April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Patuh atau Tidaknya Warga Menggunakan Masker Dipengaruhi Konsistensi Para Tokoh Masyarakat

2 min read

JAKARTA – Kepatuhan masyarakat terhadap penggunaan masker hanya bisa terwujud apabila tokoh atau orang yang menyosialisasikan hal itu juga konsisten menerapkan hal yang sama.

Hal itu diungkapkan oleh dokter sekaligus relawan covid-19 di Tanah Air, dr Tirta Mandira Hudhi, dalam diskusi daring dengan tema “Suka Duka Dokter dan Relawan Dalam Menyosialisasikan Gerakan Pakai Masker”, Sabtu (05/09/2020).

“Masyarakat di lapangan akan meniru apa yang disampaikan oleh orang yang menyosialisasikan. Namun, bila orang yang memberikan info atau anjuran tadi tidak konsisten, maka masyarakat tidak akan patuh juga,” kata dia, dikutip dari Antara.

Secara pribadi, dr Tirta mengaku pernah mengalami tekanan tersendiri saat foto dirinya viral di sebuah rumah makan tanpa menggunakan masker. Padahal, sebelumnya ia cukup gencar menyosialisasikan gerakan pakai masker.

Akibatnya, hal tersebut menjadi preseden buruk bagi dr Tirta yang selama ini cukup banyak mengampanyekan pencegahan covid-19 di Tanah Air. “Di sinilah saya tahu dan akhirnya menjaga konsistensi,” ujar dia.

Sebenarnya, ujar dia, orang-orang yang mengimbau untuk pakai masker, jaga jarak, mencuci tangan dan protokol kesehatan lainnya, secara tidak langsung adalah guru bagi orang lain.

Pada saat ia telah memberikan edukasi tersebut, maka konsistensinya juga harus dilaksanakan agar kepercayaan masyarakat tidak pudar. “Jadi, yang menjadi masalah adalah konsistensi dari yang memberikan edukasi,” katanya.

Oleh karena itu, lanjut dia, konsistensi penggunaan masker tidak bisa hanya dibebankan kepada masyarakat tetapi juga bagi tokoh publik atau orang yang memberikan edukasi.

Di samping itu, ia juga mengajak masyarakat agar selalu mendukung tenaga kesehatan yang terus berjuang melawan covid-19. Sebab, hingga kini, masih banyak dijumpai hujatan mengarah pada tenaga medis, relawan dan sebagainya dalam penanganan pandemi.

 

Kearifan Lokal

Lebih lanjut, dia mengatakan, penerapan dan pendekatan kearifan lokal perlu dilakukan untuk mengampanyekan penanganan covid-19.

“Sebagai contoh di Surabaya. Kita datang ke sana serta mengevaluasi dan melakukan pendekatan kearifan lokal dengan melibatkan bonek,” katanya.

Kejadian di Surabaya, banyak masyarakat tidak patuh penerapan protokol kesehatan terutama penggunaan masker. Hal itu terjadi karena adanya informasi hoaks yang mengatakan covid-19 hanya sebuah konspirasi.

“Setelah mengetahui masalahnya, kita berkoordinasi dengan bonek dan membagikan masker,” ujar dia.

Tak hanya di Surabaya, pendekatan kearifan lokal juga dilakukan dr Tirta di Jakarta, Bali dan daerah lainnya. Hal itu bertujuan agar kampanye penanganan bisa menyentuh hingga lapisan terbawah masyarakat.

Setiap daerah, ujar dia, memiliki kearifan lokal yang berbeda. Hal itu membuat pendekatan kampanye penanganan yang berbeda-beda. Sebagai contoh sosialisasi penggunaan masker di Jakarta tidak bisa dengan cara berdebat atau represif kepada masyarakat. Sebaliknya hal itu mungkin bisa dilakukan di Surabaya. “Kalau di Surabaya agak keras sedikit tidak masalah,” katanya.

Contoh lainnya di Bali, tepatnya Buleleng, dimana pendekatan yang dinilai paling pas untuk mengampanyekan gerakan pakai masker ialah melibatkan pecalang. Bahkan, masyarakatnya lebih patuh pakai masker dibanding menggunakan helm. Sebab, apabila tidak menggunakan masker akan ada saksi push up dan denda.

“Di Jakarta, tidak bisa pakai denda. Harus pakai medsos dengan menggunakan konten kreatif,” katanya.

Kemudian, di Yogyakarta pendekatan kearifan lokal bisa melibatkan Sri Sultan Hamengku Buwono X dan UMKM. “Cara paling efektif agar masyarakat gunakan masker ialah kearifan lokal,” ujar dr Tirta. []

Advertisement
Advertisement