Awas, Gadget Dapat Memicu Kekerasan Seksual
MALANG – Penggunaan gadget wajib diawasi. Khususnya bagi anak-anak. Teknologi masa kini itu dapat memicu kejahatan seksual dan kejahatan sosial lainnya. Pasalnya, segala macam bentuk pornografi dapat ditemukan dengan mudah di dunia maya.
Pornografi yang didapatkan di dunia maya akan memberikan efek dopamine kepada penikmatnya. Dampak buruknya menjadi memiliki perilaku yang menyimpang dan dorongan untuk melakukan apa yang didapatkan.
Sebagai informasi, dopamine memberikan efek kesenangan sementara namun merusak otak. “Pemerkosaan, pelecehan seksual, kekerasan pada anak di bawah umur, awalnya dari penggunaan gadget. Kemudian terdorong untuk ikut melakukan apa yang dia lihat,” kata Forum Komunikasi Nasional Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dr Titik Haryati di Singosari, Kabupaten Malang, Sabtu (30/6).
Penggunaan gadget di kalangan anak-anak disebutkan sudah melebihi ambang batas normal. Berdasarkan sebuah penelitian, normalnya anak menggunakan gadget selama maksimal dua jam sehari. Namun untuk anak di Indonesia melebihi angka tersebut. “Di kita, lebih dari delapan jam sehari,” imbuh pemerhati perkembangan anak yang juga Wakil Ketua Gerakan Anti-narkoba MUI tersebut.
Titik menekankan, yang harus dilakukan para orang tua untuk mencegah penyimpangan penggunaan gadget adalah dengan pengawasan yang ketat. Selain itu, juga harus diterapkan etika dalam penggunaan smartphone. Misalnya, orang tua memberikan pembekalan dan pengertian kepada anak agar hanya menggunakan gadget sebagai sarana komunikasi.
“Kecuali jika ada tugas boleh lah akses internet. Tapi anak harus diberi pembelajaran yang mandiri. Sehingga tidak tergantung pada internet dan gadget. Gadget hanya alat untuk komunikasi, bukan mengakses hal yang tidak penting,” tegasnya.
Tugas untuk mencegah penyimpangan penggunaan gadget yang berujung pada kekerasan seksual dan sosial disorder lainnya, bukan hanya ada pada orang tua. “Mulai dari keluarga dimulai orang tua. Selain itu, masyarakat dan tokoh. Termasuk pemuda. Harus bekerja sama dan satu visi,” tandas perempuan yang mengaku tidak pernah melihat televisi sejak 2000-an itu. [Tika Hapsari/JP]