Apa Sih Bedanya Hong Kong, China, Taiwan dan Makau ?
4 min readHong Kong – Masih banyak di antara kita yang bingung membedakan antara empat negara Asia Timur, yakni Cina atau Tiongkok, Taiwan, Hong Kong, dan Macau. Cina sendiri merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, beribu kota Beijing dan menggunakan sistem ekonomi sosialis. Negara ini juga dikenal sebagai negara penganut ideologi komunis terbesar di dunia. Mata uang mereka adalah yuan dan nama resmi negaranya adalah People Republic of China atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Bagi orang-orang yang tinggal di Taiwan, Hong Kong, dan Macau, negara Tiongkok sering disebut dengan mainland (tanah daratan). Tidak perlu panjang lebar menjelaskan tentang Negeri Tirai Bambu ini karena sudah sangat familiar di telinga banyak orang.
Kedua adalah Taiwan. Nama resmi negara ini sebenarnya bukanlah Taiwan, tetapi Republic of China (tidak ada people) dan beribu kota Taipei. Sistem ekonominya berbentuk kapitalis dan mata uangnya Taiwan Dollar (TWD). Taiwan adalah negara yang berada di Pulau Formosa dan masih berdekatan dengan Tiongkok. Taiwan bukanlah negara yang merdeka seutuhnya atau negara dengan pengakuan terbatas. Hanya sekitar 23 negara yang mengakui Taiwan sebagai negara berdaulat. Secara de facto Taiwan adalah negara merdeka dan menjadi satu negara dunia, namun secara de jure Taiwan belum mendapatkan pengakuan dari berbagai negara dunia.
Negara ini bisa disebut sebagai negara yang dipersengketakan, statusnya sama dengan Kosovo dan Palestina. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri tidak mengakui Taiwan sebagai sebuah negara dan di Indonesia juga tak ada kedutaan besar Taiwan. Makanya, berbagai kerja sama seperti pendidikan, ekonomi, atau pengurusan visa harus melalui Kantor Dagang dan Ekonomi Taipei (Taipei Economic and Trade Office) di Jakarta. Meskipun bukan negara berdaulat, tapi Taiwan sangat produktif dalam mengembangkan dan menciptakan berbagai merek teknologi kelas dunia seperti Asus, Acer, BenQ, HTC, D-Link, MSI, Trend Micro, dan Mio Tech.
Ketiga adalah Hong Kong. Ini merupakan negara semimerdeka dengan nama resminya Hong Kong Special Administrative Region (Daerah Administratif Khusus Hong Kong). Hong Kong juga sering disebut sebagai negara dalam negara Tiongkok. Dari tahun 1841-1997 negara ini bernama British Hong Kong di bawah kekuasaaan Inggris. Sejak tahun 1997 dikembaikan ke Tiongkok dengan status satu negara dua sistem. Makanya, Hong Kong memiliki sistem negara sendiri, mulai dari bendera, mata uang Hong Kong Dolar (HKD), paspor, dan menganut sistem ekonomi kapitalis. Hong Kong juga memiliki kepolisian sendiri, namun tidak memiliki tentara, karena pertahanannya masih dikendalikan Tiongkok.
Bahasa di negara ini berbeda dengan Tiongkok dan Taiwan, mayoritas masyarakatnya menggunakan bahasa Kantonis dan Inggris. Hong Kong menjadi pusat perekonomian dunia dan selalu saja dibandingkan dengan Singapura karena ukuran negaranya yang sama-sama kecil, berpenduduk padat dan akomodasi yang supermahal.
Hong Kong juga terkenal dengan julukan Asia’s World City (Kota Asia Dunia), kota gemerlap dengan gedung-gedung pencakar langit, pusat bisnis, dan perdagangan dunia, shopping dan fashion, Disneyland, dan industri perfilman. Hong Kong juga menjadi tempat yang menghubungkan dunia barat dengan Tiongkok. Banyak sekali media internasional seperti BBC, CNN, VOA, Fox News, dan Al-Jazeera bermarkas di Hong Kong agar lebih mudah meliput Tiongkok dari dekat sebagai negara yang kurang demokratis terhadap pers.
Tahun 2014, Hong Kong sempat bergejolak dengan hadirnya protes Revolusi Payung di bawah pimpinan remaja kurus yang ditakuti Beijing, Joshua Wong. Warga melakukan demonstrasi besar-besaran menginginkan hak demokratis untuk memilih pemimpin baru mereka tanpa intervensi Tiongkok. Sampai saat ini sikap anti-Tiongkok oleh generasi muda Hong Kong masih tetap berlanjut, terutama di kampus. Beberapa mahasiswa Hong Kong seringkali menyindir mahasiswa asal Tiongkok dengan sifat dan perilaku buruk mereka sampai membuat ketidakharmonisan di antara mereka.
Banyak juga orang Hong Kong yang tidak menerima jika disebut sebagai Chinese. Mereka lebih suka disebut sebagai Cantonies (orang Kanton).
Saya sempat berdiskusi dengan seorang aktivis mahasiswa Hong Kong. Salah satu ketakutan dan ketidaksukaan mereka terhadap Pemerintah Beijing adalah adanya upaya untuk mengembangkan sebuah nilai “nasionalisme Tiongkok” ke negara mereka. Termasuk kewajiban berbahasa Mandarin yang bukan bahasa orang Hong Kong. Ketakutan lainnya adalah masuknya paham komunisme ke Hong Kong, dan dibatasinya akses informasi, terutama internet seperti yang terjadi di Tiongkok saat ini.
Keempat adalah Macau (Macao). Status negara ini sama seperti Hong Kong. Macau terkenal sebagai pusat judi atau kasino terbesar di Asia dan sering dijuluki The Sin City of Asia (Kota Dosa Asia). Konon, The Venetian Macao merupakan pusat kasino terbesar di dunia dan buka 24 jam. Macau terletak tidak jauh dari Hong Kong, hanya sekitar 20 menit menggunakan kapal feri. Macau berada di bawah kekuasaan Portugis dari tahun 1557-1999 (Portuguese Macau) dan diserahkan kembali kepada Tiongkok dengan status satu negara dua sistem. Atmosfer Eropa atau Portugis masih sangat kental terasa di sini, seperti bangunan-bangunan bercorak Eropa atau informasi yang ditulis menggunakan bahasa Portugis.
Mayoritas penduduk di sini berbahasa Kantonis, Portugis, dan Inggris. Mata uangnya adalah Pataca Macau, namun Dolar Hong Kong juga berlaku di sini, dan sistem ekonominya adalah kapitalis. Suhu perpolitikan anti-Beijing di Macau tergolong adem ayem dibandingkan dengan Taiwan dan Hong Kong.
Meskipun Taiwan, Hong Kong, dan Macau bukanlah negara berdaulat, namun mereka memiliki paspor masing-masing. Orang Tiongkok yang berkunjung ke Taiwan, Hong Kong, atau Macau wajib menggunakan paspor dan sebaliknya. Bahkan warga Tiongkok yang bekerja dan belajar di Hong Kong juga diwajibkan menggunakan visa.
Jika dilihat dari ideologi dan peta politik Beijing, negara komunis tersebut tidak akan membiarkan Taiwan, Hong Kong, dan Macau menjadi sebuah negara berdaulat atau merdeka sepenuhnya. Beijing menginginkan adanya one China Policy (Kebijakan Satu Cina) atau istiah lainnya disebut “hanya ada satu Cina di dunia” untuk menjaga peradaban dan memperkuat kekuatan mereka di dunia. Ditulis oleh Zamzami Zainuddin, warga Aceh yang tinggal di Hong Kong.