Banyuwangi Kembali Masuk Lima Besar Daerah Terbanyak Pengirim Pekerja Migran
BANYUWANGI – Bekerja di luar negeri masih menjadi pilihan banyak warga Banyuwangi untuk memperbaiki taraf hidup. Buktinya, sejak awal 2022 hingga menjelang tutup tahun ini saja, jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) asal kabupaten ujung timur Pulau Jawa ini sudah nyaris mencapai 2 ribu orang.
Tren serupa juga terjadi tahun lalu. Tepatnya, pada 2021. Kala itu, jumlah PMI asal Banyuwangi yang bekerja di luar negeri mencapai 2.300 orang.
Koordinator Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Banyuwangi Muhammad Iqbal mengatakan, saat ini pekerja migran dari Banyuwangi sudah mencapai 1.970 orang. Dia menyebut, sekitar 30 orang tengah mengurus dokumen menjadi calon pekerja migran. ”Saya memperkirakan dan optimistis akan tembus 2.300 orang. Perhitungan tersebut tentunya belum sampai akhir tahun. Kemungkinan juga bisa melebihi angka dari tahun sebelumnya,” ujarnya.
Iqbal mengakui, angka tersebut jauh lebih rendah dibanding dengan tahun-tahun sebelum pandemi Covid-19 melanda. Namun, seiring melandainya persebaran penyakit yang disebabkan serangan virus korona tersebut, tren pengiriman PMI mulai membaik.
Iqbal menuturkan, pada 2018 dan 2019 pekerja migran yang bekerja ke luar negeri bisa mencapai 3.000 orang atau lebih. Namun, selama pandemi Covid-19 seluruh negara memberlakukan lockdown. Karena itu, permintaan pekerja migran pun turut dibatasi.
Meski mengalami penurunan, imbuh Iqbal, jumlah PMI asal Banyuwangi masih relatif tinggi. ”Kabupaten Banyuwangi masih menduduki peringkat lima se-Jawa Timur dalam pengiriman PMI ke luar negeri,” tutur pria yang hobi menyanyi tersebut.
Menurut Iqbal, PMI asal Banyuwangi rata-rata memilih Taiwan, Singapura, Hongkong, dan Malaysia sebagai negara tujuan untuk bekerja. Sedangkan pekerjaan yang paling banyak dijalani yakni asisten rumah tangga atau merawat lansia. ”Tapi, tidak semua pekerja migran bekerja sebagai asisten rumah tangga. Ada juga yang bekerja di pabrik. Kalau di Malaysia ada yang bekerja di kedai, pabrik kelapa sawit, dan bagian konstruksi,” bebernya.
Masih menurut Iqbal, sebelum para pekerja berangkat ke negara tujuannya masing-masing, calon PMI diberikan pembekalan di kelas. Berbagai materi yang diberikan di antaranya tentang hak dan kewajiban mereka sebagai pekerja, tindakan apa yang harus dilakukan ketika dalam kondisi darurat, bahaya narkoba, dan sebagainya.
”Harapannya, ketika nanti diberangkatkan mereka sudah memiliki pengetahuan dan informasi yang diperlukan. Selain itu, kami juga selalu sediakan nomor hotline untuk melakukan pengaduan ketika terjadi permasalahan mendadak,” ungkap Iqbal.
Iqbal menambahkan, ada sejumlah kecamatan yang menjadi ”penyumbang” terbesar PMI. Di antaranya Muncar, Pesanggaran, Tegaldlimo, Cluring, dan Bangorejo. Hal tersebut dipengaruhi kebiasaan masyarakat, mereka mengajak keluarga atau sanak saudara guna melanjutkan estafet bekerja di luar negeri.
Salah satu calon PMI Purwanti mengaku lebih memilih bekerja di luar negeri. Sebab, jika harus menetap di daerah setempat tidak ada yang bisa menggajinya dengan nominal yang besar, sedangkan pendidikannya hanya sebatas lulusan SMA. ”Karena lapangan pekerjaan di daerah juga tidak banyak. Saya memilih ke Qatar. Sebelumnya sudah 10 tahun bekerja di luar negeri. Tujuannya untuk memperbaiki ekonomi supaya keluarga tidak dalam kesulitan,” pungkasnya. []