May 10, 2025

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Sragen Tertinggi HIV Di Solo Raya, KPA : Komunitas PMI Rentan

3 min read

SRAGEN – Meskipun di level Provinsi Jawa Tengah, Sragen menduduki urutan kedua dibawah Kebumen untuk predikat pengungkapan ODHA (Orang dengan HIV/Aids), namun di kawasan SOlo Raya, Sragen menduduki urutan tertinggi kasus ini. Hal ini diungkapkan Koordinator Program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Sragen, Wahyudi, berdasarkan data kasus baru AIDS kabupaten/kota di Jawa Tengah pada tahun 2017.

Dia menjelaskan jumlah penemuan kasus HIV/AIDS di Sragen pada 2000-2017 mencapai 745 kasus. Penemuan kasus tertinggi terjadi pada 2015 sebanyak 173 kasus, 2016 sebanyak 163 kasus, dan per September 2017 sebanyak 153 kasus.

“Angka penemuan kasus di Sragen tertinggi di Solo Raya dan di Jateng menempati urutan kedua. Jumlah kasus yang ditemukan KPA sebanyak 745 kasus itu tergolong masih rendah karena masih kurang dari estimasi penderita HIV/AIDS yang dirilis Kementerian Kesehatan sebanyak 1.595 orang. Artinya, baru 46,71% yang bisa dideteksi sementara masih ada 53,29% yang masih tersembunyi,” ujar Wahyudi.

Dia menilai kasus HIV/AIDS itu seperti fenomena gunung es karena yang tersembunyi masih lebih banyak daripada yang muncul di permukaan. Dia menjelaskan KPA mampu menemukan kasus HIV/AIDS tertinggi di Soloraya itu didasarkan pada upaya yang masif dengan melibatkan masyarakat di hampir semua lini.

Dia mengatakan KPA melakukan deteksi dini lewat sosialisasi dan tes VCT kepada masyarakat berisiko tinggi, seperti komunitas waria, komunitas lelaki suka lelaki (LSL), komunitas high risk man, seperti kaum boro, sopir, serta kalangan pekerja migran berikut pasangannya. Dia melanjutkan kemudian KPA juga melakukan sosialisasi kepada para narapidana di lembaga pemasyarakatan setiap tiga bulan sekali.

“Kemudian sosialisasi kepada remaja usia 15-25 tahun dengan cara datang ke sekolah-sekolah dan kampus untuk direkrut sebagai kader HIV. Kami juga masuk ke kelompok pemuda seperti karangtaruna dan bekerja sama denga Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) untuk dilibatkan sebagai kader. Kami masuk ke kelompok agama, seperti Aisyiyah Muhammadiyah dan Muslimat Nahdlatul Ulama sampai pada penggerak PKK dan warga peduli AIDs (WPA) tingkat desa dan kecamatan. Mereka bertugas sosialisasi dan memahamkan masyarakat tentang HIV/AIDS. Pemahaman itu harus dari hulu ke hilir dan yang terpenting masyarakatnya agar tidak muncul stigma negatif kepada para ODHA. Kami kesulitan medeteksi ODHA karena stigma negatif di masyarakat masih kuat. Ini menjadi pekerja rumah KPA yang cukup berat,” tambahnya.

Dia menilai para ODHA cenderung tertutup karena adanya stigma negatif itu, misalnya penderita HIV/AIDS itu diidentikan dengan pekerja seks komersial. Padahal Wahyudi pun menemukan banyak ibu rumah tangga yang terinfeksi virus tersebut bahkan dari jumlah datanya menempati urutan kedua terbanyak.

“Kami menggencarkan pemahaman yang komprehensif seperti penularannya. Hanya ada tiga penularan, yakni lewat tukar darah, cairan kelamin, dan air susu ibu positif HIV kepada anaknya. Kalau penularan tidak langsung bisa lewat jarum suntik terutama yang menggunakan narkoba,” tambahnya.

Sementara itu, beberapa bulan yang lalu, Sekretaris Daerah (Sekda) Sragen, Tatag Prabawanto, menyatakan penyebaran HIV/Aids di Sragen dianggap mengkhawatirkan.

“Saya minta KPA [Komisi Penanggulangan AIDS] ayolah action. Kondisi ini sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Ada hal-hal yang harus dicermati oleh KPA dan stakeholder penanggulangan penyakit tersebut,” ujar Sekda.

Sekda khawatir bila tidak segera ditanggulangi, HIV/AIDS akan menjadi sebuah endemi. Dia mencontohkan kasus penularan HIV/AIDS di objek wisata Gunung Kemukus selama bertahun-tahun terakhir.Disamping itu, diluar dunia prostitusi, warga Sragen yang menjadi pekerja migran, sama cepat dan rawannya dalam penyebaran virus mematikan ini. [Asa/Solo Post]

Advertisement
Advertisement