April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Indonesia Impor Beras Lagi ? Beberapa Kejanggalan Ditemukan

4 min read

JAKARTA – Ombudsman mengungkap temuan yang mengindikasikan adanya pelanggaran atau maladministrasi dalam proses impor beras sejumlah 500.000 ton dari Thailand dan Vietnam, yang rencananya dilakukan pada akhir Januari 2018.

Anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah mengatakan bahwa pelanggaran tersebut antara lain terkait kurangnya kehati-hatian dalam melakukan impor, serta soal kewenangan impor.

“Dalam proses impor ada gejala maladministrasi. Penyampaian informasi stok yang tidak akurat, mengabaikan prinsip kehati-hatian, dan ada penyalahgunaan kewenangan,” ujar Ahmad di kantor Ombudsman, Senin (15/1/2018).

Adapun persoalan penyampaian stok yang tidak akurat, menurut Ahmad, dilakukan oleh pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan).

Menurut dia, selama ini Kementan selalu menyebut bahwa stok beras mencukupi. Sedangkan setelah dilakukan tinjauan lapangan, stok beras ternyata memang tidak cukup dan distribusinya tidak merata.

Ombudsman juga menyoroti waktu pengambilan keputusan impor yang tidak hati-hati. Pasalnya impor rencananya akan sampai di konsumen sekitar Januari hingga Februari 2018, atau mendekati musim panen petani, yakni Maret 2018. Impor tersebut dikhawatirkan bisa merusak harga gabah di level petani.

Sorotan lainnya adalah mengenai pelanggaran mengenai penyalahgunaan kewenangan dalam proses impor beras. Pasalnya impor dilakukan untuk menyiram pasar dengan beras khusus, padahal sebaiknya digunakan untuk meningkatkan cadangan beras milik Perum Bulog.

Ahmad menjelaskan bahwa stok Bulog saat ini adalah 900.000 ton dan sudah berkurang karena dipakai untuk operasi pasar.

Ketika stok Bulog menipis dan harga cenderung mengarah naik, menurutnya, boleh saja melakukan impor. Dengan catatan bahwa impor dilakukan untuk meningkatkan cadangan beras Bulog. Hal itu juga untuk meningkatkan kredibilitas Bulog di hadapan pelaku pasar dalam kerangka stabilisasi harga.

“Kami menyarankan dalam situasi ini lakukanlah proses pemerataan stok kedua. Jika dilakukan impor gunakan untuk meningkatkan cadangan nasional agar punya kredibilitas tinggi,” terangnya.

Selain itu, tugas impor ini mestinya ada di tangan Bulog. Namun Kementerian Perdagangan malah menerbitkan Permendag No 1 Tahun 2018 untuk meminta perusahaan pelat merah PT Perusahaan Perdagangan Indonesia yang melakukan impor.

Terkait dengan masalah ini, Ombudsman menilai penunjukan PT PPI itu melanggar Perpres No. 48/2016, pasal 3 ayat (2) huruf d dan lnpres No. 5/2015 diktum Ketujuh angka 3, yang mengatur bahwa tugas impor untuk keperluan stabilitas harga diberikan pada Bulog.

“Pelaksanaan Inpres impor dilakukan boleh Bulog dan dilakukan oleh Kemenko sepertinya tidak terkoordinasi. Ada gejala konflik kepentingan degan Permendag No 1 yang diterbitkan begitu cepat tanpa Koordinasi,” jelas Ahmad.

“Kami harap Pak Amran (Mentan) dan Pak Enggar (Mendag) bisa duduk bersama. Apalagi ada Pak Darmin (Menko Perekonomian) yang juga cukup berpengalaman untuk mengatasi masalah ini,” pungkasnya.

Sementara itu, penolakan atas rencana pemerintah mengimpor 500 ribu ton beras dari Vietnam dan Thailand terus disuarakan. Mulai dari petani hingga pejabat tinggi negara menilai rencana impor beras itu bakal menekan para petani.

Ketua Gabungan Kelompok Tani Sri Jaya Desa Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sartam, meminta pemerintah menunda impor beras. “Mohon pemerintah jangan memasukkan beras impor dulu. Ini sebentar lagi kami akan panen,” ujarnya, Ahad (14/1).

