December 23, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

PRT Filipina Dikirim Ke China ? Bukan Isapan Jempol Lho

4 min read

Guangdong adalah kota yang asing bagi Rosgen (24). Yang diketahui Perempuan asal Filipina itu hanyalah: kemana pun majikannya pergi, ia mesti ikut. Kali ini, Rosgen mengikuti majikannya pergi ke Cina Daratan. Mereka masuk melalui Hong Kong dan di pos pemeriksaan ia ditanyai tujuannya ke Cina daratan oleh petugas. Rosgen tak perlu menjawab karena majikannya yang memberikan jawaban.

Petugas di pos pemeriksaan mengizinkan mereka. Mereka memang sudah memenuhi prosedur dan persyaratan berupa visa kunjungan untuk izin tinggal selama 30 hari di Cina Daratan. Namun ketika sampai di tempat tujuan, ternyata Rosgen dipaksa bekerja selama 10 hari.

“Majikan saya mengatakan bahwa kami sedang melakukan perjalanan ke [Cina] Daratan, tapi ketika sampai di tempat temannya ia mengatakan bahwa saya harus bekerja di sana,” kata Rosgen.

Bekerja di luar negeri menggunakan dokumen/visa  kunjungan tentu ilegal. Dalam peraturan Cina, jika ada majikan atau orang Cina yang mempekerjakan warga asing sebagai asisten rumah tangga atau pelayan secara ilegal, akan dikenai denda sebesar 100.000 yuan atau sekitar Rp198 juta. Sedangkan mereka yang menjadi asisten rumah tangga ilegal akan ditahan selama 15 hari lalu dilarang masuk ke Cina selama 5 tahun.

Jumlah pekerja Filipina yang bekerja di luar negeri mencapai 3 juta pada tahun ini. Bandingkan dengan tahun lalu yang hanya 2,1 juta. Cina menjadi salah satu negara tujuan para pencari kerja Filipina, terutama untuk bekerja sebagai pembantu atau asisten rumah tangga. Namun pemerintah Cina sesungguhnya tak memberi izin untuk mempekerjakan orang asing sebagai asisten rumah tangga.

Maka tak jarang banyak yang memilih jalan pintas yakni mengajukan visa kunjungan, kemudian menetap di Cina hingga lebih dari 30 hari dan mulai bekerja di negara tersebut. Ada juga yang masuk ke Cina karena menjadi korban perdagangan manusia. Pada september 2016, Financial Times mengungkapkan bahwa warga Filipina yang bekerja secara ilegal sebagai pembantu atau asisten rumah tangga di Cina mencapai 200.000 orang.

Pekerja Filipina cukup populer bagi keluarga-keluarga di Cina. Mereka dikenal sangat terlatih dan profesional. Hal itu lantaran para agen yang menyalurkan para pekerja Filipina biasanya menuntut pekerja harus memiliki gelar sarjana atau lebih. Mereka juga jamak melewati pelatihan khusus sebagai bekal saat bekerja di Cina.

Performa yang bagus ini juga yang membuat beberapa keluarga di Cina lebih memilih anak-anak mereka diasuh pekerja asal Filipina. Alasannya karena para pekerja Filipina dapat mengajari bahasa Inggris. Pekerja Filipina umumnya dianggap punya kemampuan bahasa Inggris yang lebih baik.

Sedangkan dari sisi para pekerja Filipina, Cina menarik perhatian mereka dengan upah yang tinggi. Dalam sebulan mereka bisa menghasilkan 1.050 dolar AS atau Rp14 juta. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dari penghasilan yang mereka terima jika bekerja di Hong Kong atau Singapura.

Di Hong Kong mereka akan dihargai minimal 543 dolar AS atau Rp7,2 juta. Sedangkan di Singapura mereka hanya akan mendapat upah sebesar 400 dolar AS atau setara dengan Rp5,3 juta. Wajar banyak yang berusaha masuk ke Cina walau pun dengan cara yang ilegal.

Pemerintah Filipina sendiri menaruh perhatian serius pada fenomena ini. Mereka kemudian mulai melobi Beijing untuk melakukan kerja sama dan memberi peluang kepada pekerja asal Filipina agar menggunakan kemampuannya secara legal di Cina.

Usaha Manila tampaknya akan membuahkan hasil. Beberapa hari lalu, muncul laporan bahwa pemerintah Cina mulai berencana untuk membuka lowongan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga bagi para pekerja asing, khususnya yang berasal dari Filipina. Akan ada beberapa kota yang siap menampung secara legal para asisten rumah tangga asal Filipina. Di antaranya Beijing, Shanghai dan Xiamen, menurut Philstar Global.

Emmanuel Geslani, seorang konsultan untuk perusahaan rekrutmen pekerja Filipina mengungkapkan bahwa pembicaraan awal soal legalisasi pekerja rumah tangga dari Filipina sudah dimulai sejak tahun lalu.

Emmanuel memperkirakan sebanyak 20.000 pelayan atau pembantu dari Filipina akan pindah ke Cina setiap bulannya jika kesepakatan antara Beijing dan Manila terwujud soal melegalkan pekerja rumah tangga tersebut.

“Ini adalah rencana yang bagus…. Ini akan melegitimasi [status ilegal] baik melalui kesepakatan bilateral atau kontrak kerja yang disetujui perekrut dari kedua belah pihak,” kata Emmanuel kepada The Straits Times.

Meski dianggap mumpuni, Liang Haiming dari dari China Silk Road Research Institute sedikit meragukan kemampuan pekerja asal Filipina. Kepada Global Times ia mengungkapkan bahwa pekerja Filipina memiliki kendala ketika bekerja di Cina dalam hal budaya dan bahasa. Karena, bagaimana pun, Filipina dan Cina memiliki bahasa yang sangat berbeda. Ini juga akan menjadi tantangan bagi para majikan untuk belajar berbahasa inggris.

Selain itu, Cina juga belum memiliki regulasi serta manajemen yang mengatur terkait pekerja rumah tangga asing. Berbeda dengan Hong Kong atau Singapura yang sudah memiliki dasar regulasi guna mengatur para pekerja rumah tangga asing. Sehingga tentu membutuhkan pembicaraan lanjutan, tak hanya soal izin, namun juga regulasi yang akan diberlakukan Cina kepada para pekerja.

Situasi yang sama sebenarnya juga terjadi pada para tenaga kerja Indonesia. Cina tak hanya menarik di mata pekerja Filipina tapi juga bagi pekerja Indonesia. Pada 2015, KBRI Beijing memulangkan sekitar 90 orang PMI ilegal. Dalam enam bulan pertama 2016 ini, sudah sekitar 27 orang dipulangkan ke Indonesia.

Lagi-lagi soal upah. Di Cina mereka diupah sekitar 4000 yuan (Rp7,8 juta) hingga 5000 yuan (Rp10 juta). Sedangkan gaji PMI yang bekerja sebagai asisten rumah tangga atau pelayan di Malaysia hanya dihargai 700 ringgit (Rp2,1 juta) hingga 1200 ringgit (Rp3,7 juta).

Jika diupah dengan tinggi, siapa yang menolak? Itulah kenapa Filipina melobi Cina untuk membuka izin bagi pelayan asing untuk bekerja. Sedangkan Indonesia masih belum menjadi prioritas, mungkin karena jumlahnya masih sedikit dibandingkan Filipina yang sudah mencapai ratusan ribu. [Asa/YD]

Advertisement
Advertisement