April 27, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Derita Kurnia, Dikirim Jadi PMI Dengan Paspor Palsu, Sponsor Yang Lepas Tangan Memaksa Minta Uang Tebusan Rp. 60 Juta

3 min read

KARAWANG – “Saya mah tukang peuncit ada, polisi juga ada untuk memenjarakan kamu, makanya saya takut, hingga jalan satu-satunya menjual rumah saya,” tutur Kurnia menirukan ucapan oknum sponsor.

Kurnia (30) pekerja migran asal Dusun Krajan A RT 002/001, Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, terpaksa harus mengembalikan uang pihak sponsor Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) dengan cara menjual rumah warisan. Kejadian Tersebut, berawal ketika Kurnia  gagal menjadi  pekerja migran ke Timur Tengah dan menjadi menjadi korban Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO), Kurnia malah dipaksa membayar ganti rugi puluhan juta rupiah kepada oknum sponsor PJTKI. Alhasil karena keluarga Kurnia tidak sanggup menahan tekanan dari sponsor, Kurnia pun harus kehilangan rumah tempat tinggalnya untuk membayar ganti rugi kepada sponsor.

Kejadian ini bermula saat, suami Kurnia, Rohman (30) beretemu dengan salah salah seorang yang bernama H. Aang yang mengaku sebagai pemilik perusahaan yang menjadi sponsor PJTKI menayakan apakah istrinya ingin bekerja ke luar negeri. Roman dan Kurnia yang memang sudah ada rencana ingin memperbaiki ekonomi keluarga, tanpa pikir Roman mengatakan jika istrinya memang memiliki niat untuk bekerja keluar negeri,

Tapi, lanjut Roman, waktu itu ia mengatakan kepada H. Aang, bahwa istrinya (Kurnia) tidak memiliki KTP dan KK. Singkat kata, terang Roman, H. Aang dengan tidak mepersoalkan, masalah KTP dan KK Kurnia, Roman yang berusaha percaya akhirnya mengikuti seluruh perintah H.Aaan,

“Awalnya saya tidak percaya istri saya bisa berangkat karena belum memiliki KTP dan KK, tetapi atas bujukan H Aang saya menjadi percaya karena dia yang akan mengurusnya,” terang Rohman, saat ditemui awak media dirumahnya, Kamis (11/01/18).

Sementara itu, menurut pengakuan Kurnia pada Bulan September 2017, dia sempat dibawa ke kantor Imigrasi Bogor untuk dibuatkan Paspor. Tapi bukan laiknya orang sedang membuat paspor keluar negeri, Kurnia hanya duduk tanpa di tanya ataupun melakukan tanda tangan, ia lalu di persilakan pulang kembali kerumah.

Setelah satu bulan, ungkap Kurnia, dirinya lalu dijemput oleh salah satu mobil, kemudian langsung di bawa ke bandara untuk di berangkatkan ke Timur Tengah, tanpa di periksa kesehatan ataupun wawancara dari pihak Perusahaan, dirinya lalu berangkat dan tiba Di Riyad,

“Saat itu saya bersama 2 orang lainnya dijemput sopir untuk berangkat ke luar negeri, melalui Bandara Soekarno Hatta, tanpa melalui PT lagi, kami langsung diberangkatkan ke Riyad,” katanya.

Setibanya di Riyad, lanjut Kurnia, dirinya mulai mendapatkan perlakuan yang tidak baik, mulai dari lokasi kerja yang dipindah-pindah, sampai sempat menjadi pengembala hewan Kambing di negeri orang, Saat itu juga, Kurnia yang merasa diperlakukan tidak baik, akhirnya menelpon pihak perusahaan penyalur (H. Aaang) untuk meminta kepastian nasibnya.

Namun bukan pengobat hati yang diterima, bahkan tambahnya, H. Aang dengan tegas mengatakan, jika tertangkap polisi atau terjadi permasalahan apapun, pihaknya tidak bertanggung jawab. Setelah tidak mendapatkan kepastian, akhirnya, terang Kurnia dirinya mendapatkan seorang majikan yang baik hati, dan memberitahukan kalau paspor yang digunakannya tidak resmi atau tidak terdaftar,

“Untungnya Khodijah, majikan saya yang terakhir baik hati dan memberitahukan kalau paspor saya tidak terdaftar dan bermasalah, dan dia pun mengembalikan saya ke Indonesia,” ungkapnya.

Baru sempat melepas ketakutan karena bekerja jauh di negeri orang tanpa ada jaminan hukum. Kurnia yang di pulangkan oleh majikannya, tiba di Indonesia, dan jemput oleh seorang supir yang pekerjakan oleh H. Aang, Paspor yang ilegal tadi kemudia diamankan oleh sang supir,

Tak berhenti disitu, Kurnia juga terus mengalami perlakuan yang tidak baik, sesampainya di rumah, korban kembali didatangi H Aang beserta H Romlah, salah satu pemilik PJTKI di wilayah Pedes. Saat itu keduanya meminta agar Kurnia harus kembali berangkat ke luar negeri, bahkan H Aang menekan agar keluarga Kurnia membayar ganti rugi sebesar 60 juta rupiah jika tidak mau berangkat ke luar negeri lagi.

“Kemarin saja saya tidak jelas pak, masa saya disuruh berangkat lagi, dan kalau tidak berangkat saya didenda 60 juta, mana sanggup kami menggantinya,” keluh Kurnia.

Atas kejadian tersebut, Rohman mengatakan, jika kuat dugaan istrinya telah menjadi korban praktik penjualan orang, untuk itu dia meminta agar pihak Disnaker Karawang, maupun kepolisian segera turun menyelidiki adanya dugaan tersebut.

“Kami mohon pertolongan kepada pihak berwajib agar permasalahan ini cepat selesai, dan tidak ada korban lain selain istri saya, beruntung istri saya masih bisa pulang kalau tidak bagaimana nasib istri saya,” pungkasnya.

Sampai saat berita ini diturunkan, Nasib Kurnia dan keluarga terpaksa harus tinggal di salah satu Rumah Kontrakan dan penuh keterbatasan. Bantuan baik dari pihak pemerintah daerah setempat maupun dari aparat penegak hukum belum kelihatan. [Asa/yrs]

This slideshow requires JavaScript.

Advertisement
Advertisement