esnir

Wartawan mengambil gambar mobil ambulans milik Pemprov DKI Jakarta yang ditahan di Halaman Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (26/09/2019) | ANTARAFOTO/Reno Esnir

JAKARTA – Baru-baru ini tudingan adanya penyebaran hoaks dalam peristiwa ambulans membawa batu menyita perhatian masyarakat. Sejumlah akun buzzer, bahkan akun resmi twitter Polda Metro Jaya dituding menyebarkan hoaks terkait peristiwa tersebut. Polisi diminta melakukan proses hukum terkait dugaan hoaks tersebut.

Sebenarnya, masyarakat boleh percaya kepada institusi Polri bahwa mereka akan melakukan proses hukum dalam peristiwa ini. Selama ini, institusi Polri dikenal sebagai salah satu institusi yang garang dalam menindak para pelaku hoaks. Penindakannya pun biasanya cepat. Siapa berbuat segera ditangkap, dan prosesnya tidak menunggu lama.

Contohnya adalah kasus hoaks yang melibatkan oleh artis sekaligus presenter Augie Fantinus (39) pada tahun 2018 lalu. Saat itu, tepatnya pada 11 Oktober 2018, Augie mengunggah video di akun media sosial miliknya, yang menuding seorang aparat kepolisian menjadi oknum calo tiket untuk pertandingan basket Asian Para Games. Belakangan, tudingan Augie itu tak terbukti benar.

Polisi bertindak cepat. Augie yang saat itu masih berada Kompleks Olahraga Gelora Bung Karno dibawa untuk dimintai keterangan. Keesokan harinya Augie sudah berstatus tersangka. Pihak Polda Metro Jaya pun memutuskan untuk menahan Augie. Proses hukum terhadap Augie terus berjalan hingga akhirnya ia divonis lima bulan penjara.

Kasus-kasus bernuansa hoaks lainnya pun biasanya disikapi dengan cepat oleh pihak kepolisian. Berdasarkan data yang dihimpun dari data Direktorat Siber Mabes Polri, diketahui pada periode Januari–Desember 2018 ada 52 kasus hoaks. Sebanyak 18 kasus telah diselesaikan hingga tahap pengadilan.

Sementara pada periode Januari hingga Juni 2019, Polri menangani 51 kasus hoaks. Sebanyak 32 kasus di antaranya telah diselesaikan.

Kini, keseriusan pihak kepolisian untuk menyelidiki dugaan hoaks di balik peristiwa ini juga menjadi perhatian untuk diselesaikan.

Merunut peristiwa ini, ada beberapa temuan. Pertama akun milik pegiat media sosial Denny Siregar mengunggah sebuah video melalui akun twitter pribadinya @dennysiregar7 pada Kamis, 26 September 2019 dini hari. Video itu disertakan caption “Hasil pantauan malam ini.. Ambulans pembawa batu ketangkep pake logo @DKI Jakarta,” tulis Denny.

Tak lama, video itu juga diunggah dalam media sosial akun twitter resmi Polda Metro Jaya @TMCPoldaMetro. “Polri mengamankan 5 kendaraan ambulans Pemprov DKI Jakarta yang digunakan untuk mengangkut batu dan bensin yang diduga untuk molotov di Pejompongan,” cuit akun @TMCPoldaMetro.

Dalam video yang diunggah @TMCPoldaMetro itu mempertontonkan seorang kepolisian menuding, mobil ambulans itu membawa batu untuk para pendemo.

“Ini ambulans pembawa batu, penyuplai batu untuk para pendemonstran,” kata seorang anggota Brimob dalam video itu.

Setelah melontarkan kata tersebut, petugas Brimob membuka pintu ambulans milik Palang Merah Indonesia (PMI) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta itu. Dalam video itu, petugas sempat menunjukkan wajah beberapa petugas medis yang ada di dalamnya. Petugas medis sempat membantah tuduhan itu.

“Ampun pak, kami bukan penyuplai,” ucap petugas medis di dalam mobil itu.

Video unggahan @TMCPoldaMetro itu mendapat beragam komentar dari warganet. Mereka mempertanyakan di mana batu yang disebut. Sebab, keberadaan batu itu hanya disebutkan tanpa ada potongan gambar yang memperlihatkannya.

Ragam komentar terus bermunculan di akun resmi milik Polda Metro Jaya tersebut. Tak lama berselang, cuitan di Twitter itu dihapus. Namun, video yang sama masih dapat diakses di akun sejumlah akun instagram pada hari yang sama.

 

Klarifikasi

Pada Kamis 26 September 2019, sekitar pukul 13.05 WIB, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat  Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono mengklarifikasi dugaan ambulans yang membawa batu untuk para pendemo itu.

Argo mengakui ada kesalahpahaman terkait video itu. Ia menjelaskan kejadian berawal saat video viral melalui akun @ TMCPoldaMetro yang menggambarkan mobil untuk membantu orang sakit maupun luka tersebut, ternyata ditemukan membawa batu dan bensin.

