April 25, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

AKU BUKAN DIRIKU : Pengakuan Korban Pemalsuan Data

4 min read

Sebelum merantau ke Hong Kong, aku lebih dulu bekerja di Singapura. Proses pendaftaran hingga ke negara tujuan begitu melelahkan. Aku yang berdomisili di Malang – Jawa Timur harus naik bis ke bis dan angkutan ke sebuah daerah di Jakarta Selatan, yang kemudian dijadikan satu dengan calon TKW lainnya. Tempat kumuh itu tidak bisa aku lupakan hingga kini. Aku Mirna, saat ini berusia 33 tahun. Usia yang bukan lagi remaja, usia yang mulai dipermasalahkan ayah dan ibu di kampung sana.

”Sampai kapan, Ndhuk… ayah dan ibu sudah ingin menimang cucu. Segeralah pulang, uang tidak akan habis dicari.” Pesan mereka beberapa hari yang lalu lewat video call.

Yang akan aku kisahkan ini bukan kisah jombloku, melainkan sebuah cerita semasa di BLK (Balai latihan Kerja) Jakarta. Saat proses membuat paspor belum tiba pada namaku, aku ditawari petugas PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) untuk menggunakan paspor yang sudah jadi, namun yang bersangkutan mengundurkan diri. Waktu itu aku ingin sekali cepat sampai Singapura, segera mengais dolar dan mengirimkannya ke ayah ibu di kampung. Akhirnya, aku menerima tawaran itu. Keputusan yang sangat salah dan merugikanku di suatu hari.

Namaku berganti Suyati binti Askan, kelahiran Blitar, 12 Juli 1979. Padahal nama asliku Mirna Kusuma, kelahiran Malang, 16 April 1984. Waktu itu aku tidak berpikir panjang, hanya ingin segera bekerja. Foto dan tanda tangan ya milikku, meski namaku Suyati. Butuh perjuangan keras untuk menjadi nama itu, majikan dan agen memanggilku Ati.

Berhubung aku hanya mengurus 10 ekor kucing dan memasak, aku tidak dibingungkan dengan komunikasi antara majikan dan saudaranya. Miss Ling masih single, belum menikah. Kekasihnya hanya datang pas malam Minggu. Syukurlah, setidaknya hanya sedikit orang yang memanggilku Ati, Suyati dan Yati.

Aku bertahan dengan nama itu sudah hampir 14 bulan. Hebat kan? Meski hatiku selalu berkata ”Aku bukan diriku”, kerjaan selalu baik dan rapi. Namun, menginjak bulan ke-16 majikan mulai curiga dengan nama dan usiaku. Wajah remaja ’79 dengan ’84 kan beda?

”Ati… Kamu beneran kelahiran 79? Wajah dan kelakuanmu masih seperti anak SMA. Jangan-jangan kamu masuk Singapura dengan data palsu?” Miss Ling mengajak ngobrol santai setelah makan malam hari itu.

Of Course, Mam. Saya kelahiran 79, mungkin saya memang berwajah baby face. Jadi, tidak kelihatan tua,” elakku. Selalu dan selalu begitu… Dari kejadian hari itu, aku mulai was-was, pikiran mengambang tanpa tujuan. Kadang melamun memikirkan ”kalau-kalau ketahuan aku bernama Mirna”. Hingga suatu hari, majikan memanggilku Ati, namun aku tidak menjawab. Tidak hanya satu dua kali, berkali-kali.

What are you doing? Kenapa tidak menjawab panggilanku?” Majikan sudah masuk kamarku, menyaksikan barang-barangku dan diary itu. Deg… Majikan bisa membaca isi diary itu. Dia menganga tak percaya bahwa pekerjanya beridentitas ganda, eh, palsu.

”Namamu Mirna? Rumahmu di Malang? Oh, no… Kamu berdusta, ini tidak baik. Aku akan melaporkanmu ke polis besok.” Tanpa dinyana, respon majikan seperti itu, tidak mau mengerti dan mendengarkan penjelasanku.

Whatever. Sekarang kamu kasih makan Rocky, tadi aku memanggilmu puluhan kali. Aku mengira kamu ketiduran.” Tutup Miss Ling malam itu.

Aku tidak bisa tidur, memikirkan banyak hal. Lalu, sebuah rencana tersusun rapi. Bismillah, kabuur Ya, aku kabur. Takut majikan benar-benar melaporkanku ke polisi Singapura. Aku tidak mau masuk penjara dengan tuduhan memalsukan identitas. Diary-ku masih disimpan Miss Ling, aku benar-benar takut. Berbekal uang seadanya aku mulai menekuri Orchid Road, tujuanku kantor agen. Namun, hatiku membatalkannya di tengah jalan. ”Agen pasti berpihak ke majikan,” batinku.

Setelah pikir sana-sini, aku memutuskan untuk menuju Kedutaan Indonesia di Singapura. ”Hei… Aku tidak hapal jalan.” Aku beranikan tanya kepada penjaga toko roti di Pasar Orchid.

Akhirnya aku sampai di KBRI di Singapura. Aku langsung memohon bantuan untuk diizinkan pulang. Memohon memintakan paspor ke agen dan minta gaji ke Miss Ling. Meski harus menunggu lama, hampir tiga minggu. Akhirnya aku bisa pulang, masih dengan nama Suyati binti Askan kelahiran Blitar.

Tampak Miss Ling di Changi Airport, memeluk dan menasehatiku agar bekerja dengan jujur dan berani benar. Yap, pesan itu selalu kuingat hingga kini. Ternyata menjadi orang lain itu tidak mudah, Kawan. Jadilah diri sendiri yang apa adanya. Jangan hanya ingin cepat kerja, nama dan alamat dipalsukan.

”Kamu harus punya pendirian, Mirna.” Kata-kata ini kutemukan di halaman belakang diary-ku yang sempat dibawa majikan. Syukurlah ia tidak melaporkanku. Ah, coba kalau aku masih mau dituakan saat daftar ke Hong Kong, pastinya saat ini aku akan bingung mengisi nama lengkap di kertas ujian Kelas Persamaan Kejar Paket C di sini.

Masih mau merantau dengan data palsu? Aku mantap mengatakan TIDAK. Perjuangkanlah nama, umur dan alamat asli kalian. Bila kalian menolak dengan tegas untuk dituakan atau apalah sama PJTKI, insyaallah pemalsuan data makin terminimalisasikan. Toh, kita tidak tahu kejadian setelah hari ini. Be Honest, Be Yourself. [Dituturkan Mirna kepada Anna Ilham dari Apakabaronline.com]

Advertisement
Advertisement