April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Orang baik cenderung alami kesulitan finansial

3 min read

Sebagai manusia, bersikap sedikit tega mungkin lebih bijak ketimbang terlalu baik jika menyangkut soal uang. Terlebih jika Anda bukan tergolong orang mampu. Setidaknya begitu kata peneliti dalam studi baru.

Melansir Psych Central, peneliti menyimpulkan orang baik dan menyenangkan cenderung mengalami kesulitan finansial yang jauh lebih besar—bahkan sampai pailit—jika dibandingkan dengan orang-orang yang kurang menyenangkan.

“Kami tertarik untuk memahami apakah memiliki kepribadian yang baik dan hangat—yang disebut oleh peneliti kepribadian sebagai agreeableness—terkait dengan konsekuensi keuangan negatif,” kata Sandra Matz, Ph.D., dari Columbia Business School di New York selaku penulis utama studi dalam rilis resmi American Psychological Association (APA).

Agreeableness atau mudah bersepakat adalah salah satu dari lima ciri kepribadian utama yang menunjukkan sifat-sifat positif seperti hangat, empati, mudah percaya dan peduli.

Lebih lanjut, studi yang diterbitkan dalam Journal of Personality and Social Psychology ini menemukan bahwa kesetujuan berhubungan dengan indikator kesulitan finansial, seperti penghematan yang lebih rendah atau sulit menabung, utang lebih tinggi, dan tingkat gagal bayar yang lebih tinggi.

Menurut peneliti, alasannya lantaran orang-orang baik kurang peduli soal uang dan oleh karena itu mereka berisiko lebih tinggi salah mengatur keuangan.

Dalam Pcychology Today, profesor psikologi Susan Krauss Whitbourn mencontohkan orang baik yang dimaksud peneliti.

Anggaplah namanya si A dan ia teman Anda. Suatu kali saat makan di luar bersama, si A menawarkan membagi dua tagihan. Padahal Anda makan lebih mahal.

Anda pikir ini tidak masuk akal karena si A bukan sesekali berlaku dermawan. Terlebih lagi, A orang biasa dengan gaji pas-pasan, bukan orang kaya.

Menurut Whitbourn, cenderung baik bisa membuat orang lebih rentan mengorbankan sumber daya pribadi untuk orang lain. Kebaikan itu bisa berimplikasi serius bagi kesejahteraannya terutama jika dia tidak memiliki sarana untuk mengimbangi kepribadiannya.

Sebagaimana ditegaskan peneliti, besaran pendapatan memainkan peran penting dalam asosiasi ini.

Kendati tidak semua orang baik mengalami kesulitan finansial, “Hubungan itu jauh lebih kuat untuk individu berpenghasilan rendah, yang tidak memiliki sarana keuangan untuk mengompensasi dampak merugikan dari kepribadian mereka yang mudah bersepakat.” kata rekan penulis studi Joe Gladstone, Ph.D., dari University College London.

Matz dan tim melakukan serangkaian studi dengan memantau data lebih dari tiga juta peserta. Mereka menggunakan sejumlah metode berupa dua panel daring, survei nasional, data rekening bank, dan data geografis yang tersedia untuk umum.

Singkatnya, peneliti mencari tahu alasan kesulitan finansial orang baik berlandaskan dua perkiraan: Apakah karena gaya negosiasi mereka yang lebih kooperatif atau karena nilai lebih rendah yang mereka tetapkan untuk uang.

Gagasan dalam studi baru ini senada dengan penelitian tahun 2011 yang menemukan bahwa laki-laki baik, hangat dan kooperatif menghasilkan 18 persen pendapatan lebih rendah dibanding sejawatnya yang tidak menyenangkan.

Selain hasil studi di atas, peneliti juga mengungkap sejumlah temuan lain yang tak kalah penting.

Pertama, mereka menemukan bahwa kepribadian baik yang dimiliki seseorang sejak kecil ternyata bisa meramalkan kesulitan finansialnya di masa dewasa. Salah satu metode penelitian dalam studi baru melacak peserta yang sama selama lebih dari 25 tahun.

Lalu, ketika membandingkan data kepribadian dan keuangan dari dua wilayah di Inggris dengan tingkat pendapatan per kapita yang sama, peneliti mendapati kota dengan penduduk paling baik dan menyenangkan memiliki tingkat kebangkrutan 50 persen lebih tinggi.

Sejauh ini, kata Whitbourn, sikap terhadap uang adalah bidang yang belum terlalu didalami dalam psikologi.

Meski ada beberapa penelitian kecil yang menghubungkan perilaku ekonomi dan kepribadian—misal, orang dengan kesadaran tinggi (conscientiousness/waspada) lebih bijak dalam membelanjakan uang—studi baru jelas menunjukkan bahwa sifat sosial yang tidak diinginkan berjalan seiring dengan perilaku keuangan yang tidak diinginkan.

Pertanyaannya, jika kebaikan mendasari kesulitan finansial, apa yang perlu dilakukan sementara kita semua tahu kepribadian tak mudah diubah?

Profesor ilmu sosial Dr. Michelle Martin mengatakan hal pertama yang perlu dipahami adalah garis tipis antara bersikap baik dan terlalu baik. Terlalu baik bisa menjurus tidak baik karena menunjukkan rasa takut pada banyak hal termasuk membuat perubahan atau keberanian bilang tidak.

Dr. Matz menambahkan kepada Moneyish, seandainya Anda punya kenalan orang baik, bukan berarti Anda perlu mengatakan ia harus lebih peduli soal uang. Sementara uang tidak penting baginya, Anda perlu mengingatkan bahwa uang mungkin penting bagi keluarga dan orang yang dicintainya.

“Jika Anda berhutang, jika Anda gagal melunasi pinjaman, itu berdampak pada Anda dan keluarga Anda,” kata Matz.

“Oleh karena orang baik suka membantu dan peduli dengan perasaan orang lain, Anda dapat memanfaatkan akar kesetujuan dalam konteks ini,” pungkas Matz.[]

Advertisement
Advertisement