December 23, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Kelebihan UU 18/2017 Dibanding UU 39/2004 Akan Percuma Jika Tidak Segera Dibuatkan PP

2 min read

JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) didesak segera mulai menyusun peraturan pelaksana (pp) atau peratutan turunan dari Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).

“Jangan pada bulan-bulan deadline penyelesaian penyusunan pp dari UU tersebut, baru pemerintah kebut bekerja. Kalau itu yang terjadi maka peraturan turunan yang dihasilkan tidak bermutu,” kata pengamat ketenagakerjaan, Jumhur Hidayat,  Senin (02/04).

UU 18 / 2017 diundangkan tanggal 25 November 2017. Itu berarti pada 25 November 2019, pemerintah harus selesai menyusun sebanyak 24 peraturan pelaksana UU 18/2017, yang terdiri dari Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri (Permen) dan Peraturan Kepala Badan.

Direktur Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker RI) Soes Hindarno, mengatakan, waktu dua tahun ke depan masih panjang bagi pemerintah untuk menyelesaikan pp UU tersebut.

“Semoga akan tuntas sebelum deadline-nya tiba,” kata dia.

Menurut Jumhur, pemerintah harus belajar dari kekurangan UU 39 / 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, yakni tidak mempunyai naskah akademik, serta peraturan turunannya hanya enam buah, dan itu pun selesai dibuat tahun 2015.

“Padahal UU itu disahkan tahun 2004,” kata dia.

Jumhur mengatakan, Kemnaker merupakan leading sector dalam penyusunan peraturan turunan UU 18/2017. Untuk menyusun Perpres dan Peraturan Pemerintah, kata Jumhur, melibatkan kementerian lain di luar Kemnaker. Namun, leading sector-nya adalah Kemnaker.

“Kecuali peraturan menteri dan peraturan kepala badan tidak susah karena hanya oleh masing-masing lembaga itu,” kata dia.

Hal dikatakan Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo.

“Pemerintah segera menyusun peraturan pelaksana. Jangan kerja pada menjelang akhir deadline waktunya,” tegas Wahyu.

Wahyu meminta agar pemerintah menyusun pp UU tersebut harus mengedepan prinsip transparan, terbuka dan inklusif yang melibatkan masyarakat sipil dan mengacu pada prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia yang diratifikasi pemerintah Indonesia.

Jumhur menambahkan, UU 18/2017 merupakan bentuk kehadiran negara dalam memperbaiki tata kelola PMI yang lebih baik, baik bagi PMI sendiri maupun keluarganya mulai dari sebelum, saat bekerja, sampai kembali ke Tanah Air.

“Banyak kelebihan dalam UU ini dibanding UU 39/2004,” kata dia.

Jumhur menyebut sejumlah kelebihan UU 18/2017 antara lain, pertama, memberi kewenangan yang luas kepada Atase Ketenagakerjaan untuk mengurus dan melindungi PMI di negara penempatan. Kedua, daerah diberi kewenangan untuk mengurus melindungi PMI mulai dari tingkat desa sampai provinsi.

Kelebihan ketiga, pemerintah mengirim PMI ke negara yang memiliki peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja asing.

“Kalau UU 39/2004 bisa melalui MoU saja Indonesia bisa menempatkan TKI,” kata mantan Kepala BNP2TKI ini.

Sedangkan hal keempat yang menjadi kelebihan UU 18/2017, pelaut terutama ABK diatur secara tereksplisit dalam UU 18/2017.

“Sebelumnya pelaut hanya diatur dan dilindungi Peraturan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI),” kata dia.

Namun menurut Jumhur, kalau pemerintah salah menyusun peraturan pelaksana dari UU 18/2007 maka UU tersebut sama sekali tidak membawa kebaikan, malah sama seperti UU 39/2004. [SP]

Advertisement
Advertisement