May 10, 2025

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

USAHA BATIK YULI & ARI SUKSES MEMADUKAN BISNIS ONLINE DAN OFFLINE

3 min read

”Saya dulu sudah hampir pasrah, karena persaingan usaha pakaian sangat ketat. Sebagai pemodal kecil, bukan cuma terpinggirkan, tapi juga tersingkirkan hingga gulung tikar. Namun saya dan suami tetap optimistis dengan keyakinan, pasti ada jalan untuk berkembang,” tutur Yuliani (40), ibu dua anak alumni Negeri Kepala Singa, 2009. ”Saya sendiri sejak awal selalu yakin, pasti ada jalan meski saat itu belum kami temukan,” timpal Ari Susanto (44) alumni Negeri Gingseng Korea, 2010, suami Yuliani.

Yuli dan Ari adalah pasangan suami istri yang sama-sama mantan pekerja migran, satu dari Singapura, satunya dan Korea. Keduanya kini berhasil menembus persaingan dalam bisnis pakaian, utamanya kain batik, di tengah ketatnya kompetisi usaha.

Pasangan ini memulai usaha pada 2011, dengan memanfaatkan sebuah ruko yang letaknya tak jauh dari Masjid Jami Purwantoro Wonogiri, tepatnya di Jalan Raya Solo – Ponorogo. Kala itu, Yuli dan Ari merogoh kocek hingga Rp 150 juta untuk modal membuka usaha toko pakaian.

”Awalnya kami belum punya konsep. Seluruh jenis pakaian masuk ke toko ini. Tak lama setelah kami memulai usaha, di sebelah kami berdiri toko pakaian yang lebih besar dengan harga yang membuat kami mati kutu. Satu berdiri, beberapa bulan kemudian berdiri lagi toko pakaian lain di kawasan yang sama. Kami sempat sekarat pada 2013,” aku Ari.

Modal mereka benar-benar menipis. Bahkan, modal awal Rp 150 juta yang mereka investasikan, dalam perjalanan harus disuntik dengan modal segar. ”Total modal kami pada 2013 nilainya sudah Rp 250-an juta. Ini hanya untuk pengadaan barang dagangan saja,” lanjutnya.

Juli 2013, menjelang Lebaran, menjadi titik awal kebangkitan usaha Yuli dan Ari. Pasalnya, saat itulah mereka berinovasi dengan mulai mempraktekkan sistem penjualan online. Idenya diperoleh dari mengamati agen ekspedisi yang tak jauh dari tokonya.

”Ada warga sekitar yang saya lihat sering mondar mandir ke sebelah (agen ekspedisi). Ternyata, dia rutin dua hari sekali mengirim barang dagangan ke pembeli. Transaksinya melalui online. Setelah uang ditransfer dan ngasih alamat engkap, barang baru dikirim. Dari dia saya mempelajari bisnis online,” aku Ari.

Ari menambahkan, dagangan warga sebelah adalah komoditi berbasis mete, hasil alam lokal yang sudah diolah dalam berbagai variasi. ”Setiap kali mengirim dagangan ke pembeli, jumlahnya tidak besar. Sekilo atau dua kilo. Dari situ saya mikir, barang dagangan saya pasti bisa dijual dengan cara seperti itu,” lanjutnya.

Setelah berdiskusi dengan Yuli, sang istri, mereka pun memulai terjun ke online. Keahlian Yuli dalam fotografi tersalurkan dalam bisnis ini. ”Foto itu sangat penting dalam bisnis online. Malahan, dalam dua tahun belakangan, kami menambahkan video sebagai media untuk memudahkan konsumen melihat barang yang menjadi pilihannya lewat YouTube,” urai Ari.

Menjelang Ramadhan dan Lebaran 2013, mereka tersenyum bahagia. Upaya menjajakan produknya ke jalur online mulai menampakkan hasil gemilang. ”Selama dua bulan, sejak sebelum hingga sesudah Lebaran, kami bisa meraup keuntungan bersih hingga Rp 40 juta dengan omzet penjualan mencapai Rp 450 juta. Aneh kan? Padahal modal kami cuma Rp 250 juta,” kenang Yuli.

Yuli menjelaskan, perbedaan nilai omzet saat itu dengan modal awal yang mereka investasikan terjadi karena perputaran online tidak mengharuskan mereka menyimpan stok barang. ”Itu karena banyak teman saya dan teman suami yang punya barangnya. Jadi, kami gunakan sistem dropship,” terang Yuli.

Dalam perjalanan, memadukan toko offline (toko konvensional yang ada bentuk fisiknya) dan toko online membuat keduanya saling menopang. Toko online niscaya akan lebih dipercaya konsumen apabila ada display toko offline-nya. Sebaliknya, di tengah ketatnya persaingan, toko offline seringkali terpinggirkan oleh kehadiran toko-toko kompetitor baru yang datang belakangan dengan modal lebih besar.

”Sekarang kami sudah tidak khawatir lagi. Alhamdulillah, jalan sudah ketemu. Dalam catatan kami, keuntungan setiap bulan selama tiga tahun terakhir, terlihat adanya peningkatan yang cukup signifikan,” jelas Ari. Sepanjang 2017, setiap bulan usaha pasangan Yuli-Ari bisa mengantongi keuntungan bersih di kisaran Rp 70 juta.

So, buat teman-teman pekerja migran yang masih gamang membuka usaha, nasihat Ari: ”Lakukan dulu. Untung dan rugi itu risiko.” ”Kalau kita takut rugi, keuntungan akan semakin jauh. Tapi kalau kita berani berhadapan dengan risiko rugi, keuntungan akan semakin dekat dengan kita. Tapi bukan berarti kita ngawur dan pasrah dalam kerugian lho ya,” pungkas Ari. [asa]

Advertisement
Advertisement