Derita PMI di Yordania, dari Gaji Tidak Dibayar hingga Kehilangan Anak
2 min readSelasa (11/04) Kedutaan Besar Republik Indonesia di Amman memulangkan lima tenaga kerja bermasalah yang telah lama tinggal di Yordania. Mereka didera berbagai kasus, mulai dari gaji tidak dibayar hingga berebut hak asuh anak.Dalam press releasenya,KBRI Amman menyatakan para PMI itu sudah bertahun-tahun tidak pulang dan terjebak bekerja di majikan mereka.
Salah satunya adalah Siti Aliyah binti Warsim yang sudah 8 tahun tidak bertemu keluarganya di Majalengka.Aliyah telah bekerja di Yordania sejak usia 22 tahun. Dia akhirnya bisa pulang setelah majikannya membayarkan gajinya yang ditahan sejak lama.
PMI lainnya adalah Tati binti Hidayat asal Tangerang yang sudah dia pekan terakhir tinggal di wisma penampungan KBRI Amman. Tati kabur dari majikannya setelah dua tahun bekerja. Tati kabur karena takut setelah dikatakan harus bekerja selama 10 tahun karena majikannya telah 6.000 dolar AS ke agen di Dubai.
“Cukup alot mediasi yang dilakukan KBRI dengan majikan untuk mendapatkan paspor Tati yang ditahan,” kata Yusuf, Staf Teknis Ketenagakerjaan KBRI.
Ada lagi Yati binti Oja, asal Karawang yang dipulangkan dari kondisi gangguan jiwa setelah delapan tahun bekerja di rumah majikannya di pinggiran kota Amman. Berkat mediasi pihak KBRI, majikan Yati mau membayarkan sisa upahnya, sekitar 10.500 dolar AS.
PMI lainnya, Marsinih binti Choladi, yang tinggal di wisma KBRI selama setahun lima bulan karena memperjuangkan hak asuh dua orang anaknya. Marsinih adalah PMI yang kabur dari majikannya 10 tahun yang lalu. Berstatus pekerja ilegal, Marsinih sempat hidup tanpa ikatan yang sah dengan warga setempat, hingga memiliki dua orang anak. Saat ini suami Marsinih sedang berada dalam penjara untuk suatu kasus kriminal.
Setelah setahun berjuang, Pengadilan Tinggi Yordania memutuskan hak asuh jatuh ke keluarga suaminya. Hukum di Yordania menyatakan bahwa ayah mempunyai hak penuh atas anak yang masih dibawah umur.
“Pupus sudah harapan Marsinih untuk membawa pulang kedua anaknya ke Indonesia ditambah lagi adanya ancaman hukuman penjara akibat berzina, maka untuk sementara ini pilihan untuk pulang ke Indonesia adalah pilihan terbaik yang dipilihnya,” lanjut pernyataan KBRI dalaam press rilisnya.
PMI terakhir yang dipulangkan adalah Ade Sukarsah binti Asum asal Sukabumi. Sebelum dipulangkan ke tanah air pekan ini, Ade mendekam enam bulan di penjara akibat kasus overstayer selama tujuh tahun.
Kelima PMI ini adalah segelintir dari pekerja Indonesia yang terlibat kasus di Yordania. Menurut KBRI Amman, sepanjang 2016 terdapat 1.118 orang PMI bermasalah yang meminta perlindungan. Sebanyak 418 kasus di antaranya berhasil dimediasi. Dari penyelesaian kasus tersebut, KBRI berhasil mendapatkan kembali gaji-gaji yang menjadi hak para PMI yang tidak dibayar oleh majikan yang keseluruhannya berjumlah 654.000 dolar AS atau sekitar Rp 8,5 Miliar.
Kuasa Usaha KBRI Amman Nico Adam berpesan PMI yang dipulangkan agar dapat memanfaatkan uang yang dibawa pulang sebagai modal usaha agar tidak perlu lagi bekerja jauh dari keluarga yang belum tentu berhasil.
“Gunakanlah keterampilan yang selama ini diterima selama di shelter sebagai suatu keterampilan yang bermanfaat,” pungkasnya. [Asa/KMP]