April 16, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

PMI Hong Kong Menggugat, Menuntut Fahri Hamzah Minta Maaf dan Diberhentikan

4 min read

HONG KONG – Tweet Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fahri Hamzah menuai reaksi keras dari pekerja migran Indonesia (PMI) di Hong Kong. Mereka tidak terima dengan kata “mengemis” dan “babu” yang digunakan Fahri dalam tweet tersebut.

“Kami, Lingkaran Aku Cinta Indonesia (LACI) yang terdiri dari 55 organisasi buruh migran Indonesia di Hong Kong merasa sangat keberatan dengan tindak tanduk Bapak yang melecehkan pekerjaan kami. Kami sudah tidak bisa diam lagi!” tulis LACI dalam siaran persnya.

PMI Hong Kong yang tergabung dalam LACI menegaskan penolakan mereka atas label “babu”, karena mereka juga pekerja yang memiliki harkat dan martabat. Semua yang dikerjakan merupakan hasil tetesan keringat dan juga ketrampilan khusus. Karena itu, mereka juga menolak istilah “mengemis” sebagaimana ditulis Fahri di tweet-nya. Hal itu merujuk pada tweet di akun twitter @Fahrihamzah, “Anak bangsa mengemis menjadi babu di negeri orang dan pekerja asing merajalela”.

Untuk itu LACI menuntut Fahri meminta maaf secara resmi atas pernyataan-pernyataannya yang dinilai merendahkan PMI. Gara-gara tweet itu, Fahri juga didesak untuk meminta maaf atas penggunaan data tidak valid yang dinilai menuduh 1.000 PMI di Hong Kong hamil dan menelantarkan anaknya, serta 30 persen dari mereka mengidap HIV/AIDS. Data yang diklaim Fahri bersumber dari PathFinders, telah dibantah oleh lembaga peduli anak dan ibu migran yang berkantor di Hong Kong itu.

“Tahukah Bapak bahwa pernyataan Bapak telah merendahkan martabat dan harga diri kami, para ‘Pahlawan Devisa’ yang menyumbangkan remitansi sebesar US$7,4 miliar atau Rp97,5 triliun untuk memutar roda perekonomian Indonesia. Menurut data LSM (lembaga swadaya masyarakat) di Hong Kong yang kami ketahui, satu (1) orang TKI (tenaga kerja Indonesia) menghidupi 3-9 orang anggota keluarganya di kampung halaman. Tidakkah Bapak memikirkan hal ini sebelum merendahkan kami?” tulis LACI dalam pernyataan sikapnya.

Selain permintaan maaf, LACI juga mendesak Mahkamah Kehormatan Dewan DPR untuk memecat Fahri dari keanggotaannya sebagai wakil rakyat. “Kami mendorong MKD DPR RI untuk mengevaluasi kinerja Fahri Hamzah dan mempertimbangkan pencopotan yang bersangkutan dari anggota DPR RI,” tulis LACI.

JBMI: Fahri Tidak Layak Pimpim Tim Pengawas TKI DPR

Kecaman serupa disampaikan Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) yang juga berbasis di Hong Kong. Akibat pernyataan-pernyataan kontroversialnya itu, JBMI menilai Fahri tidak layak menjabat Ketua Tim Pengawas TKI DPR RI.

“JBMI—jaringan yang menyatukan organisasi-organisasi massa buruh migran yang berada di Hong Kong, Makau, Taiwan dan Indonesia—mengecam pernyataan merendahkan martabat buruh migran yang disampaikan Wakil Ketua DPR RI dan Ketua Tim Pengawasan TKI, Fahri Hamzah,” tulis JBMI dalam siaran persnya.

Sebagai Ketua Tim Pengawasan TKI, JBMI menilai, Fahri gagal memahami persoalan mendasar dan solusi yang dibutuhkan PMI di luar negeri. “Jika paham kenyataan dan aspirasi buruh migran, tentu Fahri akan memperjuangkan agar revisi UUPPTKILN No. 39/2004 mengabdi pada pengakuan dan perlindungan sejati yang diharapkan buruh migran serta keluarganya,” tambah mereka.

