April 16, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Idealnya Pria Lebih Berani Ambil Resiko

3 min read

Merunut leluhur, laki-laki lebih nekat mengambil risiko daripada perempuan. Kini dalam keseharian, banyak contoh juga menunjukkan demikian.

Penelitian juga menunjukkan kaum Adam adalah pengambil risiko yang lebih besar daripada kaum Hawa. Namun, tentu ini bukan hal mutlak.

Berani ambil risiko bukanlah kualitas inheren para laki-laki. Sebuah studi baru dalam jurnal Prosiding National Academy of Sciences menunjukkan, perbedaan gender dalam hal menghindari risiko adalah produk sosialisasi, sama seperti kebanyakan perbedaan gender lain.

Dengan kata lain, cara orang tua membesarkan anak perempuan dan laki-laki kemungkinan berhubungan langsung dengan alasan mengapa perempuan kurang berani mengambil risiko dibandingkan laki-laki.

Untuk memahami ini, para peneliti mengamati dua kelompok anak sekolah di provinsi Yunnan, Tiongkok, anak-anak Mosuo dan anak-anak Han.

Budaya Mosuo matrilineal, perempuan cenderung menjalankan rumah tangga bahkan punya status sosial yang lebih tinggi daripada laki-laki. Sementara budaya Han memiliki norma sosial patriarki yang lebih tradisional.

Para peneliti menyurvei siswa SD kelas satu hingga lima, di empat sekolah berbeda. Survei dilakukan selama dua tahun berturut-turut.

Temuannya, pada awal sekolah dasar, anak perempuan Mosuo cenderung menjadi pengambil risiko yang lebih besar daripada anak laki-laki Mosuo. Sedangkan anak perempuan Han cenderung menghindari risiko daripada anak laki-laki Han.

Bisa dikatakan anak-anak itu berperilaku sesuai dengan budaya orang tua masing-masing.

Namun, saat kelompok anak-anak berinteraksi selama bertahun-tahun, para perempuan dari kedua budaya mulai berubah seiring usia. Perempuan Mosuo jadi lebih urung mengambil risiko, dan perempuan Han jadi lebih berani mengambil risiko.

“Lingkungan sangat penting dalam membentuk penghindaran risiko,” kata Elaine Liu, Ph.D., profesor ekonomi di University of Houston dan salah satu penulis studi.

“Jika kita bisa mengajari para gadis bahwa mereka harus lebih mencintai risiko, mungkin itu akan membentuk pengambilan keputusan masa depan mereka.”

Kenapa ini penting? Penelitian sebelumnya menunjukkan tekanan untuk mematuhi norma-norma gender bisa mengekang capaian ekonomi perempuan dan membuat mereka minim kemauan untuk berusaha lebih.

Padahal, pengambilan risiko sangat penting untuk pertumbuhan keuangan.

Banyak ahli percaya sikap perempuan menghindari risiko mungkin terkait dengan kesenjangan upah antar-gender, dan mengapa laki-laki cenderung menghasilkan lebih banyak uang daripada perempuan.

Tak semua ahli sependapat. “Melihat ukuran sampel, saat kita mulai membagi kelompok berdasarkan usia atau kelas dan kondisi sebaya, temuan ini tentu harus dianggap sebagai sementara sampai direplikasi,” ujar Cordelia Fine, profesor di University of Melbourne yang tak terlibat dalam penelitian.

Penulis buku Testosterone Rex: Myths of Sex, Science, and Society ini menambahkan, “Asumsi umum adalah bahwa tugas-tugas ini memanfaatkan semacam sifat stabil dari penghindaran risiko dalam diri seseorang, tetapi penelitian terbaru menemukan tugas-tugas berbeda yang seharusnya memunculkan preferensi risiko mengungkap hasil yang berbeda [dalam individu], ini menimbulkan tanda tanya tentang apa yang sebenarnya mereka ukur.”

Jika menghindari risiko benar merupakan sesuatu yang ditanamkan secara budaya seperti ditunjukkan penelitian ini, kita sebagai masyarakat perlu berusaha lebih keras mendorong perempuan muda mengambil risiko. “Perubahan norma gender lambat, tetapi ada pengaruh sosial yang bisa berperan dalam bagaimana kita membentuk perilaku itu,” kata Dr. Liu.

Itu berarti mendorong perempuan untuk lebih berani sejak dini. Bisa juga dengan mendukung perempuan keluar dari zona nyaman.

Perempuan perlu lebih banyak pujian dan penghargaan atas usaha mereka. Dengan begitu, perempuan sadar bahwa menjadi berani itu baik. []

Advertisement
Advertisement