April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Nasi Goreng Hong Kong

3 min read

KARANGANYAR –  “Prang .. Prang .. Prang ..” bunyi benturan alat penggorengan berpadu dengan aroma lezat yang tercium hingga jarak beberapa meter, membuat perut yang lapar, mengajak kaki untuk melangkah ke asal aroma tersebut. Sebuah bangunan tidak permanen beratapkan terpal diatas sebuah selokan di Jalan Raya Adi Sumarmo dekat SPBU Ngabeyan Kartasura ternyata menjadi sumber dari aroma tersebut. Warung nasi goreng.

Saat ApakabarOnline.com menghampiri, terpampang sebuah daftar aneka menu yang ditawarkan dalam papan kardus bekas sederhana, dimana salah satunya nasi goreng Hong Kong. Penasaran, usai memesan, sambil menikmati lezatnya nasi goreng Hong Kong disaat perut lapar, dibawah rintik hujan gerimis, ApakabarOnline.com menanyakan tentang predikat Hong Kong dalam salah satu menunya. Perempuan muda berparas anggun yang berjualan mengaku “saya mantan TKW Hong Kong mas”.

Dialogpun berlanjut, perempuan yang berjualan nasi goreng tersebut adalah Reni Juwita Rini (34), combatan Hong Kong tahun 2013. Kepada ApakabarOnline.com, Reni mengaku telah empat tahun belakangan berjualan aneka nasi goreng dan menu lain berbasis mie di tempat tersebut.

“Setahun saya nganggur, saya pulang Mei 2013. Awalnya menerima tawaran jadi guru bahasa Kanton di PT. Terus saya keluar. Selain karena gaji, juga karena kondisi didalam PT yang membuat saya tidak betah karena miris.” terang Reni.

Gagasan berjualan nasi goreng dia dapatkan dari salah seorang temannya sesama alumni Negeri Beton asal Purwokerto. Menurut Reni, di Purwokerto, sahabatnya semasa di Hong Kong bisa meraup untung hingga 5 juta rupiah dari hasilnya berjualan nasi goreng.

“Awalnya saya agak pesimis dengan tempatnya ini. Sebab teman yang di Purwokerto jualannya di warung permanen, ruko. Sedangkan saya diatas selokan. “ akunya.

Rasa pesimis Reni berganti dengan optimis saat bulan pertama berjualan, pelanggan mulai berdatangan. Beberapa pelanggan menyarankan kepada Reni untuk buka sampe lewat tengah malam untuk mengisi kekosongan ketersediaan warung yang masih buka lewat tengah malam.

“Sepereti yang Mas lihat. Pelanggan tengah malam banyak yang sopir taksi, pengunjung Rumah Sakit Ortopedi, maupun orang yang mau ke Bandara Adi Sumarmo untuk terbang pagi” terang Reni.

Reni mengaku, memasuki tahun kedua, usaha warungnya mendapatkan suntikan modal yang berasal dari keuntungan berjualan setiap hari di tahun pertama yang berhasil dia sisihkan. Total modal awal untuk menjalankan usaha ini sebesar Rp. 12 juta rupiah.

“Paling besar di peralatan mas. Kompornya dulu cuma satu, supaya cepat, ditambah dua, rak sekaligus meja dulu cuma pake kayu, sekarang ganti rak multi fungsi bahan besi yang ada rodanya. Bisa buat nyimpen perkakas, ada rodanya mudah dipindah, ada pintunya yang bisa dikunci. Jadi mudah, tidak semua perkakas dibawa pulang setiap hari” jelas Reni.

Memasarkan produk kulinernya, Reni tak berhenti pada cara manual melayani mereka yang datang ke warung saja. Nomor hotline pemesanan dia pasang di area Rumah Sakit Ortopedi dan beberapa penginapan didekat dia berjualan. Dan hasilnya, menurut Reni sangat signifikan.

Dengan menjalani dua cara memasarkan prduk kulinernya tersebut, Reni setiap hari bisa mengantongi pendapatan kotor rata-rata Rp. 750.000 dengan keuntungan bersih rata-rata Rp. 200.000 setiap berjualan.

“Saya membidik pasar menengah kebawah, jadi harga paling tinggi hanya lima belas ribu saja. Yang penting saya sudah mendapat untung, kualitas makanan juga bagus dan bisa diterima pembeli, Alhamdulilah bisa berjalan selama empat tahun belakangan ini.” terangnya.

Bidikan Reni ternyata tepat sasaran. Dengan lokasi berjualan yang cukup strategis, harga jual yng merakyat, terlebih lagi, berjualan di saat warung lain sudah menutup warungnya, menjadi paduan celah menguntungkan bagi Reni.

Berbicara perihal tips, Reni mengaku customer service dan kualitas produk, menjadi dua hal yang harus selalu dijaga.

“Jika sekiranya antrian sedang banyak, pembeli dari hotel atau rumah sakit harus saya kasih tahu kalau memerlukan waktu sekian puluh menit pesanan baru akan bisa sampai, supaya mereka tidak kecewa menunggu lama. Tapi Alhamdulilah mereka tetap sabar dan bisa mengerti” ungkapnya.

Reni menyatakan, sampai saat ini berjualan hanya dibantu oleh adik dan suaminya. Namun demikian, kedua orang yang membantu Reni tidak bisa setiap hari bersama-sama lantaran sang suami dan adiknya bekerja dengan pola Shift di sebuah pabrik.

“Mau menggaji karyawan rasanya kok maju mundur mas. Gak papa, sementara begini saja dulu, doakan usahanya bisa besar, nanti supaya bisa merekrut pegawai”. pungkas Reni.

Penasaran dengan kuliner berbasis nasi gorengnya Reni ? Datang saja langsung ke lokasi berjualannya di Jalan Raya Adi Sumarmo, utara SPBU Ngabeyan, dekat dengan jalan masuk ke Bandara Adi Sumarmo atau jalan masuk Ke Rumah Sakit Ortopedi. []

Advertisement
Advertisement