April 25, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Kentutlah Dengan Beradab

3 min read

ApakabarOnline.com – Meski kentut memiliki manfaat, namun Islam juga mengaturnya dalam sebuah adab. Islam melarang kita melakukan kentut dan hal lain yang dapat mempermalukan diri sendiri di hadapan orang ramai. Jika seseorang terkentut di antara banyak orang, maka hendaklah menyembunyikan perbuatannya dan meneruskan pekerjaannya seperti biasa, seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Hal ini berdasarkan hadits dari Ummul Mu’mininAisyah radhi Allahu ‘anha yang berkata, NabiShalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

 

إِذَا أَحْدَثَ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلْيَأْخُذْ بِأَنْفِهِ ثُمَّ لِيَنْصَرِفْ

 

“Jika salah seorang di antara kamu terkentut sewaktu shalatnya maka hendaklah ia memegang hidungnya lalu pergi keluar (dari shalat).” (HR : Abu Daud)

Menurut Al-Khattabi, perintah supaya memegang hidung itu agar seolah-olah orang lain menyangka ia menghadapi hidung berdarah dan keluar bukan sebab kentut. Ini adalah bagi melindungi perkara yang memalukan dan tidak termasuk berbohong, sebaliknya ini akhlak yang baik.

Sementara bagi orang-orang di sekitar pelaku kentut diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar melakukan adab Islam berupa tidak menghina keadaan orang lain, yang dirinya sendiri juga melakukannya. Seperti kentut yang merupakan bagian dari rangkaian metabolisme tubuh manusia, maka semua orang yang normal mengalaminya.

Dengan demikian, bila kita mendengar ada orang yang kentut, kita dilarang menertawakannya. Karena kita sendiripun pernah mengalaminya.

Berikut adab ketika mendengar ada yang kentut sebagaimana Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.

Dari sahabat Abdullah bin Zam’ah radhiyallahu ‘anhu,

Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan khutbah. Beliau menceritakan tentang kisah onta Nabi Sholeh yang disembelih kaumnya yang membangkang. Beliau menafsirkan firman Allah Ta’ala pada surat As-Syams. Kemudian beliau menasehati agar bersikap lembut dengan wanita, dan tidak boleh memukulnya.

Kemudian beliau menasehati sikap sahabat yang tertawa ketika mendengar ada yang kentut.

 

إِلَامَ يَضْحَكُ أَحَدُكُمْ مِمَّا يَفْعَلُ؟

 

“Mengapa kalian mentertawakan kentut yang kalian juga biasa mengalaminya.” (HR. Bukhari 4942 dan Muslim 2855).

Subhanallah, hal ini sering terjadi di kalangan awam bukan? Padahal, menertawakan kentut merupakan kebiasaan jahiliyah.

Dalam Tuhfatul Ahwadzi, Syarh Sunan Turmudzi, Al-Mubarokfuri mengatakan,

 

وكانوا في الجاهلية إذا وقع ذلك من أحد منهم في مجلس يضحكون فنهاهم عن ذلك

 

“Dulu mereka (para sahabat) di masa jahiliyah, apabila ada salah satu peserta majlis yang kentut, mereka pada tertawa. Kemudian beliau melarang hal itu.” (Tuhfatul Ahwadzi, 9/189).

Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan dalam Syarh Riyadus Shalihin 3/120.

 

الإنسان إنما يضحك ويتعجب من شيء لا يقع منه، أما ما يقع منه؛ فإنه لا ينبغي أن يضحك منه، ولهذا عاتب النبي صلى الله عليه وسلم من يضحكون من الضرطة؛ لأن هذا شيء يخرج منهم، وهو عادة عند كثير من الناس.

 

Umumnya orang akan menertawakan dan terheran dengan sesuatu yang tidak pernah terjadi pada dirinya. Sementara sesuatu yang juga dialami dirinya, tidak selayaknya dia menertawakannya. Karena itulah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela orang yang menertawakan kentut. Karena kentut juga mereka alami. Dan semacam ini (menertawakan kentut) termasuk adat banyak masyarakat.

Kemudian Imam Ibnu Utsaimin juga menyebutkan satu kaidah,

 

وفي هذا إشارة إلى أن الإنسان لا ينبغي له أن يعيب غيره فيما يفعله هو بنفسه

 

Ini merupakan isyarat bahwa tidak sepantasnya bagi manusia untuk mencela orang lain dengan sesuatu yang kita juga biasa mengalaminya.

Maasyaa Allah, maka di balik fenomena kentut, terbukti bahwa tidak ada kesia-siaan dari setiap mahluk ciptaan Allah, termasuk seremeh gas kentut, sehingga sudah sepantasnya bagi manusia untuk berupaya memikirkan penciptaan oleh Allah.

Oleh karena itu, benarlah firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 191 yang menjelaskan ciri orang berakal.

 

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىَ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ

 

رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

 

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” [adibahasan/arrahmah.com]

Advertisement
Advertisement