Ternyata, cerita sebenarnya adalah, saat itu, ada anggota Brimob yang bertugas mengamankan kericuhan dilempari batu oleh perusuh. Selanjutnya, perusuh itu membawa batu dan kembang api berlindung ke dalam mobil ambulans milik PMI dan Pemprov DKI.

“Jadi perusuh masuk ke mobil membawa dus berisi batu dan kembang api,” ucap Argo di Mapolda Metro Jaya, Kamis (26/09/2019).

Menariknya, Argo sempat menyebut bahwa cuitan Denny tersebut merupakan fakta.

“Faktanya ada batu di dalam mobil ambulans,” kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Jumat (27/09/2019).

Argo hanya mengatakan bahwa cuitan Denny Siregar saat ini tengah didalami oleh penyidik. Dia tidak memberikan pernyataan tentang kepastian Denny Siregar bakal diusut atau tidak terkait unggahannya.

“Penyidik nanti yang akan dalami,” ucap Argo.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Polisi Asep Adi Saputra mengatakan, polisi akan mendalami dugaan pelanggaran hoaks dalam unggahan akun media sosial milik Denny Siregar itu. Belakangan unggahan itu dihapus Denny.

“Nanti kita akan secara komprehensif ya, yang jelas kita memberikan informasi dulu kepada masyarakat itulah peristiwanya,” kata Asep di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (26/9).

Terkait apakah ada rencana pemberitaan teguran terhadap admin @TMCPoldaMetroJaya, Asep mengaku belum mendapat laporan. Meski begitu, dia akan menyampaikan hal tersebut ke Polda Metro Jaya.

Dinas Kesehatan Pemprov DKI Jakarta menjadi pihak yang dirugikan terkait tudingan ambulans menjadi penyuplai batu. Terkait hal ini Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta Widyastuti meminta pemulihan nama baik Dinkes DKI Jakarta terkait tudingan bahwa mobil ambulans membawa batu dan bensin saat aksi unjuk rasa yang berujung rusuh. Manalagi, hal tersebut sempat viral di media sosial melalui bentuk video.

“Kami minta ada rehabilitasi nama baik institusi Pemprov DKI Jakarta termasuk jajaran Dinas Kesehatan DKI Jakarta,” tutur Widyastuti.

Widyastuti mengaku, pihaknya menyediakan dukungan medis dalam aksi tersebut. Pasalnya, dia menyebut, pihaknya menerima permintaan surat resmi dari Polda Metro Jaya terkait penyediaan dukungan medis dalam bentuk ambulans.

Terhadap polemik ini, Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja menyayangkan sikap petugas yang mengunggah video tersebut ke media sosial. Pasalnya, hal tersebut bertolak belakang dengan sikap pemerintah yang terus membasmi unggahan berita bohong atau hoaks di media sosial.

“Amat disayangkan. Tapi sebenarnya itu bukan hoaks, karena fakta yang disebarkan. Sayangnya, informasi itu tidak di-cross check terlebih dahulu. Mungkin video itu muncul karena di-posting secara spontan,” kata Ardi, kepada Validnews, Minggu (29/9).

 

Memperkeruh Situasi

Meski demikian, Ardi menjelaskan, kebenaran video itu telah diklarifikasi oleh Polda Metro Jaya. Namun, bila ada pihak yang merasa dirugikan, masih dapat memproses kasus tersebut.

Ardi berpandangan, Polri memiliki aturan tersendiri untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Salah satunya memeriksa petugas yang mengunggah video tersebut. Menurut dia, hal ini merupakan bagian dari disiplin anggota kepolisian.

Kendati demikian, Ardi mengapresiasi sikap petugas yang menghapus video tersebut dari akun media sosial milik Polda Metro Jaya. Pasalnya, bisa saja, video tersebut menimbulkan gejolak baru di masyarakat yang memperkeruh kesalahpahaman.

Kesalahan pengunggahan video ini, kata dia, menjadi pembelajaran berharga bagi Polri dan masyarakat dalam penggunaan media sosial. Setidaknya, kesalahan itu membuat Polri dapat lebih bijak menggunakan media sosialnya.

Berbeda, Pakar keamanan Siber dari Communication & Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha menilai, viralnya video ambulans, bisa termasuk penyebaran hoaks.

“Itu akun Polda termasuk penyebar hoaks sebenarnya,” kata Pratama seperti dilansir Antara.

Pada prinsipnya, jelas Pratama, semua pihak bisa menjadi penyebar atau memproduksi hoaks, baik sengaja maupun tidak disengaja. Faktor kesengajaan bisa terjadi karena ada penyediaan informasi yang kurang baik sehingga terjadi kesalahan informasi atau missinformasi. Karena itu akun media sosial milik kepolisian seharusnya menjadi akun yang mencerahkan, bukan malah ikut memanaskan suasana.

