April 25, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

HADAPI KRISIS EKSISTENSIAL, BANYAK MEDIA CETAK DI HONG KONG TUMBANG

2 min read

HONG KONG – Bukan permasalahan konten, tapi tentang bagaimana informasi itu sampai di pembaca, kapan, dan butuh waktu berapa lama semenjak informasi itu terjadi. Yang pasti, media cetak di Hong Kong saat ini disebut sedang mengalami krisis eksistensial.

Di laman EJ Insight, Ben Kwok, pengamat media sekaligus kolumnis di Hong Kong menyebutkan, pada masa lalu keberadaan surat kabar cetak sejajar dengan sepotong roti dan segelas susu di meja makan setiap waktu sarapan tiba. Kini, perlahan tapi pasti, dua hal yang bertahan menjadi kebutuhan di meja makan setiap pagi tinggallah segelas susu. Keberadaan media cetak telah tergantikan dengan layar smartphone yang lebih cepat realtime-nya dalam menyajikan informasi.

Berbagai strategi telah diupayakan oleh industri media cetak di Hong Kong. Mulai dari menawarkan kupon, menjual murah dengan diskon, maupun penawaran untuk memikat lainnya. Pada tataran manajemen, berbagai keputusan penting pun disebut telah dilakukan. Mulai dari pengurangan jumlah jurnalis dan karyawan, pemotongan gaji dan insentif, hingga pengurangan jam kerja.

Namun, pada akhirnya, kuatnya serangan ”eksistensial” membuat berbagai strategi tersebut tidak mampu membuat keberadaan media cetak kembali berjaya sebagaimana pada era lalu. Banyak media cetak yang tinggal nama. Banyak pula yang oplahnya mengalami penurunan drastis.

Ben mencontohkan, harian Apple Daily saat ini hanya mampu bertahan dengan 100 ribu eksemplar setiap edisi cetak yang diterbitkan. Angka ini menurun tajam dibandingkan dengan posisi Apple Daily semasa berada di puncak kejayaan, menembus angka 400 ribu eksemplar setiap hari.

Bukan hanya media cetak berbahasa Kanton/Inggris/Mandarin saja di Hong Kong yang terpengaruh dengan serangan eksistensial. Sejumlah media berbahasa Indonesia mengalami pula nasib serupa. Beberapa bahkan tinggal nama saja, atau masih bertahan dengan menurunkan oplah.

Sampai kapan media cetak mampu bertahan di tengah gerusan realtime-nya kebutuhan pembaca akan sebuah informasi? Akankah seluruh media cetak berbahasa Indonesia di Hong Kong juga akan mengalami nasib serupa, hanya tinggal nama? Jawabannya tentu ada pada kebutuhan pembaca. [asa]

Advertisement
Advertisement