April 19, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Siap-Siap, Pendapatan dari Youtuber dan Selebgram Akan Dikenai Pajak

3 min read

JAKARTA – Dianggap masih luput dari sasaran sebagai target pajak, Dirjen Pajak mulai memperhatikan potensi penerimaan pajak dari selebgram dan youtuber. Pasalnya, kedua profesi ini tak lain merupakan pelaku usaha yang memperoleh pendapatan dari kegiatannya di media sosial tersebut. Karena itulah, profesi influencer yang bergerak di media sosial ini juga memiliki kewajiban untuk membayar pajak.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo mengatakan, secara filosofis, pemungutan pajak bagi para influencer tak lain menciptakan prinsip keadilan antara para pekerja konvensional dengan pekerja yang menggunakan teknologi sebagai media.

“Harus dipenuhi kewajiban perpajakannya, yaitu memperhitungkan, membayar, dan dilaporkan dalam SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan),” kata Yustinus, di Jakarta, Jumat (18/01/2019).

Menanggapi makin banyaknya pelaku influencer ini, Dirjen Perpajakan disarankan mengikuti perkembangan zaman dengan menyiapkan perangkat atau aplikasi yang memudahkan para YouTuber untuk menghitung pajak mereka. Perpajakan Indonesia memang menggunakan sistem self-assessment, di mana pelaporan dan penghitungan pajak diserahkan kepada wajib pajak itu sendiri.

Terkait hal ini, beberapa influencer dinilai belum tertib dalam melaporkan penghasilan yang mereka dapatkan. Menurut Yustinus, hal itu bisa disebabkan dua faktor, yaitu ketidaktahuan dalam memenuhi tanggung jawab perpajakan atau secara sengaja mengemplang pajak yang menjadi tanggung jawabnya.

Banyak yang Mengeluh, Pendapatan Youtuber Indonesia Turun Drastis

Untuk itu, Yustinus menyarankan, otoritas pajak mesti mengembangkan inovasi dalam melakukan sosialisasi dan edukasi terhadap milenial, Misalnya dengan meng-endorse influencer untuk mengiklankan aturan tersebut atau membuat konten di akun media sosial mereka tentang pajak atas penghasilan yang diperoleh seorang influencer.

“Selain itu, tantangan bagi DJP yang lain adalah dengan membuat mekanisme perpajakan yang lebih baik lagi, bukan dengan memperbaharui objek pajaknya,” ucapnya.

Yustinus menyatakan, sasaran untuk mengambil pajak dari influencer pun secara langsung bisa meningkatkan penerimaan negara. Soal pendapatan dari pelaku usaha digital ini, Yustinus mengilustrasikan, para Youtuber, misalnya, memiliki pilihan untuk memonetisasi video yang diunduh di akunnya jika dia mengizinkan YouTube atau Google untuk menempatkan iklan dalam video tersebut.

Para Youtuber pun akan mendapatkan bagi hasil dari iklan itu dengan pembagian 45% untuk Youtube dan 55% untuk Youtuber. Penghasilan yang didapat para Youtuber ini secara ketentuan merupakan objek pajak penghasilan.

Untuk tahun 2018 sendiri, penerimaan pajak mencatatkan hasil gemilang sebesar 92,4% dari target yang dicanangkan. Besaran penerimaan pajak senilai Rp1,32 ribu triliun ini merupakan yang pencapaian realisasi pajak terbaik semenjak tahun 2012.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, pencapaian ini merupakan buah dari kegiatan ekonomi yang positif di tahun ini.  Tak ayal ini memperbaiki penerimaan pajak di berbagai sektor dibandingkan periode sama tahun lalu.

“Penerimaan negara kita sangat kuat karena didukung oleh pertumbuhan double digit di semua sektor yang berarti ada pondasi ekonomi yang baik,” tukas sang menteri seperti dilansir Antara, awal Januari lalu.

Sektor utama yang menjadi penyumbang utama penerimaan pajak hingga akhir 2018 yaitu industri pengolahan senilai Rp363,6 triliun. Pencapaian ini tumbuh 11,12% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Disusul penerimaan dari sektor perdagangan sebesar Rp234,46 triliun atau tumbuh 23,7% secara year on year. Lalu ada penerimaan pajak dari sektor jasa keuangan dan asuransi sebesar Rp162,15 triliun atau tumbuh 11,91% dibandingkan tahun 2017.

“Sektor pertambangan tercatat tumbuh tinggi dalam periode ini, yaitu mencapai 51,15%, meski nominal penerimaan pajak yang disumbangkan hanya sekitar Rp83,51 triliun,” tambah Sri Mulyani.

Dari jenis pajak, penerimaan pajak berasal dari Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) Rp334,21 triliun atau tumbuh 6,57%. Ada pula penerimaan dari Pajak Penghasilan (PPh) Badan senilai Rp255,37 triliun atau tumbuh 22,63% year on year dan PPN Impor Rp186,26 triliun atau tumbuh 24,98%.

Selain penerimaan pajak nonmigas, pemerintah mendapatkan penerimaan dari sumber daya alam seiring dengan kenaikan harga komoditas dunia seperti minyak bumi dan batu bara.

Kenaikan harga komoditas membuat penerimaan PPh Migas mencapai Rp64,7 triliun. Melebihi target yang hanya Rp38,1 triliun. Ada pula penerimaan negara bukan pajak dari sektor migas sebesar Rp143,3 triliun atau 178,3 % dari target Rp80,3 triliun.

Secara keseluruhan, kontribusi pajak nonmigas maupun migas telah memberikan penguatan terhadap penerimaan negara pada 2018 yang tercatat mencapai Rp1,94 ribu triliun. Lebih besar 2,5% dari target Rp1,89 ribu triliun. [Sanya/TNF]

Advertisement
Advertisement