April 20, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Lebih Dari Enam Bulan Diguncang Unjuk Rasa, Banyak Jembatan Penyeberangan Ditutup Pagar Besi Demi Keamanan

2 min read

HONG KONG – Departemen lalu-lintas Hong Kong pada Jumat, 27 Desember 2019, memasang pagar besi atau kerangkeng pada beberapa jembatan penyeberangan di sejumlah titik di penjuru Hong Kong. Langkah ini dilakukan untuk mencegah adanya benda yang dilemparkan dari jembatan ke jalan raya yang membentang di bawahnya.

Para pejalan kaki menyebut pemasangan pagar besi itu seperti penjara. Namun bagi pemerintah Hong Kong hal itu demi keamanan menyusul gelombang unjuk rasa di Hong Kong yang belum memperlihatkan tanda-tanda berakhir.

Dikutip dari scmp.com, pemasangan pagar besi di jembatan penyeberangan itu adalah langkah terbaru yang dilakukan pemerintah Hong Kong setelah enam bulan diguncang gelombang unjuk rasa. Aksi protes di Hong Kong pertama kali meletup pada Juni 2019 yang dipicu oleh rancangan undang-undang ekstradisi.

Melalui RUU itu, pelaku kejahatan di Hong Kong bakal menghadapi peradilan di Cina. Masyarakat Hong Kong protes terhadap RUU ini karena khawatir tidak bisa mendapatkan keadilan dan proses hukum yang transparan jika kasusnya di sidang di pengadilan di Cina.

Ada kekhawatiran pula RUU Ekstradisi ini membuka pintu bagi tekanan politik dari pemerintah Cina terhadap pemerintah Hong Kong dan proses peradilan di wilayah bekas koloni Inggris ini. Sedangkan pengacara komersial yang berbasis di Hong Kong menyebut sistem pengadilan di Cina tidak bisa dipercaya untuk memenuhi standar dasar proses hukum yang adil.

RUU ini sudah dicabut, namun gelombang unjuk rasa di belum berhenti. Mereka yang protes menuntut demokrasi yang lebih luas bagi Hong Kong.

Unjuk rasa beberapa kali berlangsung dengan radikalisme. Pada November 2019, demonstran menggunakan jembatan penyeberangan khusus pejalan kaki dalam upaya untuk melumpuhkan Hong Kong. Mereka menutup rute-rute jalan utama yang menghubungkan Kepulauan Hong Kong dengan Kowloon.

Kampus juga menjadi sasaran demonstran, dimana mereka bersembunyi di sana dari kejaran aparat kepolisian. Beberapa kampus yang menjadi ‘medan pertempuran’ adalah Politeknik Hong Kong dan Universitas Cina di kota Sha Tin. Sebuah jembatan penyeberangan yang menjadi penghubung Kowloon dan wilayah timur New Territories dekat Universitas Cina menjadi medan tempur demonstran radikal dengan aparat kepolisian.

Unjuk rasa sepanjang 2019 diketahui telah menewaskan satu orang, yakni Alex Chow Tsz-lok, 22 tahun, mahasiswa salah satu universitas di Hong Kong. Sedangkan korban luka-luka dalam aksi protes ini belum ada data resminya, namun satu wartawan Indonesia, Veby Mega, harus kehilangan salah satu penglihatannya akibat tertembak peluru karet polisi saat meliput unjuk rasa.

Unjuk rasa menuntut demokrasi yang lebih luas pada Hong Kong dilakukan tanpa kenal waktu. Pada malam Natal bahkan hari raya Natal, protes tetap dilakukan.

Presiden Cina Xi Jinpin memuji Pemimpin Hong Kong Carrie Lam Cheng Yuet-ngor, yang bertahan di tengah gelombang unjuk rasa ini. Aksi protes telah memukul perekonomian Hong Kong, namun belum ada yang bisa menjawab sampai kapan unjuk rasa akan berlangsung. Dikabarkan, para demonstran bahkan akan melakukan aksi protes pada tahun baru. []

Advertisement
Advertisement