Pemprov NTB : “Tingginya Minat Menjadi PMI Mampu Mengalahkan Pertimbangan Akan Resiko”
2 min readMataram – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat meminta berbagai pihak memperhatikan hak dan kewajiban pekerja atau buruh migran. Karena itu, semua pihak harus proaktif memberi perlindungan kepada pekerja miggraan Indonesia (PMI) sebagai pahlawan devisa tersebut.
Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Rosiady Sayuti mengatakan dari sisi kewenangan, hal tersebut memang menjadi tugas utama pemerintah pusat. Namun pemerintah daerah juga tidak bisa berpangku tangan. Pemda harus memiliki aksi untuk mencegah pekerja migran mendapat perilaku kekerasan dan ketidakadilan lain.
“Dengan demikian, para buruh migran sebagai warga NTB bisa merasakan ada kehadiran pemerintah di situ,” kata Rosiady sewaktu berbicara dalam kegiatan Sosialisasi dan Jaring Masukan Daerah “Persiapan Dialog Pelaporan Indonesia Mengenai Implementasi Konvensi Pekerja Migran PBB” di Hotel Santika, Kamis, 6 Juli 2017.
Nusa Tenggara Barat dipilih sebagai tuan rumah dialog untuk menjaring masukan mengenai pekerja migran, mengingat provinsi tersebut, khususnya Lombok Barat dan Lombok Timur, dianggap daerah pengirim pekerja migran, yang pemerintah daerahnya memiliki beragam inisiatif untuk melindungi pekerja migran yang perlu diangkat dan dicontoh daerah lain.
Rosiady menyebut Nusa Tenggara Barat menjadi pengirim PMI terbesar kedua setelah Jawa Timur, karena roda pembangunan ekonomi Nusa Tenggara Barat masih bergantung pada investasi pemerintah. Hal itu, menurut dia, kurang baik dan belum cukup untuk menahan keinginan warganya pergi bekerja ke luar negeri. Bahkan tingginya minat bekerja ke luar negeri mengalahkan pertimbangan risiko yang menimpa para pekerja.
“Sehingga hal itu mendorong tetap tingginya angka TKI yang berangkat melalui jalur ilegal,” ujarnya.
Karena itu, untuk mencegah terulangnya kasus-kasus pekerja migran ilegal, Rosiady mengajak pemda mengembangkan inovasi pelayanan yang ramah dengan menyederhanakan prosedur yang berbelit-belit.
“Mari kita kembangkan kebijakan yang ramah, persis sama dengan pegiat ilegal yang kebijakannya lebih ramah,” ucapnya.
Sesuai dengan data Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Mataram, jumlah pekerja migran terbanyak, sekitar 90 persen, diberangkatkan ke Malaysia. Tahun 2016 jumlah pekerja resmi asal Nusa Tenggara Barat di luar negeri mencapai 22.902 orang. Jumlah tersebut sudah menurun dibanding 2015 yang mencapai 28 ribuan orang.
Menurut Kepala BP3TKI Mataram Mucharom Ashadi, selama Januari-Mei 2017, ada 7.829 orang calon pekerja yang diproses pemberangkatannya untuk bekerja formal, dengan 7.821 orang laki-laki dan 166 orang perempuan. Adapun yang bekerja informal hanya delapan orang perempuan.
Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri Dicky Komar menyebut saat ini terdapat 6,5 juta WNI yang bekerja sebagai pekerja migran di luar negeri. Sebaliknya, Indonesia juga menjadi tempat bekerja 70 ribu orang warga negara asing.
“Banyaknya jumlah buruh migran di luar negeri merupakan pertanda baiknya hubungan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat sipil,” katanya. [Asa/SK]