Sama halnya dengan LACI, JBMI juga menuntut agar Fahri Hamzah meminta maaf secara resmi dan terbuka, serta mencabut pernyataannya. JBMI juga menuntut MKD menurunkan Fahri dari jabatannya sebagai Ketua Tim Pengawasan TKI.

Dibela Rieke

Di saat Fahri Hamzah “dibully” oleh banyak kalangan, termasuk PMI Hong Kong, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Rieke Diah Pitaloka membela rekan seprofesinya itu. Meskipun mengakui bahwa kicauan Fahri di Twitter itu menyentil berbagai pihak serta membuat mereka marah dan mengecam, namun Rieke meminta masyarakat juga melihat arti kata “babu” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yakni orang yang bekerja sebagai pembantu dalam rumah.

“Ada babu cuci, babu masak, dan sebagainya. Upah terserah yang memberi, jam kerja juga terserah majikan, tawar-tawaran pun tidak dijamin norma hukum. Jadi kalau dilanggar pun tak ada sanksi bagi yang melanggar, bisa diberhentikan kapan saja, tanpa pesangon,” kata Rieke dalam keterangan tertulisnya, sebagaimana dilansir Kompas.com.

Rieke mengatakan, memang ada konotasi yang terkesan kasar dari kata babu. “Selama belum diakui sebagai pekerja formal maka istilah yang tepat memang babu alias pembantu,” ujar politisi yang juga menjabat anggota Tim Pengawas TKI DPR ini.

Ia mengaku maklum apabila PMI Hong Kong memprotes Fahri. Sebab, sistem hukum di Negeri Beton cukup baik melindungi mereka yang berprofesi sebagai pekerja rumah tangga. “Tapi, coba lihat di negara lain, terutama Timur Tengah dan Malaysia,” ucap Rieke.

Fahri: Saya Minta Maaf Jika Ada yang Tersinggung

Apakabar Plus mencoba menghubungi Fahri lewat asistennya di kantor pimpinan DPR RI. Namun Wakil Ketua DPR itu sedang bertugas ke Mali, menghadiri rapat parlemen dunia.

Namun dilansir kompas.com, Fahri menjelaskan ihwal tweet-nya tersebut. “Memang ada kesalahan, karena saya menghapus. Itu kesalahan pertama, sehingga orang tidak melihat di mana tempat kicauan itu berada,” ujarnya, saat diwawancarai secara live oleh wartawan Kompas.

“Saya tidak menyebut ada pekerjaan yang tidak terhormat. Tapi saya mengatakan atas biaya kita mendatangkan tenaga kerja asing itu kita juga mengorbankan anak-anak bangsa kita untuk bekerja di luar negeri. Sebagian, biasa mengatakan mengemis bahkan diperjualbelikan. Bahkan ada yang dijadikan budak, disiksa, dan sebagainya,” ujarnya.

Meski begitu, ia meminta maaf jika ada yang merasa tersinggung dengan tweet-nya. “Saya sudah mengatakan, kalau ada yang tersinggung dengan perkataan itu saya meminta maaf. Tapi lihat maksudnya. Saya tidak mau meminta maaf, seolah-olah saya telah melakukan kesengajaan, melakukan penistaan. Tidak ada itu,” kata Fahri.

Terkait kritik yang disampaikan banyak kalangan soal revisi UU 39/2004 yang “mangkrak” di DPR, Fahri menjelaskan, sedang berjalan. Ia mengklaim, DPR sedang melakukan perbaikan atas UU penempatan dan perlindungan PMI tersebut.

“Bahkan kami sudah menemukan pola-pola kesalahan dalam penempatan tenaga kerja. Dalam waktu dekat kami akan panggil pihak-pihak untuk memberikan keterangan dan ajak mereka dalam dengar pendapat,” ujar Fahri. [Razak]

Advertisement
Advertisement