April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Hasil Penelitian : Orang Tak Pintar Gemar “Sok Tahu”

4 min read

ApakabarOnline.com – Menurut penelitian terbaru, orang yang banyak bicara dan sok tahu ditemukan berpengetahuan lebih sempit, tetapi mereka pikir mereka paling benar.

Anda tentu pernah mendengar peribahasa air beriak tanda tak dalam yang berarti orang yang tidak ada “isi” kepalanya biasanya banyak tingkah dan berlebihan.

Sekarang, sebuah penelitian mengonfirmasi bahwa peribahasa tersebut memang benar adanya.

Hasil penelitian mengungkapkan, orang yang tidak pintar cenderung paling banyak bicara dan sering mengemukakan pendapat paling ekstrem seolah-olah mereka menguasai konflik yang dihadapi.

Menggunakan data yang dikumpulkan oleh Pew Research Centre, tim periset fokus pada subjek makanan yang dimodifikasi secara genetik.

Lebih kurang 88 persen ilmuwan telah menyepakati bahwa rangkaian makanan ini aman dan tidak berisiko untuk dikonsumsi manusia. Selain itu, makanan-makanan juga tertulis memberikan keuntungan untuk petani dan produsen makanan.

Periset menemukan, hanya 37 persen dari populasi kebanyakan di Amerika Serikat menganggap makanan tersebut memang benar-benar aman.

Periset pun menanyakan para partisipan yang terlibat, mulai dari Amerika Serikat, Prancis, dan Jerman mengenai subjek makanan tersebut di atas.

Kemudian, hasil penjelasan masing-masing partisipan diuji oleh periset berdasarkan studi ilmiah.

Hasilnya, para partisipan yang mendapatkan nilai terendah cenderung defensif dan menganggap bahwa pihak yang tidak setuju dengan mereka berada dalam oposisi langsung, meski didukung dengan bukti ilmiah dan opini para pakar.

Periset mengkategorikan kelompok partisipan dengan nilai rendah menderita “ilusi pengetahuan”.

Hasil riset menyebutkan, jelas sekali terlihat bahwa opini ekstrem mereka berasal dari sumber pengetahuan yang dangkal, tetapi mereka merasa mereka paling benar dan mengetahui segalanya.

Perbedaan antara partisipan yang mendapatkan nilai tinggi dan rendah meluas jauh di luar ranah ilmiah.

Penulis mencatat orang-orang dalam kategori yang tidak mengerti ini percaya bahwa kecerdasan mereka yang luar biasa juga mencakup semua bidang, mulai dari urusan rumah tangga sampai dengan kebijakan sosial yang rumit.

Namun, ketika konflik menyentuh persoalan yang sangat politis, seperti perubahan iklim, tim periset melihat kelompok sok pintar mulai melemah dan mulai tidak sok tahu.

Cornell University pernah menghelat penelitian mengenai kebiasaan orang bodoh, mereka menemukan, orang yang kurang kompeten cenderung berlebihan dalam menilai kemampuan mereka.

Selain itu, mereka juga tidak mau mengakui ketika ada orang lain yang memiliki kemampuan lebih baik.

Lalu, perilaku yang mudah terlihat pada orang-orang yang sok pintar ini adalah mereka menyikapi konflik dengan amarah dan perilaku agresif.

Periset dari University of Michigan pernah menggelar studi terhadap 600 partisipan pasangan ayah anak, selama 22 tahun.

Ternyata, periset menemukan, pasangan ayah anak yang memiliki perilaku agresif saat mengahadapi masalah memiliki tingkat intelegensia yang rendah.

Hipotesis yang tertulis pada laporan penelitian adalah lingkungan yang kasar dan agresif mengurangi terjadinya proses pembelajaran pada anak-anak berusia dini.

Alhasil pengembangan intelektual yang berkelanjutan pun menjadi proses yang sulit dan mustahil.

 

Sindrom “Sok Tahu” itu Ada

Bukan mitos, tapi fakta. Memang ada yang namanya sindrom sok tahu. Nama ilmiahnya efek Dunning-Kruger. Sesuai nama penemunya, David Dunning dan Justin Kruger dari Cornell University.

Apa yang dimaksud dengan Dunning-Kruger Effect adalah bias kognitif dimana seorang individu yang tidak terampil mengalami superioritas ilusi. Mereka merasa kemampuan mereka jauh lebih tinggi dari yang sebenarnya. Padahal justru sebaliknya. Mereka tak sehebat itu.

Dunning dan Kruger menemukan bahwa mereka yang paling tidak kompeten di bidangnya, justru yang paling tak sadar akan ketidakmampuannya sendiri.

Ciri-ciri orang yang mengalami sindrom sok tahu adalah:

  • Tidak mampu mengenali ketidakmampuan sendiri
  • Gagal mengenali tingkat ketidakmampuan mereka
  • Tak mampu mengenali keahlian orang lain

Mengenali dan mengakui kurangnya keterampilan mereka setelah mendapat pelatihan untuk keterampilan tersebut

Itu mengapa, menurut PS Mag, mereka yang tak kompeten tak merasa perlu lebih hati-hati. Malah cenderung tampil paling percaya diri. Karena merasa mereka ahli di bidangnya.

Sebenarnya orang seperti ini bukannya bebal karena otak tak berisi. Justru isi kepala mereka begitu banyak tapi penuh dengan kesalahpahaman.

Pengalaman hidup yang menyesatkan, teori, fakta, intuisi, strategi, metafora, dan firasat. Semua itu dibungkus tampilan dan nuansa pengetahuan yang akurat dan berguna. Nyatanya, tidak demikian.

Anda mungkin sering bertemu orang-orang seperti ini. Baik di lingkungan pertemanan, maupun pekerjaan.

 

Bagaimana kita dapat belajar mengenal kebebalan dan salah pengertian kita sendiri?

Bayangkan Anda adalah bagian dari kelompok kecil yang harus membuat keputusan tentang hal penting. Tunjuk satu orang untuk bertindak sebagai advokat setan –istilah untuk orang yang ada di posisi selalu tidak setuju–.

Dengan demikian diskusi akan berkembang. Situasi mungkin jadi tak nyaman. Namun biasanya keputusan yang diambil lebih akurat dan beralasan kuat.

Jika Anda sendiri, triknya adalah jadilah advokat setan bagi diri sendiri. Tanya berulang kali apakah mungkin Anda salah, atau keadaan berubah tak sesuai yang Anda harapkan.

Cara ini mirip dengan yang dianjurkan psikolog Charles Lord, latihan ini bisa juga disebut “mempertimbangkan yang sebaliknya”.

Untuk mempraktikkan cara ini, bayangkan Anda ada di masa depan dan sudah membuat keputusan yang salah. Pertimbangkan masak-masak apa yang menyebabkan Anda terjerumus dalam kegagalan. Setelah itu mintalah nasihat pada orang yang Anda percaya. Diskusi seringkali cukup untuk menyadarkan seseorang dari kesalahpahamannya yang paling besar. []

Advertisement
Advertisement