April 24, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Jaga Anak-Anak Kita, Jangan Pernah Biarkan Mereka Tanpa Pengawasan

5 min read

Sebagaimana yang pernah dibahas pada artikel kami sebelumnya, kekerasan terhadap anak tidak hanya terbatas pada tindakan-tindakan berupa kekerasan fisik dan kekerasan seksual tetapi juga termasuk ancaman fisik dan psikologis terhadap anak serta dampak yang diakibatkan dari pengabaian atas anak. Anak-anak umumnya belum memiliki kemampuan, pengetahuan dan kematangan yang cukup untuk menjaga diri mereka serta belum mampu untuk membuat keputusan terbaik untuk melindungi diri mereka dari berbagai bentuk kejahatan, maka disusunlah peraturan perundangan untuk melindungi anak-anak dari pengabaian dan/atau pembiaran tanpa pengawasan. Pengabaian atas anak dikategorikan sebagai bentuk kekerasan terhadap anak dan permasalahan ini merupakan topik yang cukup luas, maka kami akan mengulasnya dalam dua pembahasan terpisah. Artikel berikut ini secara khusus akan fokus pada batas-batas hukum dan saran-saran yang berkaitan dengan anak-anak yang dibiarkan dalam keadaan tanpa pengawasan.

Sebagai orang tua atau pengasuh anak, sebagian besar dari kita mengerti pentingnya untuk memastikan anak-anak kita berada dalam pengawasan sepanjang waktu. Namun, bagaimana jika kita benar-benar mengalami kesulitan untuk mengatur waktu antara pekerjaan, tugas sehari-hari dan mengasuh anak? Bagaimana kalau anak-anak kita sepertinya sudah mandiri atau terlihat cukup matang untuk merawat diri mereka sendiri? Bagaimana kalau anak-anak kita dapat tertidur pulas cukup cepat di rumah dengan aman? Bukankah semestinya kalau dalam keadaan tersebut di atas maka tidak akan berbahaya meninggalkan anak-anak dalam keadaan tanpa pengawasan untuk waktu yang tidak lama? Kami yakin ada banyak orang tua dan pengasuh anak yang menghadapi dilema seperti ini, khususnya selama sekolah sedang libur panjang, atau pada saat waktu mereka benar-benar tidak cukup untuk bisa mengurus perihal pengasuhan anak.

Di Hong Kong, “Ordonansi Pelanggaran terhadap Perseorangan” (Bab 212, Pasal 26-27) menetapkan bahwa orang-orang yang melakukan tindakan-tindakan melanggar hukum karena menelantarkan atau membiarkan anak-anak yang berusia di bawah 2 tahun, sehingga kehidupan anak tersebut berbahaya atau membahayakan kesehatan anak tersebut atau mungkin dapat menyebabkan cidera secara permanen; atau orang-orang yang secara sengaja menyerang, memperlakukan dengan buruk, mengabaikan, menelantarkan atau membiarkan anak-anak atau remaja berusia di bawah 16 tahun yang berada di bawah pengawasan, tanggung jawab atau pengasuhannya, sehingga dapat menyebabkan anak  atau remaja  tersebut  mengalami penderitaan atau kesehatannya terganggu dapat dianggap bersalah karena melakukan tindakan kriminal. Jika terbukti bersalah maka pelanggar dapat dijatuhi hukuman maksimal masing-masing 10 tahun dan 3 tahun penjara.

Para pembaca mungkin sudah mengetahui bahwa meninggalkan anak berusia di bawah dua tahun adalah berbahaya dan melanggar hukum, namun sebagian besar dari pembaca mungkin heran jika meninggalkan seorang anak remaja berusia 15 tahun dalam keadaaan tidak diawasi pun dapat dikategorikan sebagai tindakan melanggar hukum. Berdasarkan peraturan perundangan yang ada saat ini, proses penuntutan orang tua/pengasuh dikarenakan meninggalkan anak berusia di bawah 16 tahun dalam keadaan yang tidak diawasi tergantung pada berbagai faktor, misalnya usia anak, kemampuan anak tersebut menjaga diri, apakah tindakan pembiaran tanpa pengawasan tersebut membahayakan anak, dll.

Pada tahun 2017, seorang ibu mengajak anak perempuannya yang berusia 15 tahun untuk sarapan di sebuah restoran di sekitar tempat tinggalnya dan kemudian meninggalkan anak tersebut sendirian selama lima jam. Gadis tersebut memang tidak mengalami bahaya apa-apa, namun si ibu tetap ditahan karena melanggar peraturan yang tercantum pada Bab 212 setelah salah satu staf restoran melaporkan hal tersebut ke Polisi.

