Di Hari Kartini, Sosok Kartono Sering Dilupakan Wanita Indonesia
2 min readHari lahir Raden Ajeng Kartini pada tanggal 21 April selalu diperingati setiap tahun di Indonesia. Tak terasa, sudah 111 tahun berlalu sejak Kartini meninggal. Hari Kartini diperingati karena andilnya yang besar dalam perkembangan emansipasi perempuan Indonesia.
Meninggal di usia yang sangat muda yakni 25 tahun, Kartini adalah perempuan Jawa yang ogah hanya diam di dapur. Putri priyayi yang juga anak perempuan tertua ini dikenal sangat cerdas dan punya pemikiran maju serta revolusioner.
Di usianya yang muda, Kartini begitu peduli pada perempuan pribumi yang berada pada status sosial rendah. Kartini tak ingin perempuan selalu disuruh-suruh dan diancam.
Namun lepas dari pemikiran cerdasnya dan buku Habis Gelap Terbitlah Terang yang berisi surat-surat kegalauan Kartini akan perempuan Indonesia, ada sosok yang selalu terlupa di setiap perayaan Hari Kartini.
Padahal sosok ini juga tak kalah punya andil besar dalam perkembangan pendidikan Indonesia. Siapakah dia? Dia adalah Kartono.
Bukan, ini bukan Kartono yang selalu menjadi candaan dalam berbagai perayaan Kartini. Melainkan dia adalah Raden Mas Panji Sosrokartono yang merupakan kakak kandung Kartini.
Tak banyak yang tahu kalau Kartono adalah pemberi inspirasi kepada Kartini untuk memperjuangkan hak-hak perempuan Indonesia. Namun lepas dari itu, Kartono adalah seseorang yang cerdas dan jenius.
Seorang dokter
Jika Kartini dianggap sebagai pahlawan nasional karena pemikirannya, tak berlebihan kalau Kartono disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Sama-sama cerdasnya sebagai Kartini, Kartono menamatkan studinya di Leiden University, Belanda.
Ia juga seorang dokter yang bisa mengobati berbagai penyakit dan bahkan hanya dengan media air putih. Sungguh, kalau Kartono hidup di masa kini dia pasti lebih heboh daripada Ponari si penyembuh penyakit dengan batu celup.
Jenius dari Timur
Selain sebagai dokter, Kartono juga merupakan seorang poliglot. Ia mampu berbicara dalam 24 bahasa asing dan 10 bahasa daerah sehingga berprofesi sebagai penerjemah dan bahkan sempat menjadi wartawan untuk harian The New York Herald Tribune.
Dan yang paling keren adalah Kartono bisa memotret kawah gunung Kawi pertama kali di udara tanpa menggunakan pesawat terbang. Keren sekali bukan? [Arai Amelya]