April 16, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Dengki; Pantesan “Ngoceh” Terus Tiada Henti

4 min read

ApakabarOnline.com – Anas bin Malik menceritakan sebuah kejadian menarik yang dialaminya bersama Rasulullah SAW. Anas bercerita, “suatu ketika kami duduk bersama Nabi SAW dalam suatu majelis, tiba tiba beliau berbisik, “lihat, ahli surga datang”, dan para sahabat menengok ke seorang Anshar, yang baru saja masuk masjid, yang janggutnya basah dengan air wudhunya.

Esoknya lagi, Nabi mengulangi lagi, “lihat itu, ahli surga datang”, dan para sahabat juga menoleh ke orang yang dimaksud oleh Nabi saw tersebut.

Hingga akhirnya membuat sahabat Amr bin Al Ash penasaran, ingin mengetahui siapa dia, dimana rumahnya dan apa keistimewaannya. Kemudian dicarinya rumah orang itu, bertamu dan mohon ijin untuk bisa bermalam di rumahnya.

Setelah diamati dari dekat kesehariannya, ternyata orang itu biasa biasa saja, dalam arti ia tidak melakukan amal amal istimewa seperti qiyamulail, sholat dhuha, puasa atau amalan sunnah lainnya.

Saking penasarannya, akhirnya memberanikan diri bertanya ke orang Anshar tadi, dan mengkonfirmasi apa yang diucapan Nabi kepadanya.

Singkat kisahnya, akhirnya dia menceritakan kebiasaannya, bahwa setiap malam sebelum tidur, dia melakukan muhasabah, ia senantiasa membersihkan hatinya dari semua perasaan hasad – dengki kepada orang lain.

Itulah pelajaran utama dari hasil pengamatan yang didapat Amr bin Al Ash. Dan kemudian disampaikannya pelajaran ini kepada para sahabat lain, hingga akhirnya kitapun bisa ikut mengetahui kisahnya.

Hasad atau dengki adalah dosa kepada Allah yang pertama terjadi, baik di langit maupun di bumi. Di langit dilakukan Iblis kepada Adam AS. Di bumi dilakukan Qobil kepada Habil. Ketika dengki dilakukan oleh anak manusia, maka pada saat yang sama, ia bersekutu dengan musuhnya sendiri, anak turunnya Iblis, yaitu setan.

Bahkan didalam aktivitas dakwah, terdapat penghalang yang krusial, selain dari golongan kafirin dan munafiqin ada satu lagi yaitu : muslim pendengki.

Dengki juga sebetulnya karakter dasar dari sikap munafiq. Abdullah bin Ubay sebelumnya adalah tokoh masyarakat kota Madinah, tapi karena merasa kalah pamor, kalah pengaruh dengan hadirnya pendatang baru bernama Muhammad, timbullah rasa hasad – dengki. Hatinya menjadi busuk.

Sejak itu dia menjadi tokoh munafik, pura pura menjadi bagian dari kaum muslimin, bermuka manis dihadapan Nabi dan orang orang beriman. Tapi dia bermanuver, menggunting dalam lipatan kebijakan kebijakan Nabi, membuat kasak kusuk di tengah ummat, dan merusak soliditas kaum muslimin.

Sifat dengki bersumber dari hati yang berpenyakit, karena hilangnya keikhlasan.

Dengki itu perasaan tidak senang apabila menyaksikan ada orang lain mendapat kenikmatan dari Allah, berupa kelebihan atau keberuntungan. Susah melihat orang lain senang, dan senang melihat orang lain susah.

Dan biasanya hasad – dengki itu tumbuh subur dikalangan orang yang setara, dalam satu kelompok, memiliki kedekatan jarak sosial, dan bukan sebaliknya.

Tukang becak tidak mendengki kepada pilot, prajurit tidak mendengki komandan, pegawai tidak dengki kepada boss. Mahasiswa tidak mendengki rektor, jama’ah tidak dengki kepada ustadznya.

Tapi justru tukang becak dengki kepada sesama tukang beca. Tetangga mendengki tetangganya. Demikian juga sesama teman, sesama anak atau menantu, sesama jamaah masjid, pengurus masjid, sesama kelompok pengajian, sesama organisasi Islam, bahkan sesama ustadz atau kiai.

Seorang tukang beca tidak senang ketika temannya mendapat tarikan penumpang. Dadanya merasa sesak ketika tetangganya membangun rumah, mobilnya lebih Bagus atau tetangganya bisa melakukan amal kebaikan.

Sesama menantu berkompetisi ingin menunjukkan seolah lebih sukses, sesama anak, bisa saling mendengki saudaranya karena merasa diperlakukan kurang adil oleh orang tuanya.

Diantara kelompok pengajian tumbuh saling dengki. Pengajian Al Qur’an merasa lebih afdhol, mengejek pengajian fiqh, sebuah kelompok dakwah merasa paling strategis, lebih unggul, sehingga sinis kepada kelompok lain.

Anggauta ormas Islam atau sebuah jamaah Islam merasa lebih Islami, merasa lebih sesuai sunnah dan lebih penting. Konon, dikalangan ustadz atau kiyai juga bisa saling mendengki, mungkin dikarenakan jamaahnya lebih banyak, lebih berpengaruh, lebih populer atau lainnya.

Memamg masalah dengki ini rumit dan sulit difahami dengan nalar. Yang didengki tidak melakukan kesalahan, bahkan memikirkanpun juga tidak kepada si pendengki, tapi ia selalu saja mencari cari kesalahan atau menggunjing orang yang didengki. Kesalahan yang didengki hanya satu yaitu : ia lebih memiliki keutamaan.

Pepatah mengatakan : dimata pendengki, kebenaran atau kebaikanmu selalu ada cacatnya. Tapi dimata pencinta, kekuranganmu selalu ada hikmahnya.

Perasaan dengki adalah penyakit hati yang kronis, hatinya selalu berkobar memendam ketidaksenangan kepada pihak yang didengki. Bahkan, orang yang sudah matipun masih didengki. Hanya Allah swt yang bisa menghilangkannya dengan cara semakin meningkatkan iman kepada Allah, beristighfar, dan melakukan latihan latihan rohani.

Hanya Allah swt yang Maha Kuasa dan Maha Menentukan atas apa yang terjadi kepada hamba-NYA. Ikhlaskan hati atas segala qodho dan qodar Allah. Mohon perlindungan dan beristighfar kepada Allah jika terbesit rasa tidak senang kepada orang lain, dan selalu berhusnudzan kepada ketetapan Allah swt.

Konon, salah satu terapi praktis untuk melatih hati adalah dengan cara berfikir positif dan bersikap baik secara spontan, atas apa yang terjadi.

Jika tetangga membangun rumah, membeli mobil baru atau mendapatkan prestasi, beri ucapan selamat atas nikmat yang didapat. “Wah selamat ya, rumahnya bagus, mobilnya bagus, masyaAllah.”

Kita berlindung kepada Allah SWT dari hati yang dengki. []

 

Penulis : Boedhi D

 

Advertisement
Advertisement