April 20, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Cukup Tamat SD-SMP Saja, Hong Kong dan Taiwan Primadona Calon PMI Blitar

4 min read

BLITAR – Sulitnya lapangan pekerjaan di daerah, membuat warga pedesaan di Indonesia ini lebih memilih jadi perantauan. Seperti di Kabupaten Blitar ini, sedikitnya 400 orang tiap bulannya harus meninggalkan keluarganya dan mengadu nasib ke luar negeri.

Akibat tingginya minat jadi pahlawan dolar (sebutann lain PMI), sehingga jumlah pekerja migran Indonesia (PMI di Kabupaten Blitar mencapai 6.500 orang. Itu terdiri laki-laki dan perempuan. Jumlah itu diketahui setelah sejak tahun 2017 lalu itu, ada aturan baru bagi calon PMI. Yakni, bagi mereka yang akan jadi PMI harus tercatat di Disnaker setempat dan harus memiliki ID (identitas card) PMI (pekerja migran Indonesia). Biasanya, itu yang menguruskan adalah PT atau PJTKI yang akan memberangkatnya.

Sebab, sebelum mereka diberangkatkan ke negara tujuannya, para calon PMI itu harus dilatih dulu selama beberapa bulan. Misalnya, kalau mau ke Hongkong atau ke Taiwan, calon PMI itu harus bisa bahasanya, masakannya, dan paham tata cara atau budayanya.

Sehingga, kalau sudah bekerja di sana, misalnya jadi pembantu rumah tangga, mereka tak kesulitan atau ada masalah dengan majikannya. Dari sekian jumlah PMI itu, adalah 80 persen, mereka bekerja di Taiwan dan Hongkog. Selebihnya adalah Singapura dan Malaysia.

“Kebanyakan mereka yang bekerja ke Taiwan dan Hongkong adalah perempuan. Dan, mereka adalah bekerja sebagai asisten rumah tangga dan hanya sedikit yang bekerja di perusahaan,” kata Haris Susianto, Kadisnaker Pemkab Blitar, Minggu (2/8/2018) sebagaimana dinukil dari Harian Surya.

Bedanya dengan dulu, papar dia, sekarang ini lebih ketat aturannya untuk jadi PMI. Mereka tak bisa sembarangan berangkat, tanpa lewat atau terdata di disnaker setempat. Jika dulu, misalnya, warga Kabupaten Blitar diam-diam bisa berangkat lewat mana saja, bahkan ada banyak yang lewat Batam. Cara, mereka lewat calo dan diuruskan paspor di Batam, dengan memanipulasi identitasnya. Namun, sekarang ini, tanpa memiliki kartu PMI yang dikeluarkan disnaker setempat, mereka tak akan bisa berangkat, meski lewat calo atau PJTKI yang sangat bonafid.

“Itu karena syarat penerbitan kartu PMI itu tak mudah alias nggak gampang dipalsukan. Di antaranya, itu harus sesuai identitas yang bersankutan, seperti KTP, dan dilengkapi izin orangtua yang masih bujang. Untuk yang sudah berkeluarga, mereka harus izin pasangannya secara tertulis,” paparnya.

Meski izin keluarganya sudah lengkap, namun PJTI pun sekarang ini tak mudah memberangkatkannya seperti dulu. Kalau sekarang ini, izin PT-nya juga harus hidup dan jelas alamatnya atau kantornya. Bukan seperti dulu, banyak kantor PJTI yang abal-abal karena permainan para calo, yang mengaku PJTI.

“Misalnya, calon TKI itu lewat PT yang alamatnya bukan di Blitar, seperti kebanyakan di Surabaya atau di Jakarta. Itu boleh-boleh saja, namun kepengurusan dokumennya, seperti paspor yang bersangkutan (calon TKI) itu, ya tetap harus diurus di Imigrasi Blitar. Jadi, alamat TKI nanti tak bisa dipalsukan. Jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan bagi TKI kelak, mereka dengan mudah terlacak,” terangnya.

Tak seperti PMI yang mengalami musibah selama ini. Mengapa, mereka kebanyakan datanya atau alamatnya sulit ditemukan, meskipun memang orang Blitar? Itu karena mereka berangkatnya di saat belum ada aturan seketat sekarang ini. Kebanyakan mereka berangkat sudah lima sampai 10 tahun lalu. Bahkan, dulu tak sedikit ada PMI asal Kabupaten Blitar, namun alamatnya dipalsukan. Itu karena mereka mengurus paspornya bukan di Imigrasi Blitar.

“Untuk sekarang, tak bisa seperti itu. Tanpa ada kartu PMI, mereka tak akan diterima di PT yang akan memberangkatnya tersebut, bahkan agen yang ada di luar negeri pun tak akan menerimanya,” paparnya.

Mengapa Hongkong dan Taiwan jadi tujuan para PMI? Menurut Haris, itu karena gajinya cukup besar dibandingkan di negara Asia lainnya. Untuk seorang pembantu rumah tangga saja, yang ijazahnya kebanyakan SD dan SMP, rata-rata gajinya setiap bulan Rp 7 juta. Dan, kontraknya pun kini cukup ketat, yakni rata-rata dua tahun, kemudian ditambah setahun lagi.

Bagaimana kalau sudah tiga tahun atau kontraknya sudah habis, kemudian mereka harus balik bekerja ke Hongkong atau Taiwan lagu menurut Haris, ya nggak apa-apa. Namun demikian, mereka harus mengurus kelengkapan dokumennya lagi, seperti saat tiga tahun dulu ketika awal jadi TKI.

“Cuma, bedanya karena mereka sudah pengalaman atau eks Hongkong atau Taiwan, maka tak se-jlimet seperti dulu. Artinya, mereka sudah tak harus tinggal di kantor PJTKI lagi untuk belajar bahasa atau belajar tata cara hidup di sana. Mereka cukup mengurus surat kelengkapan di sini saja,” jelasnya.

Ditambahkannya, karena minat jadi PMI itu cukup besar, maka Kabupaten Blitar masuk kategori nomer dua jumlah PMI-nya terbanyak di Jatim setelah Ponorogo. Apa sisi baiknya bagi keluarga yang ditinggalkan atau buat Kabupaten Blitar? Menurutnya, ada banyak sisi positifnya, di antaranya mampu meningkatkan taraf ekonomi keluarga dan desanya.

Kebanyakan, desa yang banyak PMI-nya ittu, lebih maju atau setidak-tidaknya ekonomi keluarganya jadi terdongkrak. Kebanyakan, desa yang banyak PMI-nya ittu, lebih maju atau setidak-tidaknya ekonomi keluarganya jadi terdongkrak.

“Misanya, dulu yang belum punya rumah, kini sudah membangun rumah yang baik setelah jadi TKI tiga tahun. Bahkan, banyak yang punya usaha sendiri,” pungkasnya. []

Advertisement
Advertisement