April 18, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Biaya Membesarkan Satu Orang Anak Lebih Mahal Dibanding Biaya Membuat Satu Rumah

8 min read

Tanpa terasa, ternyata anak saya sudah 3 setelah sekian tahun lamanya menunggu kelahiran anak pertama, kelahiran anak kedua kemudian yang ketinga berlangsung dalam jarak yang tidak sepanjang penantian lahirnya anak pertama. Bahagia ? Sudah pasti.

Konsekwensi yang tanpa disadari namun terjadi, ternyata beda sekali antara saat masih punya satu anak dengan kondisi sekarang sudah punya 3 anak. Konsekwensi yang baru belakangan terasa adalah konsekwensi pembiayaan.

Topik apa yang ada di benak teman-teman kalau tau ada temen yang punya anak 3 atau lebih? Yes, BIAYA. Pasti dah. Jangankan punya 3 anak, punya 1 anak saja yang jelas sudah harus ada biaya tambahan yang muncul dalam keluarga.

 

Biaya membesarkan anak di Indonesia

Nah pertanyaan paling penting, berapa biaya yang dibutuhkan untuk membesarkan (satu) anak di Indonesia? Tidak banyak referensi yang bisa dicari tentang ini.

Riset dari Kreditgogo.com

Ada artikel dari kreditgogo.com yang mengatakan bahwa kebutuhan biaya membesarkan anak sampai berusia 22 tahun di Indonesia adalah sebesar Rp 438juta.

Setuju sih kalau dibilang biayanya lebih mahal dari rumah, tapi saya kurang setuju dengan detail perhitungannya. Ngga salah, tapi terlalu konservatif, hehehe… Coba bagi yang sudah punya anak, tolong diperhatikan detail di infografis di atas. Biaya pendidikan anak misalnya. Di tulisan saya sebelumnya tentang biaya pendidikan anak, jauh sekali dari asumsi hitungan di atas.

Ambil contoh tentang biaya pendidikan untuk usia SD. Disebut biaya bulanan Rp 600ribu, sudah termasuk biaya baju, buku, ongkos, jajan dan les. Ayo bapak-bapak ibu-ibu, yang total biaya SD anak nya per bulan cuma segitu ngacuuuung…. hehehe. Apalagi yang sekolah di kota besar kayak Surabaya atau Jakarta. Buat bayar biaya antar jemput anak pertama saya aja kurang tuh. Apa kabar uang pangkal sekolah?

Jadi ingat beberapa tahun lalu, teman yang menjadi seorang kepala divisi di salah satu anak usaha BUMN. Sudah agak berumur, dengan anak bungsu yang masih di kelas 5 SD. Uang jajan hariannya (untuk di sekolah dan tempat les) saja Rp 50.000. Sebulan minimal Rp 1 jutaan tuh, hanya untuk jajan. Ngalah-ngalahin pengeluaran harian orang kerja tuh, hehehe…

 

Riset dari Tirto.id

Ada lagi nih yang saya temuin, sebuah artikel tentang biaya membesarkan anak dari tirto.id. Nah ini kayaknya masuk akal, walaupun sepertinya masih konservatif juga. Berapa biaya untuk membesarkan seorang anak di Indonesia sampai berumur 21 tahun? Katanya sih Rp 2.94 Milyar. Wow!! Itu dengan asumsi umur 21 tahun sudah kerja lho. Gimana kalau belum? Naaah…

ika dihitung biaya per tahun, artinya dibutuhkan biaya Rp 140juta per anak. Atau dengan kata lain, untuk membesarkan seorang anak di Indonesia, dibutuhkan biaya rata-rata Rp 11,7 juta setiap bulannya. Apa kabar yang beranak 3 kayak saya? Kalau punya usaha, duit segitu mah sudah bisa menggaji 3 orang karyawan dengan standar UMP Jakarta, hehehe…

Saya juga suka tuh kata “SIAP?” besar di pojok kanan bawah. Bener banget. Sudah siapkah kita mengejar Rp 3 Milyar untuk membesarkan 1 orang anak di negara kita tercinta ini? Pasti bisa, asalkan direncanakan dengan baik.

 

7 Cara Menghemat Pengeluaran Untuk Anak

Lupakan sedikit mengenai biaya-biaya bombastis di atas. Bisa stres sendiri  ntar, hehehe. Coba deh kita lihat anggaran keluarga kita masing-masing, khususnya pos-pos pengeluaran yang melibatkan anak. Coba dicek lagi, apakah ada penghematan yang bisa kita lakukan untuk saat ini? Lumayan kan, penghematannya bisa dialokasikan sebagai investasi untuk tujuan masa depan si anak sendiri.

Berikut adalah langkah-langkah yang telah saya terapkan selama ini, berdasarkan pengalaman membesarkan seorang anak yang saat ini hampir berusia 7 tahun dan dua anak kembar berusia tepat 2 tahun. Ini pengalaman saya lho, bukan berarti paling benar dan paling lengkap. Semoga bisa jadi masukan dan bahan kita berdiskusi lebih lanjut.

