Denok : “Saya Survive dan Produktif Di Kampung Halaman Dari Bisnis Online “
3 min readSURABAYA – Deputy Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Hari Santoso Sungkari di depan forum Becraf Developer Day (BDD) 2017 di Hotel Shangri-La Surabaya, Minggu (3/9/2017) mengatakan, pekerja migran merupakan salah satu konsentrasi yang sedang dikembangkan untuk bisa menjadi bagian dalam industri ini.
Hari optimistis industri startup ini pada gilirannya akan berdampak signifikan terhadap kesejahteraan dan kemandirian ekonomi buruh migran maupun mantan buruh migran. Untuk itulah pemerintah melalui kementerian terkait, kata dia, akan membantu memfasilitasinya dengan dukungan infrastruktur broadband.
Pihaknya ingin menarik PMI untuk berbisnis atau berwirausaha dengan memanfaatkan teknologi digital sehingga pada akhirnya mereka tak lagi harus ke negeri orang untuk mencari rejeki.
“Banyaknya TKW di sejumlah negara maju, yang sudah semakin terbiasa dengan sosial media. Di sisi lain, Indonesia saat ini saja sudah memiliki 500 ribu developer yang kemampuan cloudingnya, bisa diserap dunia industri. Makanya kami sedang berupaya mengajari para TKW dan ibu rumah tangga yang dianggap memiliki kemampuan, untuk belajar membuat website. Kami menemui mereka di Hongkong, Taiwan dan Singapura untuk memberi pemahaman tentang beragam peluang dari internet,” ujarnya.
Hari menambahkan, melalui program tersebut, para pekerja migran yang sudah memiliki kemampuan clouding itu nantinya diharapkan mau mencari nafkah di negerinya sendiri. Mereka bisa saja membuka toko online dan tidak perlu lagi bekerja di negeri orang.
Menanggapi hal ini, Nasrul Haq Khairuddin, seorang mantan wartawan senior sebuah media nasional yang saat ini sedang menjalani pendidikan program Doktoral di Canbera University menyatakan sangat mendukung program tersebut. Nasrul mengemukakan beberapa hal yang menjadi peluang bagi pekerja migran yang tidak dimiliki oleh yang bukan pekerja migran, menjadi nilai tawar bagi pekerja migran memenangkan persaingan.
“Saya melihat dan mengamati sudah sejak lama, banyak buruh migran menjalankaan bisnis berbasis online. Mayoritas berupa toko online. Ada yang mengemas tokonya hanya dengan fasilitas sosial media seperti facebook, twitter, instagram saja, dan ada pula yang sudah mengemas tokonya dengan web blog.” terang Nasrul.
Nasrul menegaskan, untuk mengimbangi pengembangan program tersebut, harus ada upaya edukasi berinternet yang benar dan aman. Sebab, dalam pengamatan Nasrul selama beberapa tahun, banyak pelaku bisnis online dari kalangan pekerja migran menjadi korban penipuan pelaku yang mengaku suplier jenis barang tertentu.
“Dalam hal ini, harus ada upaya pencerahan sekaligus dibuatkan jaringan daftar hitam, supaya pekerja migran tidak menjadi korban pelaku bisnis haram” lanjutnya.
Hal kedua menurutnya, pekerja migran yang telah maupun sedang berencana ingin menjadi bagian dari program ini harus memiliki integritas yang bagus.
“Kejujuran, wawasan, kepedulian terhadap network, ini penting sekali. Sebab, beberapa waktu terakhir ini, saya menemukan beberapa pekerja migran dan mantan pekerja migran yang mengais dolar dari web blog. Mereka tampil seolah-olah seperti media masa, bahkan mereka menamakan diri media masa, tapi yang mereka lakukan adalah mencuri konten orang lain lalu menjual konten curian tersebut di webblognya. Ini penipuan dan pelanggaran hak cipta.” tambahnya.
“Hal seperti ini kalau tidak diseriusi , lama kelamaan akan dianggap wajar dan sah sah saja dikalangan pekerja migran, padahal yang dilakukan dengan hal tersebut sebuah bentuk pelanggaran hak cipta. Webblog yang tampil seolah olah media masa padahal bukan itu misalnya suarabmi.com, pahlawandevisanews.com, dan beberapa blog lain. Mereka mencari uang dengan menjual konten curian” pungkas kandidat Doktor bidang Ilmu Komunikasi Kepada Apakabaronline.com.
Sebagai pelaku usaha online, Denok Rahmawati, seorang mantan pekerja migran asal Kediri, menuturkan, hal yang membuat dirinya memutuskan untuk mengakhiri karir menjadi pekerja migran di Hong Kong adalah usaha online yang sekarang sedang dia jalani.
“Dulu, waktu masih menggunakan facebook saja, penghasilan saya setiap bulan dari jualan online rata-rata pada kisaran 4-6 juta rupiah. Tapi menjelang saya pulang ke Indonesia dua tahun yang lalu, saya sempat diberi banyak wawasan oleh salah seorang suplier saya tentang pentingnya networking dan kemasan marketing bisnis online. Dari sini, sekarang saya mampu meraup penghasilan antara 15-20 juta setiap bulannya. “ terang Denok.
Denok, merupakan salah satu mantaan pekerja migran yang berhasil membangun pondasi ekonomi di kampung halaman dengan bisnis toko online. Tentu saja, proses kreatif Denok, tak semudah membalikkan kedua telapak tangan. [Asa/Firnas]