April 24, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Setelah Tahu Ternyata Begini Setelah 13 Tahun Menanti, Mendingan Cerai Dari Pada Makan Hati

3 min read

SURABAYA – Menjadi pekerja migran kebanyakan hanya 2-3 tahun, setelah itu kembali ke Indonesia. Tapi Ny. Nurul, 45, sejak berangkat tahun 2005, sampai sekarang tak mau pulang. Usut punya Usut, ternyata dia digendak majikannya. Tinggal kini Gustadi, 50, yang merana dan kedinginan di Surabaya. Akhirnya kuli bangunan itu menggugat cerai istrinya.

Orang mau bekerja jadi PRT ke luar negeri, semata-mata karena ingin mengubah nasib. Di negeri sendiri negara tak mampu memberinya pekerjaan, terpaksa mbabu pun ditempuh asalkan bisa makan. Tapi tak semuanya bisa mengubah nasib. Ada satu dua yang malah setelah jadi pekerja migran rumahtangganya berantakan, gara-gara pasangan tergoda perempuan/lelaki lain di negara penempatan.

Nurul warga Wonocolo Surabaya salah satu di antara PMI yang justru berantakan rumahtangganya. Keluarga yang dibina puluhan tahun hancur lebur laksana split karena dia terpikat Wan Abud lelaki Arab yang jadi majikannya. Dia tak boleh kembali ke Indonesia, cukup melayani majikannya dalam segala lini, dari dapur sampai ke kasur.

Tahun 2005 Nurul masih menjadi istri setia Gustadi, yang pekerjaan sehari-hari jadi tukang batu. Kerja kasar seperti itu memang tak menjanjikan uang banyak, bisa pas-pasan saja sudah matur nuwun. Maka Nurul pun minta izin untuk mendaftar jadi PMI. Suami sebetulnya keberatan, tapi karena gak sembada (tak mampu) akhirnya ya terserah sajalah.

Sejak Nurul jadi PMI, ekonomi Gustadi di Surabaya memang mulai membaik. Tiap bulan istri selalu kirim real ke rumah. Tapi ya uang saja, telpon-telponan jarang, surat-suratan apa lagi. Begitulah resiko punya istri jadi PMI. Tiap bulan dikirimi benggol, tapi dia punya bonggol nganggurrrr Caaaakkkkk !

Setelah dua tahun Gustadi berharap Nurul pulang. Ternyata tak kesampaian, dia memperpanjang kontraknya. Empat tahun kemudian begitu juga. Tahu-tahu sudah lebih dari 10 tahun Nurul tak pernah mau kembali. Pernah Gustadi telpon, pulang sajalah wong ekonomi keluarga sudah membaik, tingkat pertumbuhannya mencapai 7 %, infrastruktur terjamin dan tak punya utang luar negeri.

Tapi apa jawab Nurul? “Aku suruh pulang? Makan apa nanti, wong kamu kerjanya tak jelas. Sudahlah, tak usah mikir saya, yang penting kamu tiap bulan takkirimi uang.” Begitu katanya. Coba, di mana harga diri Gustadi sebagai seorang suami? Benggol memang selalu terjamin, tapi bonggol sudah 13 tahun nganggur, rek!

Ini sungguh misteri bagi Gustadi. Kenapa istrinya jadi betah di Arab Saudi, padahal setahunya di Indonesia Nurul tidak sedang dicari-cari polisi, terlibat kejahatan medsos juga tidak. Jadi kenapa gerangan? Apakah Nurul sudah punya tokoh alternatip di sana?

Sampailah kemudian Gustadi ketemu tetangga kampung yang bekas PMI di Arab Saudi. Kebetulan dia kenal dengan Nurul, sehingga tahu apa yang terjadi di sana. Bahkan Gustadi diminta tak usah memikirkan istrinya lagi, karena sudah kerasan digendak majikannya, Wan Abud yang kaya raya. “Nurul di sana enak, sehari-hari tinggal mamah karo mlumah….” Kata lelaki itu, yang terasa bagaikan sembilu di telinga Gustadi.

Kini jelas sudah informasi itu, mengajak pulang Nurul sama saja percuma. Maka mumpung masih ada kesempatan, dia akan menggugat cerai saja ke Pengadilan Agama Surabaya. Dia ikhlaskan Nurul dan tinggal ganti cari istri yang nrimo, tidak banyak tingkah. “Perempuan kan masih banyak di Surabaya,” kata Gustadi menghibur diri.

Stok perempuan dijamin aman sampai Lebaran, Cak! [Jawa Post Nasional Network/Gunarso TS]

Advertisement
Advertisement