“Yang jadi pertanyaannya apakah sang admin (pengelola akun)  ada di lokasi? Dari mana konten ambulans ditangkap itu didapat. Itu yang perlu ditelusuri,” ucap Pratama.

Dalam penuturan Pratama, sebelum akun TMC mengunggah, sudah ada akun buzzer yang

mengunggah video tersebut. Apabila akun resmi milik Polda Metro Jaya tersebut mengambil konten dari akun buzzer, hal tersebut sangat berbahaya.

Selain mengamankan akunnya masing-masing, para admin harus bisa memilah konten mana yang layak dinaikkan.

 

Proses Hukum

Bagaimanapun, penyebaran berita bohong terkait ambulans pembawa batu itu harus diproses hukum. Pasalnya, hal terebut dapat menunjukkan keadilan hukum di Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Muzakir, Jumat (27/09/2019).

Muzakir berpandangan, pihak yang dirugikan bisa saja melaporkan insiden itu kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Kasus itu, lanjut Muzakir, termasuk salah satu kejahatan HAM.

Sebab, kesalahpahaman dalam unggahan video itu menimbulkan fitnah dan merusak nama baik Pemprov DKI.

Menurut Muzakir, bantahan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya harus disertai bukti dengan hukum. Tujuannya, untuk mengungkap kebenaran atas pengunggahan hingga peristiwa yang terjadi di lokasi tempat pengambilan video itu. “Jadi jangan sekarang ketahuan terus minta maaf. Ya, jangan itu karena proses yang lama itu dilakukan secara sengaja sistematik gitu,” tegas Muzakir.

Berbeda, Anggota Komisi III DPR, Arteria Dahlan menilai bahwa admin yang mengunggah video tersebut tak perlu mendapat proses hukum. Pasalnya, Polda Metro Jaya telah memberikan klarifikasi dan meminta maaf kepada pihak terkait.

“Ini harus disikapi secara arif. Bagaimana? Namanya kerja seperti itu pasti ada kesalahan. Kalau ada kesalahan kan sudah diakui sebagai suatu kesalahan,” tutur Arteria.

Meski demikian, Arteria mengaku dewan telah meminta Polri untuk melakukan penyelidikan terkait unggahan video itu.

Tetapi, dia sepakat, bila pihak yang dirugikan tak terima maka dapat melaporkannya kepada polisi. Sebab, polisi memiliki mekanisme dan prosedur khusus untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

“Kalau keberatan bisa dilaporakan saja. Dan kalau memang salah ya diproses saja,” singkat Arteria.

 

Periksa Anggota Polri

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti menegaskan, anggota kepolisian yang mengunggah video tersebut perlu menjalani pemeriksaan secara internal baik secara etik maupun disiplin.

“Dalam situasi kerusuhan akibat tindakan-tindakan anarki kelompok massa seperti yang terjadi beberapa hari ini menjadi hal yang sangat mungkin jika terjadi salah bertindak aparat dan miskomunikasi,” kata Poengky, Sabtu (28/09/2019).

Memang, Polda Metro Jaya telah melakukan klarifikasi. Namun, langkah tegas tetap diamati publik.

“Polisi saat ini sudah menangkap tiga orang perusuh yang bersembunyi di ambulans tersebut dan mengamankan barang buktinya untuk dilanjutkan ke proses hukum. Saya rasa tindakan Polda Metro Jaya sudah cukup fair. Bagi sesama institusi Pemerintah, hal itu juga sudah cukup,” imbuh Poengky.

Terpisah, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar mengatakan, mestinya, Inspektur Pengawasan Daerah (Itwasda) Polda, Kompolnas, Dit Propam, hingga Ombudsman melakukan pemeriksaan terkait insiden salah unggah video di akun media sosial @TMCPoldaMetro itu.

“Harusnya Irwasda dan Komponas menyelidiki kenapa sampai ada penyebaran berita palsu. Saya tidak tahu kenapa mereka diam saja,” kata Haris,  Senin (30/09/2019).

Menurutnya, penyelidikan itu harus tetap dilakukan, meski, polisi telah melakukan klarifikasi terkait penangkapan ambulans yang diduga membawa baru itu.

“Kalau klarifikasi siapa juga bisa melakukannya. Proses hukumnya yang penting. Kalau diperiksa kan, apa penyebabnya, kenapa buat berita palsu dan kenapa ditarik lagi harus dibuka secara jelas,” lanjut Haris.

Langkah ini, menurutnya, harus dilakukan guna menghindari adanya pendapat bahwa proses hukum ITE layaknya senjata bermata dua.

Tak hanya pengunggah video di akun @TMCPoldaMetro saja yang perlu diselidiki, Haris berpandangan, pegiat Media Sosial Denny Siregar pun perlu diperiksa. Alasannya, Denny lebih dulu menggungah video tersebut di media sosial. [James Manullang/Visi Teliti Seksama]

Advertisement
Advertisement