April 25, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Ya Allah, Dolar Yang Kuhasilkan Memakan Korban

4 min read

Tidak ada keluarga dan kerabat yang mengetahui apa yang sebenarnya aku lakukan di Makau. Yang diketahui oleh keluargaku hanyalah aku bekerja menjadi pembantu rumah tangga sebuah kantor. Padahal, di dunia hitamlah sebenarnya aku mengais dolar. Desakan kebutuhan, keterpaksaan, dan selanjutnya hasrat untuk mendapat sesuatu yang besar dengan jalan yang pintas. Itulah kata kunci yang mewakili awal petaka yang mengorbankan keselamatan jiwa orang-orang yang aku cintai di kampung halaman.

Awalnya aku berangkat meninggalkan kampung halaman dengan tujuan bekerja di Hong Kong melalui jasa sebuah PPTKIS pada 9 tahun silam. Namun arus nasib membawaku untuk bekerja dan menghirup udara Makau setiap hari setelah agen yang menyalurkan aku mengirim aku bersama teman-teman yang senasib denganku lantaran gagal bekerja di Hong Kong. Di negeri kasino inilah segala sesuatunya berawal.Sebagian dari kami ada yang kembali ke Hong Kong, namun banyak juga yang berlanjut mendapat pekerjaan di Makau sampai memutuskan untuk pulang ke kampung halaman.

Aku yang waktu berangkat ke Hong Kong meninggalkan suami dan seorang anak laki-laki berusia 3 tahun, merajut impian besar akan masa depan rumah tangga kami. Namun, usai kegagalanku di Hong Kong, sesampai di Makau aku sempat terkatung-katung sampai beberapa bulan lamanya. Hingga suatu hari, aku mendapat pekerjaan di sebuah agen biro perjalanan sebagai cleaning service. Tentu gaji yang aku terima terbilang pas-pasan. AKu hanya bisa mengirimkan uang sisa gajiku beberapa ratus dolar saja lantaran sebagian gajiku habis untuk memenuhi biaya hidupku di Makau. Tidak seperti di Hong Kong, bekerja di Makau aku harus membayar tempat tinggal, dan biaya hidup lainnya sendiri dari penghasilanku setiap bulannya.

Setelah setahun berjalan, aku mulai melihat peluang untuk mendapat uang tambahan di biro tempatku bekerja. Dengan ikut mempromosikan, dari setiap penjualan tiket aku mendapat bonus beberapa puluh dolar. Namun, meskipun demikian, tambahan pendapatan ini belum bisa menjawab beban keuangan yang harus aku tanggung setiap bulannya. Aku tidak bisa mensyukuri tambahan penghasilan tersebut. Naluri ketamakanku tetap menutup mata batinku dari jalan keberkahan.

Suatu hari, suamiku mendesak aku agar pulang saja. Dengan pertimbangan, selama aku bekerja di Makau, penghasilan yang bisa dikirim pulang nilainya hanya sebanding dengan pendapatan pekerja rumah tangga di Indonesia. Suamiku beralasan, jika hanya mengejar uang sebesar itu, lebih baik bekerja di Indonesia saja, setiap hari bisa bertemu anak dan suami, setiap malam bisa berkumpul bersama.

Aku menyikapi permintaan suamiku sebagai tantangan. Aku mullai memeras otak, bagaimana caranya supaya akku mendapat penghasilan yang lebih. Sampai suatu hari, dorongan setaan mempertemukan aku dengan sesama PMI yang berprofesi ganda, nyambi bekerja di dunia esek esek yang setelah ku ketahui, imbalannya sangat besar.

Akal sehatku sudah hilang, yang ada dalam diriku, hanyalah mengejar materi yang aku inginkan. Setelah berhasil mengalahkan suara dalam hati kecilku bahwa yang aku lakukan salah, mulailah aku mengikuti langkah teman baruku tersebut. Aku diperkenalkan dengan beberapa pemakai jasaku di bulan pertama. Dan hasilnya, dari bekerja samppingan yang demikian, dalam sebulan aku bisa mengirimkan uang rata-rata sampai 8 ribu dolar ke kampung halaman.

Tentu suamiku kaget mengetahui uang kirimanku tiba-tiba sebesar itu. Kepada suamiku, aku mengaku kalau aku di tempat kerjaku naik pangkat. Aku tidak menjadi cleaning service lagi, melainkan aku menjadi staf Administrasi dan pemasaran. Dan uang itu aku dapat dari gaji dan bonus penjualan tiket. Suamikupun percaya tanpa menaruh curiga.

Oleh suamiku, perlahan-lahan uang tersebut dikelola, sampai setelah lebih dari setahun lamanya kami bisa membeli sebuah sepeda motor sport baru saat anakku masuk TK. Dengan kendaraan seharga 40-an juta rupiah tersebutlah setiap hari suamiku mengantar dan menjemput anakku ke sekolahnya. Perunahan taraf kesejahteraan yang disimbolkan dengan kehadiran motor sport baru tersebut tentu membahagiakan bukan saja suami dan anakku, tapi kedua orang tuaku dan ke dua mertuaku juga ikut berbahagia dengan keberhasilan anaknya yang tercermin dari peningkatan taraf hidup.

Namun, kabar tidak sedap aku dengar tanpa sengaja dari kampung halaman. Kabar tersebut datang dari salah seorang teman karibku. Dengan bahasa yang sangat hati-hati, serta dengan menunjukkan beberapa bukti dokumentasi pendukung, temanku menunjukkan fakta, diam-diam, dibelakangku, uamiku memiliki perempuan simpanan. Seketika emosiku tersulut, aku merasa dikhianati. Namun beberapa saat usai aku merenungi kabar tersebut, aku menyadari barangkali kejadian itu merupakan balasan lantaran tanpa suamiku ketahui, sebenarnya akulah yang terlebih dahulu menghianati keutuhan ruumah tangga kami dengan membiarkan bahkan menyediakan diri tubuhku dijamah laki-laki hidung belang dengan imbalan uang.

Akhirnya aku menahan diri, mengurungkan maksud untuk menanyakan hal tersebut pada suamiku. Suatu hari, aku hanya menanyakan saldo rekening  yang biasa aku gunakan untuk mengirim uang. Keesokan harinya, suamiku memfoto printout buku rekening dengan saldo terakhir masih diatas 100 juta rupiah. Dari situ, aku meyakini, bahwa suamiku amanah dalam mengelola uang, meskipun aku mendengar kabar kalau dia main perempuan. bersambung [seperti dituturkan W kepada Asa dari Apakabaronline.com ]

Advertisement
Advertisement