December 12, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Balasan Bagi yang Menghina dan Merendahkan Orang Lain

2 min read

JAKARTA – Dalam ajaran Islam, tindakan merendahkan dan menghina sesama manusia merupakan perbuatan yang sangat dilarang. Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW dengan tegas memberikan peringatan akan konsekuensi dari perilaku tersebut.

Setiap individu diciptakan dengan keunikan masing-masing. Ada yang dianugerahi kecantikan fisik, ada yang memiliki kecerdasan intelektual, dan ada pula yang memiliki kombinasi keduanya.

Namun, setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda-beda, seperti dikutip dari kumparan.com, Sabtu (7/12/2024).

Meskipun seseorang memiliki kelebihan tertentu, hal itu tidak memberikan hak untuk mengejek atau merendahkan orang lain. Dalam Islam, tindakan mengejek termasuk perbuatan yang sangat tercela.

Allah SWT dengan jelas menyatakan ketidaksukaan-Nya terhadap perilaku tersebut. Seperti dalam surah Al Hujurat.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” (QS. Al Hujurat: 11).

Imam Ibn Katsir berkata dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim bahwa, ayat di atas secara tegas melarang kita untuk meremehkan dan menghina orang lain, karena perbuatan tersebut merupakan bentuk kesombongan yang sangat dibenci oleh Allah SWT.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “Sombong adalah sikap menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim).

Dikutip dari rumaysho.com, sabda Rasulullah SAW dalam berbagai hadis juga menggarisbawahi larangan untuk menghina orang lain, sehingga menjadi pedoman bagi umat Islam dalam berinteraksi dengan sesama.

Diriwayatkan dari sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu ketika Rasulullah ditanya tentang hukuman bagi orang yang menghina orang lain, maka beliau radhiyallahu ‘anhu berkata:

“Itu perbuatan buruk, terdapat hukuman ta’zir (hukuman yang kadarnya tidak ditentukan secara baku oleh syari’at), namun tidak ada hukuman hadd (hukuman baku yang telah ditentukan kadarnya oleh syari’at) untuknya.” (HR. Al-Baihaqi 8: 253 dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

Terkadang pertengkaran dan perselisihan seringkali memicu terjadinya saling mencaci. Namun, perlu diingat bahwa orang yang memulai pertengkaranlah yang akan menanggung dosa atas cacian yang terjadi.

“Apabila ada dua orang yang saling mencaci-maki, maka cacian yang diucapkan oleh keduanya itu, dosanya akan ditanggung oleh orang yang memulai, selama orang yang dizalimi itu tidak melampaui batas.” (HR. Muslim dan Abu Dawud).

Hadis tersebut menjelaskan bahwa dosa atas tindakan saling mencaci-maki akan ditanggung oleh pihak yang memulai perselisihan. Hal ini berlaku dengan syarat bahwa pihak yang dicaci tidak membalas dengan cara yang lebih buruk.

Namun, jika seseorang membalas cacian dengan kata-kata yang lebih kasar atau lebih banyak, maka ia akan menanggung dosa atas tindakannya sendiri, sementara orang yang memulai cacian tetap bertanggung jawab atas bagiannya.

Hadits di atas juga menunjukkan betapa pentingnya kita mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Dengan tidak menghina orang lain, kita telah meneladani akhlak mulia Rasulullah SAW sebagaimana yang dilakukan oleh Jabir bin Sulaim.

Rasulullah tidak hanya melarang kita untuk menghina sesama Muslim, tetapi juga melarang kita untuk menghina binatang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Janganlah Engkau mencela ayam jantan, karena sesungguhnya ayam jantan itu yang membangunkan kalian salat.” (HR. Abu Dawud, dinilai shahih oleh Al-Albani). []

Advertisement
Advertisement

Leave a Reply