Belasan PMI ABK Meninggal di Kapal China, Pemerintah Akui Belum Miliki Data Pasti
JAKARTA – Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) akhirnya mengungkap ke publik bahwa ada belasan anak buah kapal berwarga negara Indonesia yang meninggal di kapal China. Disebutkan Kemenlu, sejak Novemmber 2010, sudah ada 12 orang ABK Indonesia yang meninggal.
Untuk itu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia, Retno Marsudi, telah menyampaikan keprihatinan mendalam atas kematian para ABK tersebut saat berbicara dengan Menlu China, Wang Yi.
Berdasarkan data, dari total 12 korban, empat jasad di antaranya dibuang atau dilarung ke laut. Para aktivis mengklaim beberapa ABK, yang kebanyakan tidak membawa dokumen, dituntut bekerja dalam kondisi yang mengerikan di atas kapal-kapal nelayan China. Menlu Retno menuntut penyelidikan setelah pembicaraan dengan Menlu Wang Yi.
“Saya menyampaikan kekhawatiran mendalam Pemerintah Indonesia tentang berbagai insiden yang menimpa awak kapal Indonesia di atas kapal nelayan China,” katanya seperti dilansir dari sindonews.
“Secara khusus, kami mendesak pemerintah China untuk melakukan penyelidikan menyeluruh, diikuti dengan tindakan hukum, sehubungan dengan kematian, pembuangan jasad, dan kondisi kerja yang tidak layak,” lanjutnya.
Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia di Kementerian Luar Negeri Indonesia, Judha Nugraha mengaku telah menerima informasi baru tentang empat pelaut yang tewas di dua kapal nelayan China pada Mei dan Juni.
Judha mengatakan, jasad-jasad ABK Indonesia itu telah dilarung di Laut China Selatan dan Samudra Hindia awal bulan Juli. Perwakilan Indonesia di Singapura, Beijing dan Guangzhou telah meminta jenazah-jenazah ABK WNI dipulangkan ke Tanah Air. Melarung jasad di laut hanya boleh dilakukan ketika tidak ada pilihan lain.
“Kami sangat prihatin, meskipun praktik ini diizinkan di dunia maritim,” kata Judha. “Tapi ini harus menjadi pilihan terakhir ketika pemulangan (jenazah) tidak memungkinkan lagi,” katanya lagi.
Duta Besar China untuk Indonesia, Xiao Qian, dilaporkan telah menghadiri sebuah pertemuan pada hari Selasa yang membahas nasib para ABK WNI.
Sementara itu, pemerintah mengakui jika sampai detik ini belum memiliki data pasti terkait jumlah pekerja migran yang ada di sektor pelayanan. Hal itu sebagaimana dikemukakan oleh Asisten Deputi Keamanan dan Ketahanan Maritim, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Basilio Dias Araujo.
Dalam regulasi nasional, warga negara Indonesia (WNI) memang dimungkinkan untuk melamar pekerjaan ke kapal asing secara mandiri. Kendati demikian, mereka yang melamar secara mandiri telah memenuhi syarat dan ketentuan.
“Mengenai data pelaut memang secara umum kita tak punya data komprehensif total ada berapa pelaut kita di luar negeri,” kata Basilio, Kamis (30/07/2020).
Adapun syarat yang dimaksud yakni buku pelaut dan SID (seafarer identity document) sebagai dokumen pelaut internasional. Mereka yang melamar secara mandiri, tak jarang keberadaannya justru tidak diketahui pasti jumlahnya.
Ia menyebut jika permintaan akan pekerja di sektor pelayaran ini cukup tinggi. Yang mana, tak semua dari mereka melamar melalui agensi.
“Karena permintaannya sangat tinggi, permintaan pelaut perikanan kita itu dari data asosiasi pelaut bisa sampai 200 ribu orang,” ujar Basilio menjelaskan. “Dengan demikian diantara 200 ribu ini ada sebagian pergi secara mandiri dan sebagian melalui agensi yang terdaftar.”
Integrasi data pelaut dan awak kapal Indonesia yang bekerja di kapal asing sangatlah penting. Sebab, data ini bisa membantu kementerian terkait untuk melakukan pengawasan terhadap keberadaan pelaut dan awak kapal Indonesia yang bekerja di kapal asing.
Oleh sebab itu Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mendorong upaya integrasi data untuk bisa dilakukan. Jika data-data dari masing-masing kementerian saling terintegrasi maka bisa dilakukan pelacakan.
“Kalau semua data ini kita kumpulkan maka Insya Allah kita bisa mengatasi, bisa menelusuri semua pergerakan pelaut,” ujarnya. “Mulai dari mereka sekolah, sampai mereka ditempatkan di luar negeri. Sampai mereka kembali lagi ke dalam negeri.”
Kasus eksploitasi anak buah kapal (ABK) di kapal asing baru-baru ini memang tengah ramai diperbincangkan. Tak sedikit dari WNI yang menjadi korban penganiayaan hingga meninggal dunia. []