7 Isu Krusial Dari Revisi RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN)
2 min readJAKARTA – Setelah menjadi tarik ulur sekian waktu lamanya, progres dari RUU PPILN beberapaa kali dinyatakan siap disyahkan menjadi Undang Undang. Diskusi dan perdebatan panjang yang melingkupi proses penggodokan RUU PPILN, diyakini karena ada beberapa muataan penting dan strategis terkait dengan perlindungan.
Dilansir dari Daulat.com, Revisi Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN) akhirnya rampung dibahas Komisi IX DPR bersama dengan pemerintah setelah 10 tahun tertunda.
Selanjutnya, berubah nama menjadi UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) dan dibawa ke Rapat Paripurna DPR pada 25 Oktober mendatang
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf M Effendy mengatakan, akhirnya berbagai perdebatan, perbedaan pendapat dan saling tarik ulur kepentingan berujung pada titik temu. Dimana kesepakatannya adalah memberikan perlindungan kepada pekerja migran Indonesia (TKI).
“Semua akhirnya bisa dicarikan dan menyamakan persepsi dalam memberikan perlindungan kepada pekerja migran Indonesia,” kata dia belum lama ini.
Dalam kesempatan itu, Dede juga menyampaikan laporan hasil Panja kepada pihak Pemerintah. Ada tujuh isu krusial yang sempat menjadi pembahasan.
Pertama, mengenai pemisahan tugas dan wewenang kementerian dan badan secara tegas, mengingat permasalahan yang selama ini ada yaitu mengenai dualisme kewenangan.
Kedua, peran pemerintah daerah. Pemda dalam memberikan perlindungan kepada pekerja migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten kota dan tingkat provinsi sejak sebelum bekerja, saat mulai bekerja hingga setelah bekerja.
“Pemda berperan memberikan infomasi Job Order yang berasal dari perwakilan Indonesia di luar negeri. Pemda juga diminta melaksanakan Layanan Terpadu Satu Atap, dan memberikan pelatihan agar pekerja yang diberangkatkan adalah yang memiliki keahlian,” kata dia.
Ketiga, mengenai Layanan Terpadu Satu Atap (LTSAP) dalam rangka perlindungan pekerja migran Indonesia. LTSAP nantinya mengurus administrasi pekerja migran bersama dengan pemerintah pusat.
Keempat, pelatihan vokasi melalui balai latihan kerja. Kelima, mengenai perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia.
Dalam UU ini lebih menekankan peran lebih besar kepada Pemerintah dan mengurangi peran swasta dalam penempatan perlindungan pekerja migran Indonesia.
Keenam, mengenai Jaminan Sosial pekerja migran Indonesia yang akan dialihkan kepada BPJS Ketenagarkejaan sesuai UU sistem Jaminan Sosial Nasional.
Hal ini mengingat banyak persoalan klaim pekerja migran Indonesia yang mengalami kesulitan dalam proses pencairan.
Terakhir, pembiayaan pekerja migran indonesia yang akan dibebankan kepada pemberi kerja melalui perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia, dalam hal ini juga akan dimasukkan sanksi pidana.
“RUU ini dikawal bukan hanya oleh pemerintah, namun juga LSM, masyarakat dan bahkan para pekerja migran. Alhamdulillah semoga RUU ini akan bermanfaat banyak bagi 8 juta pekerja kita yang ada di laur negeri yang akan berangkat ke luar negeri,” tambah dia. [Asa/Andi-Daulat.com]