 

#1 Siapkan anggaran khusus untuk anak

Mumpung  suasana masih ada euforia resolusi, coba deh masukan anggaran khusus anak dalam perencanaan keuangan keluarga kita. Mulai dari biaya sekolah (termasuk uang sekolah, jajan, antar jemput, les di sekolah, biaya buku, dll), biaya les di luar sekolah, biaya pakaian, mainan dan hadiah ulang tahun.

Untuk biaya yang berkaitan dengan sekolah dan pendidikan ketakar lah ya, umumnya sudah dimasukan dalam anggaran keluarga bulanan. Tapi lain cerita untuk biaya pakaian, mainan dan lain-lain yang bersifat hiburan. Sering banget jadi sumber kebocoran anggaran.

Contohnya saya aja, berkaitan dengan hiburan untuk anak. Pas menjelang akhir tahun kemarin, tau-tau di Kemang Village ada mainan trampolin dengan area yang super luas. Biayanya? Per 30 menit Rp 80ribu (weekend), atau Rp 60ribu pas hari biasa. Karena itu bertepatan dengan liburan sekolah, dan Kemang Village adalah tempat keluarga saya berbelanja mingguan, jadilah mesti ada beberapa kali main di trampolin itu. Tiap weekend plus 1-2x di hari kerja.

Solusinya, masukan anggaran untuk mainan dan hiburan anak ini dalam anggaran keuangan bulanan. Misalnya, bikin deh anggarannya Rp 500ribu per bulan. Ini juga berfungsi sebagai plafon, jangan sampai lewat. Jika mau digunakan silakan, tidak akan mempengaruhi kondisi cashflow, karena memang sudah dianggarkan. Kalau ternyata tidak digunakan bisa dialokasikan untuk tujuan lain. Aman kan…

 

#2 Tidak selalu membeli pakaian mahal

Anak itu bertumbuh dengan sangat cepat. Baju sebagus apapun paling cuma tahan beberapa bulan, iya ngga? So daripada berbelanja produk-produk mahal, coba kunjungi toko-toko perlengkapan bayi dan anak yang banyak menjual produk dengan harga murah.

Bagi yang suka berburu barang-barang ini di Bandung pasti tau lah ya toko-toko baju bayi dan anak yang murah. Atau bisa juga sambangi Baruna Fashion Warehouse untuk fashion anak #jadi ngiklan#. Atau berburu barang diskonan, asal jangan jadi kebablasan belanja.

Pakaian bagus dengan harga mahal tetap perlu sih, terutama untuk acara di luar rumah. Bisa dikombinasikan dengan produk biasa untuk busana sehari-hari.

 

#3 Tidak selalu membeli mainan mahal

Begitu juga dengan mainan. Saya berkali-kali beli mainan yang (saya pikir) bagus untuk anak-anak saya. Cuma bisa geleng-geleng saat si kembar lebih memilih main bola-bola plastik atau Hotwheels dan mainan bekas abangnya daripada mainan-mainan Fisher Price yang harganya lumayan.

Coba, berapa banyak penghematan yang bisa dilakukan jika saya bisa menahan diri dan tidak membeli mainan-mainan mahal (padahal beli pas sale) yang akhirnya hanya menuh-menuhin lemari mainan anak?

Belakangan hasil dari blogwalking, saya malah menemukan beberapa mainan montesori yang simpel, murah namun lucu dan seru. Baru mulai praktek sih ke si kembar, dan lumayan juga hasilnya. Stiker dan kertas ternyata bisa lho lebih menarik daripada kepiting-kepitingan yang bisa jalan sendiri sambil bunyi-bunyi, hehehe…

Balik ke poin #1, jika misalnya teman-teman memiliki anggaran untuk mainan sebesar Rp 500ribu per bulan, artinya ada hampir Rp500ribu per bulan yang dapat dihemat karena mainan-mainan montesori ini. Diinvestasikan dengan rate 10% aja, dalam 5 tahun bisa jadi Rp 40 juta, hehehe…

 

#4 Memanfaatkan promosi popok

Popok adalah salah satu pengeluaran yang lumayan tinggi bagi keluarga muda, setuju buibu?? Apalagi yang punya anak kembar. Sehari perlu popok 10-12 biji. MamyPoko pants isi 28 seharga sekitar Rp 119ribu, cuma cukup untuk 3 hari. Jadi dengan harga normal, kira-kira biaya popok saya per bulannya adalah Rp 1.2juta.

Apa yang saya lakukan? Nyetok saat murah. Kebetulan dulu saat si kembar baru lahir, mereka sempat beberapa bulan tinggal di rumah mertua di Bandung karena istri saya butuh tambahan bantuan dalam menjaga mereka. Kebetulan rumah mertua dekat dengan toko Griya, yang saat itu sering sekali menggelar promo produk popok.

