April 25, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Usai Mengetahui Bapaknya Digugat Cerai dari Hong Kong dan Ibunya Kawin dengan Pria Lain, Gadis Kecil Ini Depresi

3 min read

KARANGANYAR – Perceraian merupakan hasil keputusan orang tua yang disebabkan oleh suatu konflik yang tak ditemukan jalan tengahnya. Perilaku anak dalam merespons perceraian bervariasi tergantung dari usia mereka saat peristiwa terjadi.

Keputusan untuk bercerai biasanya sudah bulat dan semakin mantap karena emosi dari kedua belah pihak. Orang tua sering tidak mementingkan keberadaan, perasaan dan masa depan dari buah hati jika mereka bercerai.

Seperti yang ditemukan di Ngargoyoso Karanganyar, TS, gadis kecil berusia 9 tahun yang sedianya duduk di bangku kelas 3 SD kini tidak mau masuk sekolah lagi.

“Setelah tiba-tiba saya menerima akte cerai, dia diambil ibunya dari sini, dibawa ke Klaten sana ke rumah nenek yang dari ibunya. Tapi terus dipulangkan lagi kesini dan kondisinya seperti sekarang ini” terang Didik (37) warga Ngargoyoso yang merupakan ayah kandung dari TS.

Jangan Rebutan, Karena Anak Korban Perceraian Bukanlah Piala Bergilir

Mendengar penuturan Didik, proses perceraian yang dia alami sungguh diluar dugaan. Bermula dari teguran Didik kepada istrinya yang sering berperilaku tidak wajar dan tidak etik di laman media sosial, Didik malah diam-diam digugat cerai dari Hong Kong dengan proses yang misterius.

“Panggilan sidang saya tidak pernah dapat, yang saya dapat hanya panggilan mengambil akte cerai” lanjut Didik.

Didik yang sehari-hari menjalankan usaha menjadi petani jamur dan menjadi petani sayuran di beberapa bidang yang dia miliki dari hasil bekerja di Malaysia saat masih bujang silam hingga setelah menikah dengan Yayuk.

Didik memutuskan untuk pulang ke Karanganyar dengan terpaksa bukan karena diberhentikan dari perusahaan Sawit tempatnya bekerja, namun karena tiba-tiba Yayuk ngotot dan diam-diam telah berangkat ke Hong Kong saat TS anak perempuan sematawayang mereka masih berusia 1 tahun.

Praktis, sejak ditinggal ke Hong Kong 8 tahun silam, TS sehari-hari hidup dengan Didik, ayahnya. Kemanapun Didik pergi, TS selalu turut serta. Pun demikian ketika TS masuk di PAUD hingga TK, setiap hari Didik menunggui sampai jam sekolah selesai.

Siapa sangka, saat TS sudah masuk kelas 1 SD, tiba-tiba prahara rumah tangga meniup Didik dan Yayuk. Berawal dari kemarahan Didik yang melihat foto istrinya dengan pria lain dalam ekspresi dan pose yang tidak sewajarnya sebagai teman, Yayuk merespon dengan menggugat cerai secara diam-diam, dan setelah proses cerai selesai, Yayuk kemudian memproklamirkan diri telah menikah dengan pria tersebut. Belakangan, pria tersebut diketahui sebagai seorang pria berkewarganegaraan Nepal.

TS yang hak asuhnya ternyata dimenangkan oleh Yayuk, harus meninggalkan Karanganyar sebelum naik kelas dua SD. Namun, sesampai di Klaten, kampung halaman Yayuk, TS diduga syok dan mengalami guncangan mental lanrtaran melihat Yayuk pulang, bermesraan dengan laki-laki asing yang dikenalkan kepada TS sebagai bapak barunya.

Memahami Perasaan Anak-Anak Korban Perceraian

“Saya berterimakasih sekali, ada temen-temen mas Wartawan dari yayasan Psikologi  yang dengan sukarela menerapi kejiwaan anak saya. Semoga dia mau masuk sekolah lagi dan ceria seperti dulu. “ terang Didik.

Setelah anak saya pulih lagi, nanti tidak akan saya ijinkan siapapun membawanya pergi. Dia tidak ingin pergi dari sini, karena dia dibawa pergi dari sini lalu melihat ibunya yang tidak senonoh kelakuannya, dia jadi begini. Akan saya jaga sampai dia ada yang menjaga mas. Saya hanya akan fokus pada anak saya, saya tidak akan menikah lagi. ” tegas Didik.

Psikolog Mira Karunia yang memimpin penanganan kasus depresi pada TS menyatakan, perilaku buruk anak korban perceraian sangat mungkin dihubungkan sebagai konsekuensi karena ia telah menyaksikan pertengkaran orang tua dan berpikir bahwa hal tersebut sah-sah saja untuk dilakukan.

“Anak korban perceraian selalu hidup dengan ketakutan bahwa ia tak bisa lagi memiliki keluarga yang bahagia atau orangtua yang menyayanginya.” Terang Mira

Mira menambahkan, ayah dan ibu yang berselisih menyebabkan rasa sakit hati dan kesedihan mendalam pada anak. Anak merasa takut kehilangan hubungan dengan salah satu orang tua secara permanen.

“Anak-anak korban perceraian juga akan cenderung lebih pemarah, agresif, sering mengalami masalah pencernaan yang disebabkan karena perasaan tidak menentu. Di usia remaja, anak-anak akan merasa jauh lebih malu dibandingkan mereka yang masih kecil, namun lebih bisa menerima keputusan orang tua seiring dengan pemikirannya yang lebih matang.” Lanjutnya.

“Yang perlu digarisbawahi adalah perasaan takut, sakit hati dan sedih yang mendalam akan tetap menjadi hal yang dirasakan oleh semua anak korban perceraian.” Pungkas Mira. []

Advertisement
Advertisement