April 20, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Ilegal, Saat Jenazah Susilawati Dipulangkan, Keluarga Tak Berhak Dapat Santunan

2 min read

CIREBON – Setelah tertahan lebih dari sebulan di Rumah Sakit Serdang, Selangor Malaysia, jenazah Susilawati (38), pekerja migran  asal Kelurahan Karyamulya Kota Cirebon, akhirnya tiba di rumahnya Selasa, 28 November 2017 sore.

Begitu diturunkan dari mobil ambulan,jenazah yang dibawa dengan peti mati putih itu langsung disambut isak tangis orang tua, saudara dan ketiga anaknya.

Puluhan warga yang datang melayat silih berganti, tidak mampu meredakan ledakan tangis, sang ibu,  Rasmi (58).

Karena sudah terlalu lama meninggal, setelah disalati dan dipakaikan kain kafan, keluarga almarhumah memutuskan jenazah langsung dikuburkan Selasa malam itu juga, di TPU blok Siwiliwil, tidak jauh dari rumah almarhum.

Dikutip dari Harian Pikiran Rakyat, menurut Kepala Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (P4TKI)  Wilayah III Cirebon Ismail Usman yang menyambut kedatangan jenazah, lamanya waktu pemulangan dikarenakan Susilawati berangkat sebagai BMI ilegal.

“Data almarhumah tidak ada di basis data kami. Makanya ada begitu banyak prosedur yang harus dilakulan untuk memenuhi syarat dokumen yang diperlukan,” katanya.

Menurut dia, kepulangan jenazah almarhumah bisa dilakukan setelah KBRI di Malaysia turun tangan. “Saat ini KBRI juga masih menelusuri penyebab pasti kematian almarhumah,” paparnya.

Dikatakannya, berdasarkan dokumen yang diterimanya dari KBRI Kuala Lumpur, berdasarkan keterangan RS Serdang,  Selangor Malaysia, almarhumah meninggal pada Selasa, 24 Oktober 2017, sekitar pukul 22.50 waktu setempat.

“Pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia di Malaysia masih menelusuri penyebab kematian Susilawati, “ jelasnya.

Menurut Ismail, kalau saja almarhumah berangkat secara legal, tidak sampai seminggu sejak kematian, jenazah sudah tiba di Indonesia.

“Dua atau tiga hari juga sudah sampai,” tuturnya.

 

Tidak mendapat asuransi

Selain lamanya proses pemulangan, keluarga almarhumah juga tidak berhak atas asuransi jiwa sebesar Rp 80 juta. Ismail menyesalkan keberangkatan almarhumah yang secara ilegal, sehingga ada banyak hak yang hilang.

Sejak bulan Agustus 2017, setiap pekerja migran prosedural  yang meninggal dunia di luar negeri, ahli warisnya mendapat santtunan kematian dari BPJS Ketenagakerjaan dan beasiswa pendidikan sampai jenjang S1, jika pekerja migran yang meninggal dunia meninggalkan anak.

Padahal, kata Ismail, dengan kesamaan bahasa dan budaya,  pengurusan perizinan untuk bekerja di Malaysia lebih mudah. Sementara itu, ibu almarhumah Rasmi mengaku ikhlas dengan kepergian anak keempatnya.

Rasmi menduga, kematian anaknya yang baru bekerja sekitar 1,5 tahun, karena sakit. “Susi memang menderita sakit sesak napas, sudah lama. Makanya kami tidak setuju dia bekerja di negeri orang, “ katanya terbata-bata.

Namun dengan alasan untuk mencari pengalaman, ibu tiga anak itu memaksa berangkat.  Sementara ketiga anaknya Sandi Pratama (16), Angga Dwi Kelana (11) dan Tri Anjani (6) diasuh Rasmi, neneknya. Menurut Rasmi, anak keempat dari tujuh bersaudara itu, berangkat bersama rombongan dari Indramayu. Namun ia tidak tahu menahu soal legal tidaknya keberangkatan ibu tiga anak itu.

Terakhir komunikasi yang dilakukan Rasmi dengan Susi yakni pas kematian anaknya.  Saat itu, Susi menelepon, namun Susi hanya mengatakan “Mi” kependekan dari mimi (ibu) yang sempat diucapkannya. Setelah itu, telepon langsung putus.

Pada waktu subuh keesokan harinya, anak pertamanya mendapat telepon dari seseorang yang mengaku dari kepolisian Malaysia yang mengabarkan kematian Susi. [Pikiran Rakyat]

Advertisement
Advertisement