Hasilnya? Tahun 2015 lalu saya pernah punya rekor nyetok kebutuhan popok sampai 6 bulan ke depan (total sekitar 2.000 pieces). Terdiri dari berbagai macam merk, yang penting lagi diskon aja. Orang lain investasi di saham, saya investasi di popok, hehehe…

Hal ini masih saya lakukan sampai sekarang. Tiap mampir ke supermarket or minimarket manapun, saya selalu mampir di rak popok. Dengan berat badan si kembar sekarang (kebutuhan popok tipe pants ukuran L), patokan untuk mempertimbangkan membeli popok adalah jika harga per lembarnya diantara 2.500 – 2800. Jika harga dibawah itu? Ngga perlu mikir. Sikaatt…

Di hitungan saya, dengan sistem borong saat murah, saya bisa berhemat sampai Rp 400.000 per bulannya. Memang jadinya butuh dana besar di depan, tapi okelah dengan potensi penghematan yang terjadi. Jika diinvestasikan dengan imbal hasil 15% per tahun, dalam 10 tahun akan menjadi Rp 110juta, hehehe…

 

#5 Bijak memilih les tambahan

Sebelumnya anak pertama saya adalah member di klub olahraga anak yang lagi ngetop dan buka di banyak pusat perbelanjaan beken di Jakarta. Lumayan tuh, dengan Rp 800an ribu per bulan, anak saya bisa mengikuti beberapa kelas olahraga sekaligus.

Tapi lama-lama seiring dengan niat anak saya yang ingin latihan lebih serius, saya mulai mencoba mencari tempat olahraga di tempat lain. Akhirnya, ketemu tempat les olahraga di Ragunan. Bukan promosi lho ya, cuma intinya adalah, coba fokus pada apa yang diinginkan oleh anak dan berikan pelatihan yang sesuai. Biasanya akan lebih murah biayanya.

Dalam kasus saya, penghematan per bulan saya adalah sebesar Rp 650ribu. Belum lagi jika memperhitungkan jarak yang lebih dekat dan parkir yang jauh lebih murah. Dengan investasi di rate 10% per tahun, dalam 3 tahun ke depan bisa tuh dapet TAG Heuer Aquaracer, hehehe…

 

#6 Ajari anak untuk menabung

Mengajarkan anak menabung adalah salah satu hal yang sedang saya terapkan saat ini, dan so far berjalan dengan baik. Kenapa ini bisa menjadi cara yang baik untuk berhemat? Karena anak jadi belajar untuk membeli barang-barang yang diinginkan dari penghematan uang jajan yang diperoleh.

Beberapa kali anak saya membeli sendiri mainan ataupun makanan yang diinginkan saat sedang berjalan-jalan di mall. Lumayan lah, dengan menabung per hari Rp 2.000 perak saja, itungan kasarnya tiap minggu jadi berhemat Rp 10.000 untuk pengeluaran anak ini.

Jangan anggap enteng penghematan Rp 40.000 per bulan lho. Dengan rate 20% per bulan, dalam 20 tahun bisa jadi Rp 125 juta tuh. Mmm, rada maksa sih bikin simulasinya, hehehe…

 

#7 Ganti layanan internet dengan yang lebih murah

Siapa yang anaknya sekarang ngga dikasih main handphone? Ada sih pasti, tapi saya yakin pasti cuma sebagian kecil, hehehe. Anak sekarang mah canggih, youtube sudah bukan barang asing. Bahkan si kembar yang belum genap 2 tahun pun sudah sangat familiar dengan video-video pendek youtube ini.

Memang sih gadget tidak bagus untuk anak. Tapi ya gimana yah? #garuk2kepala# Di rumah saya, dan banyak juga saya temui di keluarga teman-teman saya, larangan gadget berlaku untuk hari sekolah. Saat libur, boleh main gadget. Tapi saat ini aturan itu cuma berlaku untuk anak yang pertama. Larangan untuk si kembar berlaku tergantung pada tingkat ketabahan papa mamanya menghadapi kerewelan sistem keroyokan mereka berdua. Suseeh…

So, setiap bulan saya dan istri harus keluar biaya tambahan untuk paket data internet sekitar 500ribu (pulsa di HP dan Bolt). Parah. Untungnya per awal tahun ini saya mendapatkan penawaran TV kabel plus internet fiberoptic (unlimited) yang menarik. Jika ditambah biaya TV kabel rumah, maka sebelumnya pengeluaran untuk TV dan internet saya (mayoritas hanya untuk pemakaian anak) per bulan di angka Rp 900ribu.

Dengan tawaran baru ini, saya cuma keluar maksimum Rp 500ribu per bulan. Apalagi penggunaan internetnya tanpa batasan, saya dan istri pun jadi mengehemat penggunaan paket data pribadi. Untuk sekarang harga paket TV + internet ini malah lebih murah lagi karena masih diskon 50% selama 6 bulan.

Intinya begini, karena anak sudah demikian dekatnya dengan dunia internet, banyak orang tua yang merelakan gadgetnya dimainkan oleh anak tanpa menghitung penggunaan pulsa tambahan ini. Hati-hati, karena ini potensial sekali menimbulkan kebocoran anggaran keluarga yang tidak disadari. Jadi, batasi kebocoran ini dengan memilih provider yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan.[Keluarga Muda]

Advertisement
Advertisement