April 25, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Cadar, Celana ‘Cingkrang’, dan Terorisme

4 min read

“SAYA jadi takut sendiri,” kata Elvhie bercerita ketika dirinya melihat satu keluarga mengendarai sepeda motor, melintas di depannya. Bukan tanpa alasan, penampilan si keluarga ini memang terlihat agak mencolok.

Perempuan asal Lenteng Agung Jakarta Selatan ini mengatakan, mereka menggunakan atribut Islam lengkap. Bapaknya, pakai jaket dan celana ‘ngatung’. Lalu, si Ibu pakai jilbab lebar, plus cadar. Dan, bawa anak kecil.

Kebetulan, saat itu Elvie lagi berdiri di depan Kantor Polsek Pasar Minggu menunggu jemputan dari ojek online. Tiba-tiba saja, keluarga pengendara motor itu melintas, berjalan pelan. “Langsung lemas aja. Takut,” ujarnya.

Entah mengapa, stigma terhadap kelompok-kelompok yang justru ingin menjalankan Islam secara “total”, mendadak berubah. Ya, apalagi penyebabnya kalau bukan karena terduga pelaku terorisme.

Akhir-akhir ini, semua topik perbincangan publik memang terfokus pada aksi bom bunuh diri di sejumlah gereja Surabaya pada Minggu, 13 Mei kemarin. Di tambah, ledakan di Rusunawa Sidoarjo dan Mapolresta Surabaya.

Masyarakat merasa agak takut dengan sekelompok orang yang punya gaya serta tampilan “khusus”. Tanpa ba..bi..bu, label teroris terhadap mereka langsung melekat. Pertanyaannya, salahkah cadar atau celana “cingkrang”?

Bukankah semua itu cuma sekadar atribut. Pun begitulah Islam seharusnya. Petinggi polisi saja mengakui, tidak ada yang salah dengan mereka. Sebab, itulah cara mereka mengadopsi keyakinan sesuai syariat Islam.

Jeritan Hati Anak PMI Yang Ditinggal Ibunya Menghilang Selama 16 Tahun : “Kalau Menikah, Wali Eti Nanti Siapa Bu ?”

Hal itu diungkapkan Karomisinter Divhubinter Polri, Brigjen Pol Krishna Murti, dalam akun Instagram @krishnamurti_91 pada Selasa, 15 Mei kemarin.

“Wanita menutup aurat dengan jilbab ataupun bercadar, adalah pilihan berdasarkan keyakian masing-masing. Jangan kalian cap dengan label yang tidak baik, menutup aurat adalah kewajiban yang diajarkan Nabi.”

Bukan cuma itu, ia juga bilang bahwa laki-laki berjenggot adalah sunnah Rasul. Kemudian, menggunakan celana di atas mata kaki, tak selalu anggota kelompok kaum radikal. Justru, itulah upaya supaya ibadah mereka diterima.

“Dalam Islam, kita diajarkan untuk tidak menggunakan celana yang menyapu lantai. Dalam salat, kita diajarkan menaikkan celana di atas mata kaki, agar diterima salat kita,” ungkap kembali Krishna Murti.

Lalu, ia berpesan supaya tidak memberikan label kepada seseorang hanya karena penampilannya saja. Karena, banyak kejahatan yang bersembunyi di balik sebuah penampilan. Misal, memakai jas, pakai batik, dan lainnya.

“Kita berperang terhadap kejahatan, bukan manusia,” tutup dia. Pada akhir posting-an Instagramnya itu, ia mendorong supaya publik, termasuk netizen tak buru-buru berburuk sangka terhadap sekelompok orang tertentu.

Kemarin (red, Selasa), tersiar kabar bahwa ada seorang perempuan muda bercadar dipaksa turun dari bus umum di Terminal Gayatri, Tulungagung, Jawa Timur. Padahal, ia adalah santri di Pondok Pesantren kawasan Tulungagung.

