Pengiriman Pekerja Migran Formal Ke Taiwan Masih Dihentikan
2 min readCILACAP – Meskipun minat masyarakat untuk bekerja di sektor formal ke Taiwan masih tinggi, namun Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (P4TKI) Cilacap, Jawa Tengah mengintensifkan sosialisasi penghentian pengiriman buruh migran Indonesia (BM) atau moratorium sektor pekerjaan formal ke Taiwan.
Koordinator P4TKI Cilacap, Ervie Kusumasari mengatakan moratorium dilakukan lantaran ada beban besar membayar pekerjaan (beban biaya job) untuk pekerja formal, terutama di konstruksi dan manufaktur. Jumlahnya antara Rp 15 juta – Rp 20 juta per orang. Menurut Ervie, beban itu terlalu besar menilik gaji pekerja formal di Taiwan rata-rata hanya Rp 8 juta per bulan.
Padahal, kata dia, selain beban jual beli pekerjaan, buruh migran masih harus menanggung jasa pengurusan keberangkatan dan dokumen, serta cek kesehatan yang diberlakukan oleh perusahaan. Akibatnya beban pengeluaran buruh migran sektor Formal ke Taiwan bisa mencapai di atas Rp 30 juta per pemberangkatan.
“Untuk yang ke Taiwan pekerjaan formal, sementara ini ditutup, karena beban biaya yang dikenakan kepada TKI terlalu tinggi. Jadi saat ini sedang diperbaiki pengelolaannya dulu, moratorium ke Taiwan,” ujarnya, Jumat (24/11) sebagaimana diberitakan Majalah Gatra.
Ervie menjelaskan, sosialisasi dilakukan di berbagai Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) dan berbagai acara yang melibatkan calon buruh migran dan Dinas ketenagakerjaan di empat kabupaten wilayah kerja.
Ervie berujar, meski moratorium sudah diberlakukan sejak 6 Agustus 2017 lalu, namun masih banyak PPTKIS dan warga yang belum mengetahui bahwa sektor formal Taiwan dihentikan sementara.
“Taiwan ada beberapa, yang dia yang jaga jompo, tetapi di panti,” tambahnya.
Lebih lanjut Ervie mengatakan, setelah moratorium penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Timur Tengah, terutama Arab Saudi, terjadi pergeseran minat negara tujuan. Tertinggi adalah Hongkong, Taiwan, Singapura dan Malaysia. Menurut dia, dua negara pertama diminati lantaran gajinya paling besar dibanding negara-negara lainnya. Kebutuhan tenaga kerjanya pun besar sehingga banyak tersedia lowongan pekerjaan.
Khusus Taiwan, ujar Ervie, kebutuhan pekerja formal sangat besar. Namun, buruh migran dibebani biaya jual beli job (pekerjaan) oleh agensi pekerjaan. Beban itu membuat buruh migran terlilit hutang terlalu besar. Akibatnya, posisi buruh migran lemah.
Selain sektor formal, di Taiwan, ada pula agensi yang membebani biaya job kepada buruh migran di sektor informal, seperti asisten rumah tangga. Untuk itu, P4TKI memperingatkan agar PPTKIS tak mengirimkan buruh migran jika ada beban biaya job.
“Jika ada PPTKIS masih memberlakukan biaya job untuk sektor informal, PPTKIS akan langsung dikenakan sanksi tunda layanan, skorsing hingga pencabutan SIPPTKI,” katanya. [Asa/Ridho-Gatra]