May 12, 2025

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Alami Peningkatan, Resesi Seks di Indonesia Semakin Mengkhawatirkan

3 min read

JAKARTA – Fenomena resesi seks kini mulai menunjukkan tanda-tanda mengkhawatirkan di Indonesia. Fenomena ini merujuk pada penurunan minat pasangan dalam memiliki anak, yang disebabkan oleh beragam faktor sosial, ekonomi, hingga perubahan gaya hidup.

Di sejumlah daerah, terutama wilayah perkotaan, gejala resesi seks mulai tampak jelas dalam pola kelahiran yang kian rendah dari tahun ke tahun.

Yogyakarta menjadi salah satu provinsi yang dinilai memiliki potensi besar mengalami resesi seks. Berdasarkan data yang dikumpulkan, angka kelahiran di provinsi ini hanya berada pada kisaran 2,2, bahkan turun hingga 1,9 di beberapa kabupaten dan kota.

Kondisi ini menunjukkan bahwa mayoritas perempuan di wilayah tersebut hanya melahirkan satu anak saja dalam hidupnya.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasno Wardoyo, menyampaikan bahwa Indonesia memiliki kemungkinan mengalami resesi seks di masa depan.

Ia mengungkapkan bahwa kondisi ini ditandai dengan beberapa wilayah yang tidak mengalami kelahiran baru atau mengalami zero growth.

“Potensi itu (resesi seks Indonesia) ada. Ada, ya, tapi sangat panjang. Karena kan gini, usia pernikahan semakin lama kan semakin meningkat. Pernikahan, loh, bukan seks,” ujar Hasno, seperti dikutip dari Halodoc, Jumat (9/5/2025).

Menurut Hasno, gaya hidup menjadi salah satu faktor utama penyebab menurunnya minat untuk menikah dan memiliki anak. Banyak pria dan wanita muda menunda pernikahan demi menempuh studi lebih lanjut atau mengejar karier.

Akibatnya, usia pernikahan pun cenderung semakin tua, yang berdampak langsung pada rendahnya angka kelahiran nasional.

Fenomena resesi seks ini tidak terjadi secara tiba-tiba. Terdapat beberapa faktor utama yang secara garis besar memicu kondisi ini. Salah satunya adalah munculnya alternatif kesenangan yang tidak melibatkan hubungan seksual.

Saat ini, banyak orang lebih memilih mencari kenikmatan lewat masturbasi, tanpa membutuhkan pasangan seksual.

Data dari Amerika Serikat menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam praktik masturbasi antara tahun 1992 hingga 1994. Pada pria, tindakan ini meningkat dua kali lipat, sementara pada wanita peningkatannya mencapai tiga kali lipat.

Sementara itu, di Jepang, sebagian besar anak muda menganggap hubungan seksual sebagai aktivitas yang melelahkan, sehingga memilih melakukan masturbasi.

Selain faktor psikologis dan gaya hidup, ekonomi juga menjadi penyumbang besar terhadap potensi resesi seks. Pria dengan pendapatan rendah atau yang mengalami pengangguran cenderung menghindari aktivitas seksual.

Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran mereka terhadap kemungkinan kehamilan yang tidak bisa ditanggung secara finansial.

Kondisi keuangan yang sulit memengaruhi keputusan pasangan dalam merencanakan masa depan, termasuk dalam hal memiliki anak.

Biaya perawatan anak, pendidikan yang semakin tinggi, serta harga kebutuhan pokok yang terus meningkat, membuat pasangan berpikir dua kali untuk memiliki keturunan.

Faktor lainnya yang tak kalah penting adalah kelelahan akibat tekanan pekerjaan. Individu yang mengalami kelelahan kronis akibat pekerjaan sering kali kehilangan gairah seksual.

Kelelahan fisik dan mental, ditambah dengan suasana hati yang buruk, sangat berpengaruh terhadap penurunan aktivitas seksual dalam rumah tangga.

Berdasarkan data yang tersedia, jika kondisi resesi seks terus berlanjut tanpa intervensi kebijakan, maka dampaknya dapat terasa dalam jangka panjang. Dampak paling nyata adalah menurunnya angka kelahiran nasional.

Penurunan angka kelahiran akan menyebabkan pertumbuhan populasi yang stagnan bahkan menurun. Jika dibiarkan, hal ini dapat meningkatkan proporsi penduduk lanjut usia di masa mendatang.

Ketidakseimbangan struktur demografi tersebut akan memengaruhi sektor ekonomi, kesehatan, serta sistem jaminan sosial nasional.

Fenomena resesi seks diprediksi tidak akan terjadi secara cepat di Indonesia. Hasno Wardoyo memperkirakan bahwa dampaknya baru akan dirasakan secara signifikan oleh generasi muda di tahun 2045.

Pada masa itu, diperkirakan akan banyak individu yang memilih untuk tidak menikah atau menjalani hidup dengan status childfree.

Berikut ini daftar faktor utama pemicu resesi seks di Indonesia:

 

  1. Meningkatnya Pilihan Kesenangan Non-Seksual

Teknologi dan akses informasi membuat masyarakat menemukan kesenangan di luar hubungan seksual, seperti melalui masturbasi atau hiburan digital.

 

  1. Masalah Ekonomi dan Ketidakstabilan Finansial

Penghasilan yang rendah atau tidak tetap membuat pasangan khawatir untuk memulai keluarga karena beban ekonomi yang berat.

 

  1. Tekanan Pekerjaan dan Kelelahan Mental

Jam kerja yang panjang, tekanan profesional, dan stres harian menyebabkan kelelahan yang menurunkan gairah seksual.

 

  1. Gaya Hidup dan Penundaan Pernikahan

Banyak generasi muda yang menunda menikah demi pendidikan dan karier, sehingga memperpendek masa reproduksi alami.

 

  1. Tingginya Biaya Hidup dan Pendidikan Anak

Biaya besar yang diperlukan untuk membesarkan anak turut menjadi alasan mengapa banyak pasangan enggan memiliki anak lebih dari satu.  []

Advertisement
Advertisement

Leave a Reply