PMI Asal Blitar Ditemukan Terlantar Di China
2 min readSHANGHAI – Sriyani (37) seorang pekerja migran asal Blitar yang bekerja di Hangzhou China ditemukan sedang melarikan diri dari rumah majikannya. Sriyati, kali pertama ditemukan seorang pelajar asal Yaman saat sama-sama sedang menumpang bus umum di kota Provinsi Shejiang tersebut.
Pelajar asal Yaman yang kebingungan berkomunikasi dengan Sriyani, kemudian menelpon Joko Pilianto, mahasiswa Universitas Zhejiang yang satu almamater dengan pelajar asal Yaman tersebut. Dengan berbekal tahu kalau peremppuan yang disebelahnya menyebut Indonesia, karena dia tidak bisa berbahasa Mandarin maupun bahasa Inggris, pelajar asal Yaman menghubungi Joko.
Setelah terhubung dengan Joko, bersama dengan pelajar asal Yaman, mereka bertiga mencari rumah majikan Sriyani untuk memintai pertanggungjawaban atas hak-haknya sebagai pekerja migran. Selanjutnya, mereka bertiga mendatangi kantor Polisi untuk melaporkan kejadian tersebut.
Kepada Joko, Sriyani mengaku ingin pulang lantaran di kampungnya Blitar Jawa Timur, dia meninggalkan anaknya yang masih bayi. Belum terungkap, motif apa yang membuat Sriyani melarikan diri selain karena teringat anaknya yang masih bayi.
Saat ini, kasus penemuan Sriyani telah ditangani oleh KJRI Shanghai. Kepada awak media, Konjen Shanghai, Siti Nugraha Mauludiah membenarkan peristiwa ini.
“Kalau ibu Sriyani itu ingin ketemu anaknya, lebih baik lapor polisi. Kalau tidak punya uang untuk pulang, kami bisa bantu biayanya asalkan dari pihak keluarganya di Indonesia bisa mendapatkan surat keterangan tidak mampu,” kata Konsul Jenderal RI di Shanghai Siti Nugraha Mauludiah.
Menurutnya, sampai saat ini Pemerintah China belum melegalkan pekerja informal dari negara mana pun.
“Kalau ada pekerja informal di China, berarti ilegal. Mereka termasuk korban penipuan karena agen tidak memberitahu bahwa di sini tidak boleh ada pekerja sektor informal,” katanya.
Biasanya para PMI ilegal tersebut memasuki wilayah China daratan dengan berbekal visa kunjungan singkat yang pengurusannya dilakukan oleh agen-agen nakal, baik di Indonesia maupun di wilayah China lainnya seperti Hong Kong dan Makau.
Di Shanghai diperkirakan terdapat 200 PMI ilegal. Mereka tergiur gaji bersih sebesar 5.000 RMB (Rp10 juta) per bulan atau lebih tinggi dibandingkan dengan di Hong Kong dan Taiwan yang hanya Rp7 juta hingga Rp8 juta.
Bahkan ada juga PMI ilegal yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di China bergaji 10.000 RMB (Rp20 juta). [Asa/Net]