April 25, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Nasib 2 PMI Menunggu Hukuman Mati, Apa Kabarmu Kini ?

3 min read

MAJALENGKA – Dua Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Majalengka yang terancam hukuman mati di Arab Saudi, berharap ada jalan keluar yang diupayakan pemerintah. Keduanya adalah Eti binti Toyib Anwar warga Desa Cidadap, Kecamatan Cingambul dan Tuti Tursilawati warga Desa Cikeusik, Kecamatan Sukahaji.

Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah Herry Syarifudin mengatakan, selama hampir 8 tahun sudah melakukan berbagai upaya meringankan hukuman. Bahkan, KJRI mengupayakan untuk membebaskan kedua PMI tersebut.

Mulai dari menemui kepolisian setempat, gubernur, pengadilan, dan pendekatan pada keluarga majikan. Hasilnya memang belum maksimal, dan hanya membuahkan penundaan waktu hukuman mati saja.

“Kasus ini istilahnya sudah sampai putusan terakhir, artinya tidak ada jalan lain secara hukum. Semua jalur hukum sudah kita tempuh, tapi hasilnya tetap sama yakni hukuman mati. Bahkan gubernur atau raja sekalipun tidak bisa mengintervensi. Salah satu solusinya adalah melakukan pendekatan ke keluarga majikan, dan ini sudah kita lakukan secara intensif,” ujarnya yang dilansir dari radar majalengka, Kamis (6/4).

Seperti beberapa waktu lalu, pemerintah Indonesia berhasil membebaskan seorang PMI asal Cirebon setelah mendapat pengampunan dari keluarga majikan. Tapi pengampunan tersebut harus ada kompensasi atau denda, dan pemerintah mengeluarkan dana Rp 21 miliar.

“Proses permohonan maaf terhadap keluarga korban terus dilakukan, karena sistem hukum Saudi adalah Qishos. Nyawa dibayar dengan nyawa, namun kalau keluarga korban memaafkan ada solusi uang diyat atau uang pengganti darah. Kita juga telah beberapa kali mempertemukan keluarga di Indonesia dan para TKW,” ungkapnya.

Untuk mencegah kasus serupa terulang, pihaknya gencar melakukan sosialisasi ke daerah-daerah yang menjadi kantong pemberangkatan PMI. Seperti Indramayu, Majalengka, NTT, NTB dan daerah lainnya. Sosialisasi dilakukan ke instasi terkait sampai ke kepala desa. Harapannya disampaikan langsung kepada masyarakat, terutama yang hendak bekerja ke luar negeri.

“Kita di Arab Saudi tiap tahun menangani 1.566 kasus TKI, dari kasus ringan seperti pelanggaran kaidah akhlak, kasus sedang seperti kelengkapan dokumen, sampai yang berat seperti pembunuhan dan dugaan penggunaan sihir yang berakibat vonis hukuman mati,” ujarnya.

Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Majalengka Ahmad Suswanto menambahkan, persoalan PMI merupakan persoalan yang kompleks. Seperti keahlian calon PMI, kemampuan bahasa dan memahami karakteristik di negara tujuan, penyalur atau sponsor, kelengkapan dokumen, dan lainnya.

“Untuk itu kita menata kembali alur pemberangkatan TKI, walaupun sekarang moratorium pengiriman TKI ke luar negeri masih berlaku. Itu pun terbatas pada sektor informal (pekerja rumah tangga) ke Arab Saudi atau timur tengah,” tegasnya.

Seperti diketahui, Tuti berangkat menjadi PMI ke Arab 5 September 2009 dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan setempat. Tuti dituduh membunuh majikannya Suud Malhak Al Utibi (7/7).

Sedangkan Eti dinyatakan bersalah oleh pengadilan setempat telah berkomplot dengan pekerja lainnya asal India, meracun majikannya hinga meninggal dunia. Sementara Iti Saniti, ibunda Tuti mengaku setiap hari selalu sedih memikirkan nasib anaknya. Setiap waktu pula dia mencari informasi baik ke dinas tenaga kerja maupun ke pihak perusahan yang memberangkatkan anaknya.

“Orang tua mana yang tidak sedih anaknya terancam hukuman mati. Saya berharap pemerintah derah dan pusat tak bosan membantu pembebasan anak kami,” tambahnya.

Hal senada dikatakan Engkoy, ibunda Eti. Dia menginginkan anaknya bebas dari hukuman mati. Sebab anaknya hanya membela diri dari perlakuan dan sikap majikannya.

“Paling tidak hukumannya diperringan, kami tidak henti-hentinya berdoa agar ada kabar baik yang kami terima,” pungkasnya. [Asa/Agus]

Advertisement
Advertisement