April 20, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Remaja 14 Tahun Terkena Peluru Tajam Pasca Larangan Bermasker Diumumkan

2 min read

HONG KONG – Polisi Hong Kong menembak dan melukai seorang remaja lelaki pada Jumat (04/10/2019) kemarin saat terjadi kerusuhan dalam sebuah demonstrasi.

Kerusuhan ini terjadi setelah Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, mengumumkan penerapan undang-undang darurat, yang tidak pernah digunakan selama sekitar lima puluh tahun terakhir.

“Media lokal melaporkan seorang remaja lelaki berusia 14 tahun tertembak dan dirawat di rumah sakit Hospital Authority dalam kondisi serius,” begitu dilansir Reuters pada Sabtu (04/10/2019).

Polisi mengatakan seorang petugas di Yuen Long di New Terrirories menembakkan peluru tajam sebagai pembelaan diri karena seorang demonstran melemparkan bom molotov kepadanya dan membuatnya terkena api.

Ini merupakan insiden penembakan dengan peluru tajam kedua setelah sebelumnya seorang pengunjuk rasa berusia 18 tahun juga tertembak. Polisi mengatakan insiden pertama terjadi karena pelaku mencoba menyerang polisi menggunakan bom molotov. Kondisi korban pertama juga dalam keadaan serius dan dirawat di sebuah rumah sakit.

Keputusan Carrie Lam untuk menerapkan kembali UU Darurat ini menimbulkan kemarahan demonstran. Mereka turun ke jalan pada saat malam untuk mengekspresikan kemarahannya. Sejumlah demonstran terlihat menyalakan api dan melemparkan bom molotov ke arah polisi. Mereka juga membakar bendera Cina sebagai tantangan kepada otoritas di Beijing.

Sekitar seratus demonstran mengepung kantor cabang Bank of China di kawasan perbelanjaan premium di Causeway Bay. Di area pelabuhan di Kowloon, demonstran memecahkan kaca toko dari cabang perusahaan China Life.

Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan demonstran di distrik yang bergola termasuk di Causeway Bay, Sha Tin, dan Wong Tai Sin.

Demonstrasi di Hong Kong telah terjadi sejak Juni 2019 saat demonstran menolak pengesahan legislasi ekstradisi. Legislasi itu memungkinkan otoritas Hong Kong mengekstradisi warga yang dianggap melanggar hukum ke Cina.

Meski legislasi ini telah ditarik dari pembahasan di parlemen, seperti dilansir Channel News Asia, demonstran tetap berunjuk rasa. Mereka mendesak agar pemerintah Hong Kong menerapkan sistem demokrasi sehingga warga bisa memilih pemimpinnya sendiri. []

Advertisement
Advertisement