April 20, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Terburu-buru Keluarkan Pernyataan, Indonesia Memprotes Filipina

3 min read

Sudah lebih dari seminggu peristiwa bom bunuh diri di Katedral di daerah Jolo, Filipina, berlalu. Pemerintah Filipina pun telah mengatakan bahwa terduga pelaku adalah dua orang WNI. Sayangnya, hingga saat ini belum ada kejelasan soal tersebut.

Alhasil Pemerintah Indonesia memprotes langkah otoritas Filipina yang buru-buru mengatakan bahwa pelaku adalah WNI. Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto, Senin (04/02/2019).

“Itu kan klaim sepihak. Otoritas Filipina masih melakukan penyelidikan dan memastikan siapa pelakunya. Jangan buru-buru memvonis bahwa yang melakukan itu orang Indonesia,” ucap Wiranto yang dipetik dari Wartakota.com.

Atas klaim dari pemerintah Filipina tersebut, Indonesia mengirimkan nota klarifikasi lewat Kedutaan Be­sar Republik Indonesia (KBRI) di Manila, Filipina. KBRI meminta Filipina mengklarifikasi pernyataan tentang keterlibatan WNI dalam serangan teror itu.

“Kami mengirimkan nota verbal untuk meminta klari­fikasi kepada pemerintah Filipina serta menyatakan ke­beratan,” kata Duta Besar RI untuk Filipina, Sinyo Harry Sarundajang, dalam Koran-Jakarta.co, Selasa (05/02/2019).

Selain menyatakan protes, pemerintah Indonesia pun mengirimkan tim gabungan dari berbagai institusi untuk memastikan pernyataan otoritas Filipina. Tim yang terdiri dari Densus 88, BIN, BNPT, dan Kementerian Luar Negeri terbang ke Filipina demi memastikan hal tersebut sekaligus membantu aparat setempat, Rabu (06/02/2019) ini.

“Intinya, Indonesia membantu mengungkap walaupun sampai saat ini belum ada fakta yang mengonfirmasi bahwa itu benar warga Indonesia,” ucap Kadiv Humas Polri Irjen M Iqbal, Selasa (05/02/2019), dikutip dari detik.com.

Semua reaksi pemerintah Indonesia di atas tak lepas dari pernyataan otoritas Filipina yang mengatakan bahwa pelaku merupakan WNI. Misalnya dikemukakan oleh Menteri Dalam Negeri Filipina, Eduardo Ano.

Pada Jumat (01/02/2019) pekan lalu, Ano mengatakan bahwa pelaku dari peristiwa yang menewaskan minimal 23 orang tersebut merupakan orang Indonesia.

“Terdapat dua orang asing yang terlibat dalam pengeboman, dan mereka bertindak dengan disokong oleh Abu Sayyaf sebagai pemberi instruksi,” ucap Ano dalam CNN Filipina. “Saya yakin mereka (orang asing) adalah orang Indonesia.”

Pernyataan tersebut jelas tergesa-gesa. Pasalnya, hingga akhir pekan lalu saja, pihak berwenang di sana belum menyelesaikan tes DNA terduga pelaku.

“Tes DNA masih dilakukan. Jadi kita tinggal menunggu hasil untuk menentukan bahwa memang bagian-bagian tubuh berasal dari satu atau dua orang,” ucap juru bicara Kepolisian Filipina (PNP), Senior Superintenden Bernard Banac, dalam Philstar.com.

Toh, hingga hari ini, Ano masih menyatakan bahwa proses identifikasi masih berjalan. “Pembom adalah pasangan Indonesia (suami-istri). Proses identifikasi masih berlanjut dan itu mungkin membutuhkan waktu,” kata Anu dalam Inquirer.net.

Sebenarnya, kritik atas pernyataan terburu-buru pemerintah Filipina tersebut tak hanya datang dari Indonesia. Bahkan, dari dalam negeri mereka, beberapa pihak mengkritik cara kerja pemerintahan Rodrigo Roa Duterte dalam menanggulangi masalah ini.

Senator Leila de Lima adalah salah satu tokoh yang mengkritik hal itu. Menurut de Lima, apa yang disampaikan otoritas Filipina sangat tergesa-gesa tanpa menunggu hasil penyelidikan resmi dan validasi dari para ahli.

“Pernyataannya tidak menghasilkan apa-apa selain menambah kebingungan dan ketakutan. Ini sangat tidak bertanggung jawab, terutama yang berasal dari pejabat tinggi,” kata de Lima dalam News.ABS-CBN.com.

De Lima khawatir, pernyataan mengenai bom Jolo ini akan berakhir serupa dengan kasus 274 kilogram sabu-sabu kristal di Tanza, Cavite, Filipina, beberapa waktu lalu. Menurut de Lima, pemerintah menolak temuan awal kasus tersebut adalah narkotika.

Pada akhirnya, Tim Antinarkoba Filipina (PDEA) memastikan bahwa temuan tersebut merupakan sabu-sabu. “Pernyataan yang prematur dan membingungkan (yang diucapkan oleh pemerintah) sering kali (disampaikan) dalam situasi yang terlalu serius,” ucap de Lima.

Dalam catatan KBRI Indonesia di Manila, pemerintah Filipina cukup kerap memberikan informasi keliru soal pemboman. Setidaknya, dalam beberapa waktu terakhir, ada dua peristiwa yang dikomentari pemerintah Filipina tanpa buk­ti terlebih dahulu.

Yakni saat peledakan bom di Kota Lami­tan, Provinsi Basilan, pada 31 Juli 2018 dan bom menjelang Tahun Baru 2019 di Cotabato City.

“Meski demikian, hasil in­vestigasi menunjukkan tidak ada keterlibatan WNI dalam dua pengeboman sebagaima­na pernyataan aparat dan pemberitaan media-media,” ucap Sinyo Harry Sarundajang. []

Advertisement
Advertisement