Menurut dia, di wilayah Banyumas, banyak areal sawah yang mulai memasuki masa panen pada Januari ini. Bahkan musim ini akan berlangsung sampai dengan akhir Maret mendatang.

“Tolong beri kesempatan pada petani untuk menikmati harga yang cukup baik. Kami yakin, kalau pemerintah memasukkan beras impor dalam waktu dekat maka harga beras akan langsung anjlok,” kata Sartam.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (DPN HKTI) Fadli Zon mengkritisi rencana pemerintah mengimpor beras. Hal ini menunjukkan kekacauan tata kelola pangan pemerintah sekaligus mutu data pangan yang rendah.

“Saya melihat kebijakan impor beras ini sangat aneh. Pernyataan pemerintah tidak ada yang sinkron satu sama lain,” ujar Fadli.

Ia mencatat ada empat keanehan di balik langkah pemerintah tersebut. Pertama, Kementerian Pertanian mencatat ada surplus beras. Kedua, Kementerian Perdagangan mengimpor beras premium, bukan beras medium.

Ketiga, impor tidak dilakukan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik, melainkan Perusahaan Perdagangan Indonesia. Keempat, izin impor dikeluarkan saat petani hendak menghadapi musim panen.

Anggota DPD Sulawesi Selatan AM Iqbal Parewangi mengkritik kebijakan pemerintah mengimpor beras. “Untuk semua hal terkait hajat hidup rakyat, impor selalu berpotensi merugikan. Sekarang mau lagi impor beras 500 ribu ton. Terus mau dikemanakan petani kita? Pemerintah mau bunuh petani?” kata Iqbal, Ahad (14/1).

Ketua MPR Zulkifli Hasan mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan kebijakan impor beras. Apalagi, pada Februari, panen raya di sejumlah sentra produksi akan dimulai.

“Kalau masuk, harga nanti berbahaya. Petani bisa hancur,” ujarnya di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (13/1).

Senada, Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) TGH Muhammad Zainul Majdi juga meminta pemerintah pusat lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan impor beras. “Jangan sampai ada kebijakan yang menyebabkan para petani kita demoralisasi,” ujar gubernur yang akrab disapa dengan sebutan Tuan Guru Bajang (TGB) ini, Ahad (14/1).

Alih-alih mengimpor beras, menurut TGB, lebih baik pemerintah melalukan mobilisasi stok beras yang ada di daerah-daerah. Tujuannya, agar ada stabilisasi harga dengan menggunakan pasokan dalam negeri.

“Saya berharap jangan ada kebijakan yang sifatnya anomali,” kata TGB.

Pemerintah Kabupaten Sukabumi juga menolak rencana pemerintah mengimpor beras. Sebab, pada akhir Januari ini, Sukabumi akan memasuki musim panen.

“Rencana impor berbarengan dengan musim panen dan kami atas nama Pemkab Sukabumi menolaknya,” ujar Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Sukabumi Sudrajat.

Menurut dia, jika impor beras tetap dieksekusi maka harga beras di tingkat petani pada saat musim panen akan jatuh. Padahal, para petani sebelumnya telah dibina dan berharap harga yang ideal pada musim panen.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi menilai, impor beras yang dilakukan berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dalam pasal 39 impor pangan tidak boleh berdampak negatif terhadap keberlanjutan usaha tani, peningkatan produksi, dan kesejahteraan petani.

Padahal, dalam waktu dekat, petani akan memasuki masa panen. “Oleh karena itu, koordinasi dan integrasi kementerian di pemerintahan perlu diperbaiki kembali,” kata Viva.

Ia menilai, persoalan beras bisa diselesaikan melalui koordinasi dan integrasi antarkementerian terkait. Menurut dia, perbedaan kebijakan pangan di internal pemerintah antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan menjadi salah satu penyebab terjadinya persoalan pasokan beras.

“Kuncinya adalah akurasi data produksi pangan versi Kementerian Pertanian dengan kenaikan harga pangan di pasar. Buktinya jika beras surplus mengapa harga naik?” ujarnya. [Yoga/Elba]

Advertisement
Advertisement