April 24, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Mengapa Menaruh Garam pada Buah dan Permen, Membuatnya Lebih Manis ?

3 min read

ApakabarOnline.com – Salah satu ironi kecil dalam hidup, bahwa makanan manis menjadi lebih manis jika ditambahkan sedikit garam. Kini, para ilmuwan mungkin telah memberikan para ahli rasa dengan karamel asin dan jeruk bali dengan alasan bahwa trik kuliner ini menekankan pada garam.

Kemampuan kita untuk menikmati makanan berasal dari sel-sel reseptor di lidah kita. Rasa manis dideteksi oleh keluarga reseptor yang disebut T1R, yang mengambil gula alami dan pemanis buatan. Para ilmuwan awalnya beranggapan bahwa dengan menonaktifkan keluarga T1R akan menghentikan respons apapun terhadap rangsangan manis. Akan tetapi pada tahun 2003, para peneliti menunjukkan bahwa tikus yang gen T1R-nya telah “dihilangkan” secara genetik masih menyukai glukosa gula. Penemuan ini menunjukkan bahwa pasti ada cara lain bagi tikus, dan mungkin manusia, untuk tetap merasakan rasa manis.

Untuk mencari penjelasan, ahli fisiologi Keiko Yasumatsu dari Tokyo Dental Junior College dan rekan-rekan penelitinya beralih kepada protein yang bekerja dengan glukosa di tempat lain di tubuh, yaitu sodium-glukosa cotransporter 1 (SGLT1). Di ginjal dan usus, SGLT1 menggunakan natrium untuk membawa glukosa ke dalam sel-sel guna memberi sel-sel tersebut energi. Namun anehnya, protein tersebut juga ditemukan dalam sel perasa yang responsif terhadap rasa manis.

Dalam studi, para peneliti menggosok lidah dari tikus T1R yang tidak sadarkan diri dengan larutan glukosa dan garam, yang mengandung natrium SGLT1, dan mencatat respons saraf yang terhubung ke sel pengecap mereka. Menurut para peneliti, garam tampaknya membuat sebuah perbedaan, yakni menyebabkan saraf hewan tersebut bekerja lebih cepat, jika dibandingkan dengan tikus yang hanya diberi glukosa. Tikus yang sadar juga tampaknya menunjukkan preferensi untuk larutan gula-garam. Tapi ini hanya terlihat ketika menngunakan glukosa, dan pemanis seperti sakarin tidak memicu respons.

Selain itu, senyawa yang diketahui menghambat SGLT1 tampaknya mencegah respons terhadap glukosa. Para peneliti melaporkan dalam Acta Physiologica bahwa hal tersebut menunjukkan bahwa SGLT1 mungkin merupakan zat di balik alat penginderaan glukosa yang sebelumnya”tersembunyi”. Meskipun jalur ini membantu tikus yang tak sadarkan diri merasakan glukosa, pada tikus biasa, jalur ini kemungkinan meningkatkan rasa manis yang diambil oleh reseptor T1R. Yasumatu berpikir temuan itu bahkan mungkin juga berlaku untuk manusia, dan hal ini dapat menjelaskan meningkatnya popularitas makanan seperti karamel asin dalam waktu yang lama.

Para peneliti juga menyimpulkan bahwa terdapat tiga jenis sel rasa yang peka terhadap manis. Dua yang pertama, menurut mereka, antara menggunakan jalur T1R atau SGLT1, namun ketika bersama, mereka membantu tubuh untuk membedakan gula alami dari pemanis buatan. Jenis terakhir menggunakan kedua jalur dan juga merespon asam lemak dan rasa umami. Para peneliti berpendapat bahwa hal tersebut dapat memberikan cara untuk mendeteksi makanan kaya kalori.

Menurut Kathryn Medler, pakar pemberi sinyal rasa dari Universitas di Buffalo yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, karya studi tersebut menarik, yang dimana menunjukkan bahwa rasa manis lebih rumit dari yang sebelumnya disadari.

Emily Liman, ahli saraf di University of Southern California, setuju dengan hasil studi dan mengatakan bahwa buktinya adalah bahwa SGTL berkontribusi untuk mendeteksi pemanis oleh sistem rasa tidak terbantahkan. Dirinya menambahkan sekarang fokus dari para peneliti adalah lebih menemukan bagaimana hal ini dapat terjadi dan kembali meneliti garam.[]

Sumber: Disadur dari situs sciencemag. Materi berasal dari Sciencemag. Naskah pertama kali ditulis oleh Ian Randall. Note: Naskah telah mengalami penyesuaian gaya dan panjang.

Advertisement
Advertisement