Menurut Departemen Kesejahteraan Sosial, ada 477 kasus kekerasan terhadap anak dilaporkan selama pertengahan pertama tahun 2017, di mana 102 (21.4%) di antaranya merupakan kasus pengabaian anak. Laporan tersebut menunjukkan bahwa dari semua kasus-kasus kekerasan, sebagian besar pelaku kekerasan adalah orang tua (59.3%), lalu dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak ada hubungan dengan anak (10.9%), dan juga oleh temannya atau relasi keluarga (9.4%). Tiga wilayah yang memiliki kasus kekerasan terhadap anak paling tinggi adalah wilayah-wilayah dengan rata-rata pendapatan keluarga paling rendah, yaitu Yuen Long (12.4%), Kwun Tong (9.4%) dan Tuen Mun (9.2%).

Dari laporan tersebut diatas, ada dua hal yang ingin kami sampaikan kepada para pembaca, yaitu:

  1. Para orang tua harus memahami bahwa “pengasuhan anak” bukan sekadar urusan pribadi tetapi juga memiliki konsekuensi dan ancaman hukum.
  2. Para orang tua harus berhati-hati dalam mempercayai orang lain untuk mengasuh anak mereka, meskipun orang tersebut adalah relasi keluarga.

Memang tidak mudah bagi para orang tua untuk mengatur waktu antara komitmen pekerjaan dengan tanggung jawab mereka atas pengasuhan anak. Situasi ini bahkan lebih sulit bagi keluarga dengan pendapatan rendah atau keluarga etnis minoritas yang tidak memiliki kemampuan atau bahkan tidak memenuhi syarat untuk menggunakan jasa pengasuhan anak bersubsidi dan/atau mengikuti lokakarya pengasuhan anak. Para orang tua disarankan untuk lebih mengutamakan keselamatan anak mereka pada saat membuat keputusan tentang komitmen pekerjaan dan komitmen pribadi. Jika memerlukan bantuan, para orang tua dapat menghubungi Departemen Kesejahteraan Sosial, pihak berwenang setempat atau LSM seperti PathFinders untuk mencari informasi dan bantuan.

Sangat umum bagi para orang tua, khususnya orang tua dari keluarga yang tidak mampu untuk mencari bantuan dari sanak saudara atau relasi keluarga untuk pengasuhan anaknya. Namun sebagaimana ditunjukkan  pada angka tersebut diatas, para orang tua perlu diingatkan agar memastikan bahwa pengasuh yang ia pilih dapat dipercaya, bertanggung jawab dan tidak akan meninggalkan anak mereka dalam bahaya atau tanpa pengawasan.

Pada bulan November 2017, seorang ibu mempercayakan temannya untuk menjaga anak perempuannya yang kembar berusia 4 tahun. Dua hari setelahnya, ibu tersebut menjemput salah satu anak kembarnya tetapi masih menitipkan satu anaknya untuk terus diasuh temannya tersebut selama 10 hari. Dalam kurun waktu tersebut, anak perempuan yang masih ia titipkan tersebut mengalami kekerasan fisik hingga mengalami koma dikarenakan luka pada otak. Teman yang mengasuh anaknya tersebut kemudian ditahan karena tindak kekerasan terhadap anak. Hal seperti ini dapat dihindari jika saja si ibu tidak beranggapan bahwa temannya itu dapat dipercaya untuk menjaga anaknya.

Sebagai orang tua dan pengasuh, kita adalah orang-orang yang dibutuhkan dan dipercaya oleh anak-anak kita untuk melindungi kesehatan dan keselamatan mereka. Meskipun peraturan perundangan saat ini masih menawarkan fleksibilitas tertentu bagi pihak berwenang dalam menangani kasus-kasus kekerasan terhadap anak jika berkaitan dengan pengabaian anak-anak tanpa pengawasan, namun para pembaca tetap disarankan untuk selalu membuat keputusan yang terbaik untuk kepentingan anak-anaknya agar dapat memberi pengasuhan terbaik dan menjamin keselamatan mereka.

PathFinders menyediakan konseling dan lokakarya pendidikan untuk Pekerja Rumah Tangga Asing dan anak-anak mereka yang lahir di Hong Kong jika mengalami kesulitan dalam hal perawatan dan pengasuhan anak serta membekali mereka dengan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mendukung tumbuh kembang anak-anak dan memberi saran untuk melindungi anak-anak mereka dari kekerasan, baik itu secara virtual, fisik maupun verbal. Untuk informasi mengenai lokakarya PathFinders, silahkan kunjungi laman kami di www.PathFinders.org.hk atau hubungi nomor hotline kami.

Jika Anda mencurigai adanya kekerasan terhadap anak, silahkan hubungi Polisi Hong Kong di nomor 999. Jika Anda memerlukan saran dan bantuan lainnya, silahkan hubungi Departemen Kesejahteraan Sosial di nomor 2343 2255. [Adv]

Advertisement
Advertisement