17 Tahun Kerja di Luar Negeri, Sulam Tidak Pernah Libur
2 min readHONG KONG – Sulam sudah bekerja 11 tahun di Hong Kong, tanpa berpindah majikan. Selama itu, pekerja migran Indonesia (PMI) asal Bojonegoro, Jawa Timur, tersebut tidak pernah libur. Total, Sulam 17 tahun bekerja di luar negeri tanpa libur, sejak tahun 2000.
”Waktu kerja dua tahun di Malaysia dan empat tahun di Singapura, aku juga enggak pernah minta libur,” kata Sulam, saat ditemui Apakabar Plus di shelter KKIHK, di daerah Wah Fu, Kamis (20/7).
Yang luar biasa, selama 17 tahun juga perempuan kelahiran 12 Juli 1975 ini nyaris tak pernah pulang ke kampung halamannya di Desa Karangsono, Kecamatan Dander, Kabupaten Bojonegoro. ”Aku pernah sekali pulang, setelah dua tahun bekerja di Malaysia, hanya beberapa hari. Itu pun hanya untuk mengurus perceraian dan memberikan izin kepada suami untuk menikahi perempuan lain,” ujarnya.
Di Hong Kong, Sulam bekerja merawat nenek, orangtua majikannya. Atas jasanya itu, ia digaji HK$ 6,000 sebulan, plus uang belanja pribadi HK$ 2,000, setiap dua minggu. Bukan hanya itu, Sulam juga diberi kebebasan untuk menjalankan ibadah sebagai seorang Muslimah. Ia dibolehkan shalat, puasa, dan ibadah-ibadah lainnya. ”Jaga ibuku dengan penuh kasih sayang, seperti kamu menjaga ibumu sendiri,” kata Sulam, menirukan ucapan majikannya, anak lelaki nenek yang ia rawat.
Kinerja Sulam sebagai pekerja rumah tangga dapat dikatakan sukses dalam merawat ibu majikannya selama 11 tahun. Ia baru berhenti bekerja setelah si nenek meninggal dunia pada 22 Juni 2017. ”Waktu pertama kali aku temui di rumah sakit, ibunya itu kurus, kotor, dan bau. Tapi setelah aku rawat, dia jadi gemuk, hatinya senang, dan selalu senyum-senyum,” ujar perempuan yang telah dikaruniai tiga anak dan empat cucu ini.
Namun, 11 tahun dilewati Sulam bukannya betul-betul nyaman tanpa ujian. Sebab, anak perempuan tertua nenek tidak menyukainya. ”Itu orang macam 15 iblis wataknya. Setiap hari maunya bertengkar dengan aku. Mulutnya itu suka marah, fitnah, dan menuduh. Dia bersikap begitu sampai si nenek meninggal. Aku mengadu dan berdoa kepada Allah, apakah ini ujian untuk sukses?” kata Sulam.
Bukan sekali itu saja ia menghadapi ujian berat bekerja di luar negeri. Saat di Malaysia, Sulam bahkan nyaris menyerah, karena sering dihina majikan. Ia bahkan pernah ditampar karena sebuah kesalahan kecil. ”Sebetulnya aku pernah mengadu ke agensi, minta pulang. Tapi dicegah,” ujarnya. ”Kamu harus tahan dua tahun, kalau kamu mau sukses demi anak-anakmu,” kata Sulam, menirukan ucapan staf agensi di Malaysia. ”Waktu itu saya belum setabah sekarang,” ujarnya.
Sulam punya kiat untuk melewati segala cobaan dan kesendirian yang ia hadapi selama di luar negeri. ”Setiap hari aku cuma zikir dan zikir. Walaupun aku tidak libur, seolah-olah banyak teman di sekelilingku. Pikiran tenang kalau setiap hari zikir dan baca AlQur’an. Enggak merasa stres dan sumpek,” tuturnya.
Ia bertekad belum mau pulang sampai berhasil membuatkan rumah untuk ketiga anaknya. Saat ini, tinggal si bungsu yang belum menikah dan belum dibuatkan rumah. Usia anak perempuannya sudah 18 tahun. ”Tapi aku tidak mau sampai mati di rumah majikan. Aku harus mati di tanah airku sendiri,” kata Sulam. (*)
Pewarta : Abdul Razak Editor : Nanang Junaedi