Istri Pulang Dari Luar Negeri Dalam Kondisi Tak Bernyawa , Anak Perempuan Satu-Satunya Merantau Ke Hong Kong Tak Pernah Ada Kabarnya
3 min readKARANGANYAR – “Ujian kulo niku awrat, mantun kelangan bojo, anak wedok setunggil setunggile ndilalah sampun sedoso tahun kesang dateng Hong Kong mboten wonten kabare” (Ujian hidup saya itu berat, setelah istri pulang dari luuar negeri dalam keadaan meninggal dunia, anak perempuan satu-satunya, sudah 10 tahun pergi ke Hong Kong tak pernah ada kabarnya) tutur Mbah Samani saat mengawali perbincangan dengan ApakabarOnline.com.
Warga Desa Karangrejo Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar ini kesehariannya hidup seorang diri. Di sebuah rumah sederhana, usai menyelesaikan pekerjaan duniawinya, Mbah Samani mengabdikan diri mengurusi Masjid dan Makam setempat. Di tangan Mbah Samani, Masjid dan komplek pekuburan setempat tampak bersih dan rapi.
Kepada ApakabarOnline.com, mbah Samani menuturkan perihal kehilangan dua perempuan yang dicintainya. Berawal dari musibah yang menimpa istrinya, Juriyem, mbah Samani kini kehilangan anak perempuan semata wayangnya Nur Hasanah.
Tahun 1993, Juriyem berangkat bekerja ke Arab Saudi lantaran terdesak kebutuhan ekonomi. Saat itu, mbah Samani yang sehari-hari berdagang hasil perkebunan berupa sayuran, mengalami musibah kebangkrutan hingga menyisakan setumpuk hutang. Setahun pertama Juriyem bekerja di Arab Saudi, sepucuk surat datang membawa kabar kebaikan.
“Dalam surat itu, istri saya bercerita kalau dia sudah mendapat majikan” kenangnyya.
Sambungan telekomunikasipun pernah mereka lakukan dengan menumpang di telpon milik salah seorang saudara mbah Samani di Tawangmangu. Selama di Timur Tengah, Juriyem pernah berkirim uang sebanyak 5 kali ke mbah Samani.
“Mulai tahun 1997, istri saya tidak ada kabarrnya lagi. Sampai tahun 2003, tahu-tahu saya mendapati istri saya dipulangkan sudah dalam kondisi meninggal dunia” kenangnya sembari mengusap nisan istrinya.
Menjadi duda, seorang diri membesarkan anak perempuan semata wayang, tentu pernah beberapa kali berhadapan dengan kesulitan. Mbah Samani, yang sejak tahun 2005 mengaku telah terbebas dari seluruh hutang.
“Wekdal semanten kulo pun ngraos angsal kejelasan, meskipun kejelasan itu berupa kepahitan. Saya Bismillah memulai hari dengan tanpa dibayang-bayangi ketidak jelasan istri saya setelah saya berusaha menerima dengan ikhlas menerima keadaan yang terjadi saat itu. Begitu juga dengan anak saya, Nur yang sekarang hilang kabarnya ini. Sedemikian rupa saya berusaha memberikan pengertian, semangat agar mau bangkit” terang Samani.
Setelah keadaan normal, Nur Hasanah yang pada awalnya bekerja di sebuah retail di kawasan Surakarta, tiba-tiba mengutarakan niatnya untuk merantau ke Hong Kong pada Samani ayahnya.
“Saya tidak mengijinkan, sebab saya trauma dengan nasib istri saya” aku Samani.
Nur yang didampingi PL nya waktu itu menjelaskan dan meyakinkan bahwa Hong Kong berbada dengan Arab Saudi. Tingkat keamanan, perlindungan hingga kebebasannya jika dibandingkan dengan Arab Saudi, bertolak belakang.
Merasa yakin dengan penjelasan PL yang mendampingi Nur, akhirnya Samani mengijinkan.
“Tapi ojo suwe,suwe ya nduk, kamu anak satu-satunya, generasi penerus bapak ya hanya dari kamu nantinya, begitu pesan saya pada Nur dulu” terangnya.
Dua tahun pertama Nur Hasanah bekerja di Hong Kong yaitu antara tahun 2005 hingga 2007, komunikasi berjalan dengan lancar.
“Setiap bulan saya dikirimi uang, itu sampai sekarang masih utuh di tabungan BRI” aku Samani.
Namun, memasuki tahun 2008 hingga sekarang, Nur Hasanah sudah tidak ada kabarnya lagi.
“Sing kulo arep arep niku kaba keslametane, saya tidak berharap kiriman uang, buat apa tho, wong saya sudah tua, hidup seorang diri, bisa makan dari hasil mencangkul di kebun dan sawah. Uang kiriman dia saja utuh sampai sekarang” lanjutnya.
Kini, Mbah Samani, yang kesehariannya mengabdikan diri untuk merawat masjid dan komplek pemakaman setempat hanya bisa pasrah. Doa dan harapannya, tentu Nur Hasanah berkirim kabar dan segera pulang.
Dengan dibantu oleh keponakannya, beberapa kali mbah Samani berihtiyar, mencari jejak hilangnya Nur Hasanah. Namun hingga saat berita ini diiturunkan, jejak Nur Hasanah belum juga ditemukan.
“Pokoke nggeh kadhos sing wonten poto niki, data aslinya, dia lahir tahun 16 Mei 1984. Kata keponakan saya bisa saja tidak ditemukan jejaknya karena datanya diganti PT yang memberangkatkan” tuturnya.
Melalui ApakabarOnline.com, Mbah Samani berpesan :
“Dateng Sinten kemawon ingkang mangertos sisik mellik anak kawulo, saya minta dengan kerendahan hati, tolong bantu saya menemukan anak saya satu-satunya. Saya yang sudah tua dirumah sebatangkara, sebab anak saya tidak juga ada kabarnya” pungkas kakek yang kini telah berusia 72 tahun ini. [Asa]