Begitu juga di Simpang Lima, Semarang. Seorang santri mengenakan peci serta sarung digeledah polisi. Ketika itu, ia membawa ransel dan bungkusan kardus, di mana isinya adalah pakaian. Tapi, polisi sudah keburu curiga.

Mengapa atribut Islam kini menjadi sasaran kecurigaan semua orang? Ya, karena para terduga pelaku teror bom kemarin, melancarkan aksinya dengan tampilan mencolok. Belum lagi, kabar-kabar yang berembus di pemberitaan.

Semisal, terduga teroris di Bekasi berinisial MI, di mana istrinya selalu terlihat menggunakan cadar. Begitu juga, penangkapan di Malang. Si istri tampak tertutup dan kerap menggunakan cadar saat keluar rumah.

“Istri dan anak sulung perempuannya kalau kemana-mana pakai cadar. Jadi, kami sendiri tidak mengenal jauh wajah mereka,” kata Ellyah seperti dilansir Tribun, seorang warga Singosari Malang, tetangga terduga teroris, SA.

Hal ini diperkuat lagi dari rekaman video yang beredar saat pengeboman di halaman parkir Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jalan Diponegoro Surabaya. Ia bersama dua orang anaknya menggunakan jilbab panjang, plus cadar kan?

Bukan cuma warga dan Polri yang merasa ngeri, dan curiga terhadap aksi terorisme. Belum lama ini, Mabes TNI AD juga sempat dihebohankan gonjang-ganjing aksi teror bom bunuh diri. Lantaran insiden “tabrak pagar”.

Satu keluarga mengendarai motor matic, mendadak menabrak pagar Mabes TNI AD Jakarta pada sekitar pukul 19.00 WIB, Senin, 15 Mei lalu. Mereka membawa ransel hitam besar, diduga sebuah bom.

Tim Gegana pun dikerahkan, keluarga tersebut diamankan. Bahkan, dipasang jarak radius 100 meter bagi warga yang tengah menontonnya. Tapi, selang beberapa menit kemudian, baru terungkap bahwa insiden ini murni keteledoran pengendara.

Mereka adalah keluarga yang hendak pulang kampung ke Semarang, menuju Stasiun Pasar Senen. Isi dalam tas hitam tersebut, cuma pakaian dan kebutuhan bayi. Tabrakan dikarenakan sang Istri bikin kaget suaminya.

Nah, karena bobot di motor itu lagi berat-beratnya, otomatis si suami langsung hilang keseimbangan, dan menabrak pagar Mabes TNI AD.

Anggota DPD asal Sumatera Utara, Dedi Iskandar Batubara, juga mengatakan bahwa perlunya desain dalam penanganan tindak pidana terorisme yang lebih profesional. Atribut Islam, kata dia, tak melulu identik dengan terorisme.

“Saya keberatan dengan cara-cara begini, besok-besok saya yang terbiasa menggunakan sarung dan berjanggut ini pun akan dicurigai sebagai teroris,” kata dia di Medan, seperti dilansir Antara.

“Apakah kemudian dugaan demi dugaan itu harus menyasar ke mereka, yang secara zahir terlihat taat menjalankan agama dan kepercayaannya.”

Pemerintah harus punya desain penanganan tindak pidana terorisme yang lebih profesional dan mengedepankan kemanusiaan, tutup Dedi.

Ingat dulu kasus Bom Thamrin pada Januari 2016 lalu. Apakah pelaku menggunakan atribut Islam? Tidak! Justru, mengutip pernyataan Krishna Murti, mereka lah penjahat yang bersembunyi di balik penampilan.

Meme warganet ramai bicara soal penampilan terduga teroris tersebut. Apalagi kalau bukan gaya serta barang-barang branded yang dikenakan. Seperti topi Nike, sepatu Adidas, kaus oblong dan celana jeans.

Dan, adakah hubungan cadar, celana “ngatung”, janggut dengan terorisme? [Andi Mohammad Ikhbal]

Advertisement
Advertisement