April 20, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Dongkrak Nilai Jual, Sarjana Didorong Untuk Menjadi PMI Berkelas

4 min read

MALANG – Kabar ini tampaknya akan menjadi peluang bagi para lulusan kampus di Malang Raya jika ingin berkarir di luar negeri. Jika tahun lalu ada sekitar 10 persen lulusan kampus di Malang Raya yang bekerja di luar negeri, tahun ini jumlahnya bisa saja meningkat.

Ini setelah Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menargetkan ada 300 ribu sarjana dan diploma di Indonesia yang terserap. Hal tersebut disampaikan Kepala Seksi Potensi Supplay BNP2TKI Eka Aquariza di Polinema kemarin (31/08/2018). Para sarjana dan diploma digaet karena BNP2TKI ingin mengubah image kalau PMI tidak lagi bisa dipandang low level dan low skill.

”Kami ingin mengedukasi masyarakat kalau TKI itu ya high skill dan high level,” ucap Eka, kemarin.

Mereka yang memiliki high skill dan high level ini utamanya lulusan diploma dan sarjana. Eka menyatakan, saat ini lulusan kampus yang jumlahnya semakin tinggi ada baiknya diserap menjadi tenaga asing di luar negeri. ”Apalagi, saat ini banyak perusahaan asing yang ingin mempekerjakan lulusan kampus. Jadinya simbiosis mutualisme (saling menguntungkan, Red),” imbuhnya.

Tahun lalu, BNP2TKI berhasil mewadahi 300 ribu pekerja dari lulusan S-1 dan diploma. Di Malang, sekitar 10 persen lulusan perguruan tinggi (PT) terserap menjadi tenaga kerja asing. Kalau bisa, tahun ini Eka ingin menaikkan jumlahnya.

”Yang saya ingat, 10 persen adalah pekerja migran di perusahaan asing. Semoga tahun ini bisa meningkat,” imbuhnya.

Untuk mendapatkan target di atas angka tahun lalu, BNP2TKI sengaja menggandeng kampus untuk menggelar acara job fair atau career expo. ”Kalau lebih dekat begini, sasarannya mudah didapatkan dan lebih besar angka peminat untuk bekerja di luar negeri,” ucapnya.

Selama ini, sulit bagi BNP2TKI untuk mematahkan stigma masyarakat mengenai PMI. Padahal, siapa pun yang bekerja di luar negeri, mau lulusan SD ataupun S-3, juga termasuk tenaga kerja Indonesia. Bahkan, dalam waktu dekat, pemerintah siap mengubah sebutan TKI menjadi pekerja migran Indonesia. Jadi, sebutannya bukan lagi tenaga kerja Indonesia.

”Sebelum itu diubah, kami getol menyediakan ruang informasi dan stan lowongan perusahaan asing,” tambah Eka.

Sementara itu, Pembantu Direktur Bidang Kerja Sama dan Pengembangan Polinema Dr Luchis Rubianto LRSC MMT sangat mengapresiasi langkah BNP2TKI. Dia menyatakan, saat ini untuk bekerja di luar negeri masih ada beberapa kendala bagi setiap alumnus.

”Kalau sudah ada BNP2TKI begini, alumnus kan jadi lebih mudah mendapatkan pekerjaan yang prestisius,” kata Luchis.

Terutama di bidang industri, dia berharap ada penyerapan yang tinggi. Luchis menjelaskan, lulusan industri sangat potensial bekerja di luar negeri karena perubahan minat dan tren industri.

”Saat ini kan sudah masuk revolusi industri 4.0. Makanya penyerapan di bidang ini sangat tinggi,” pungkasnya.

Menanggapi hal demikian, Munarman, salah seorang akademisi yang combatan pekerja migran di UNISMA menyatakan dukungannya. Bukan sekedar skill dan level saja, bagi pria jebolan program Doktoral Universitas Antar Bangsa, Malaysia ini melihat, antara level, skill dan harga diri bangsa merupakan rangkaian bargaining position yang tidak bisa dipisahkan.

“Tidak menampik, dengan latar SDM yang rendah, sangat berpengaruh pada harga diri Bangsa Indonesia. Misalnya persoalan etika di tempat kerja, wawasan, dan kesadaran akan kepatuhan pada sebuah peraturan, bahkan hingga social relationship yang mereka lakukan selama di negara penempatan” terangnya.

Munarman menyoroti, majunya jaman saat ini yang didukung dengan membuminya teknologi informasi, menjadikan kalangan pekerja migran semakin tidak bisa menyembunyikan diri dari kondisi yang sebenarnya.

“Banyak pekerja migran yang mengharumkan nama bangsa, memiliki tata etika dan perilaku spiritual yang patut diacungi jempol. Kemudian mereka melakukan social relationship, menyebar virus kebaikan. Namun sebaliknya, tidak sedikit jumlahnya, mereka yang justru mempermalukan bangsa, social relationship baik di dunia nyata maupun di dunia maya saat bersosial media, orang Malang bilang “blak Kutang” tampak dengan sendirinya wujud mereka yang senyatanya” tukasnya.

Sedikit berbeda dengan Khoirul Umam, kandidat Magister Psikologi di Program Pasca Sarjana Uninversitas Muhammadiyah Malang ini mengaku, agak kurang sepakat dengan program sarjana menjadi pekerja migran.

“Harus ada kejelasan, sebab, selama ini tanpa ada program demikian, faktanya sudah banyak sarjana berkualitas yang di negeri sendiri tidak laku, ditolak, dikebiri karya intelektualnya, justru diterima dengan lapang dada dan difasilitasi oleh negara luar seluruh apa yang mereka butuhkan. Contohnya, berapa banyak sarjana Indonesia yang ditolak di Indonesia kemudian di terima Jepang, Jerman. Merewka ini bukan sarjana sembarangan, kelas mereka bukan pemburu posisi PNS, tapi mereka berkelas ilmuwan” terang Umam.

Dalam pandangan Umam, jika tanpa kejelasan kriteria Sarjana yang bagaimana yang boleh bekerja ke luar negeri menjadi PMI, menurutnya, Indonesia akan mengalami krisis sarjana berkualitas.

“Yang tersisa didalam negeri yang tidak berkualitas, yang berkualitas pada lari ke luar negeri. Kebayang kan kalau negara ini diteruskan oleh generasi yang tidak berkualitas ?” pungkas Umam.

Dalam pengamatan ApakabarOnline.com, seperti halnya di tingkat SLTA, rekrutmen sarjana baik strata satu maupun diploma dilakukan bukan hanya di kawasan Malang saja. Di kantong-kantong kota pelajar lain, bursa kerja luar negeri yang masuk ke kampus jumlahnya berbanding lurus dengan bursa tawaran beasiswa. []

Advertisement
Advertisement